HILANG PEKA TERBITLAH PEKAK
Mendengar
suara anak-anak berbicara adalah mendengar kepolosan dunia. Entah apa yang
mereka katakan. Mulut mereka menceracau ibarat burung beo yang tak bisa diam.
Mereka seperti ingin menjelaskan banyak hal tentang dunia, dan keterbatasan
bahasa tidak menyurutkan langkah mereka.
Mereka
ibarat politikus yang membeo dengan bahasa-bahasa tinggi, perlu sekolah untuk
mengerti bahasa mereka. Tapi, mereka tetap saja berbicara. Entah kenapa? Jika
seorang anak berbicara dengan kepolosannya, dengan keingintahuannya, dengan
sikapnya semuanya jadi tampak indah. Dunia memang memerlukan lebih banyak anak
kecil lagi. Agar dunia ini tidak hampa, agar dunia tidak sirna dengan ratapan
kesedihan.
Anak-anak
ibarat manusia-manusia kecil, mereka melangkah kemana mereka suka. Mereka tidak
suka menyalahkan orang lain, apalagi mencari perkara. Kalau saja dunia
mencontoh bagaimana anak-anak bersikap. Nampaknya kisruh tidak akan pernah ada.
Bagaimana menurutmu? Apa aku mengada-ada?
Malam
ini, malam minggu. Aku mendengar anak-anak tak berdosa saling bercerita.
Tentang pedagang sapi yang mogok, tentang harga ayam
yang naik, tentang kartel yang bermain, dan tentang pemerintah yang ingin
swasembada pangan. Semua mereka ceritakan dengan bahasa mereka. Dan orang
dewasa malah sibuk dengan aktivitas malam minggunya.
Andai
aku bisa bahasa anak-anak yang paling sederhana. Aku ingin bertanya kepada
mereka, “Apa solusi yang paling bisa untuk mengatasi problema di negeri ini?”.
Tapi, aku yakin mereka hanya akan berkata lewat tingkah lakunya saja. Dan aku
dapat melihat laku itu:
Kerakusan,
ketamakan adalah yang tidak dimiliki anak-anak. Mereka makan apa yang
disediakan ibunya dengan lahap atau tidak makan sama sekali. Mereka hidup di
dunia mereka sendiri, namun tidak mengusik ketenangan orang lain. Lain dengan
kita; kita merasa menjadi bagian dari orang lain, nyatanya kita selalu
mengacaukan ketenangan mereka.
“Swasembada
tidak salah, pedagang sapi tidak salah, pedagang ayam apalagi. Mereka mencari
uang untuk anak bini di rumah. Yang salah adalah tidak adanya komunikasi untuk
mengerti akan nasib sesama. Kita tidak
perlu menindak satu dengan yang lain, yang perlu adalah menindak diri kita yang
sudah kurang peka akan makna pengertian dalam hidup bersama,” mungkin itulah yang
sedang dikatakan anak-anak didepan hidung belangku. []
Komentar
Posting Komentar