TANYA-JAWAB KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
cdn.idntimes.com |
Questions:
1. Explain briefly four Hofstede’s value orientation
with appropriate examples!
(Jelaskan secara singkat, empat orientasi nilai Hofstede
dengan contoh yang tepat!)
Answer:
Empat
orientai nilai Hofstede adalah individualisme/kolektivisme, menghindari
ketidakpastian, pengaruh kekuasaan, maskulin/feminin. Berikut penjelasan dan
contohnya:
a.
Individualisme/Kolektivisme
Kecenderungan
nilai individualistis dan kolektivitas dimanifestasikan sehari-hari dalam
interaksi keluarga, sekolah dan tempat kerja (Ting-Toomey dan Chung). Budaya
kolektivitas menekankan komunitas, kolaborasi, minat, harmoni, tradisi,
fasilitas umum, mempertahankan harga diri. Budaya individualistis menekankan
hak dan kewajiban pribadi, privasi, menyatakan pendapat pribadi, kebebasan,
inovasi, dan ekspresi diri (Andersen, dkk).
Contoh:
Budaya Amerika Serikat, Australia, Inggris, Belanda dan Selandia Baru menganut
individualisme (Hofstede). Sementara, dalam masyarakat Pakistan, Mesir,
Kolombia, Venezuela, Taiwan, Cina, Korea dan banyak negara di Afrika dan Asia
menganut kolektivisme. Selain itu, bangsa Hispanik (Meksiko, Kuba, Elsavador,
Guatemala, dan Puerto Rico juga menganut kolektivisme.
b.
Menghindari
ketidakpastian
Inti
dari menghindari ketidakpastian menjelaskan, hal yang membuat masyarakat dalam
suatu budaya merasa gugup terhadap situasi yang mereka lihat tidak terstruktur,
tidak jelas atau tidak dapat diprediksi (Hofstede).
Contoh:
Budaya yang menghindari ketidakpastian dalam konteks tinggi, cenderung
menyediakan kestabilan bagi anggotanya melalui protokol sosial yang formal,
perilaku serta ide menyimpang tidak dapat ditoleransi, dan menekankan konsensus.
Negara yang cenderung menghindari ketidakpastian dalam konteks tinggi adalah
Portugis, Yunani, Peru, Belgia dan Jepang. Sementara, budaya yang menghindari
ketidakpastian dalam konteks rendah seperti Swedia, Denmark, Irlandia,
Norwegia, Amerika Serikat, Finlandia dan Belanda dianggap lebih mudah menerima
ketidakpastian yang ada dalam hidup, cenderung untuk bertoleransi terhadap yang
tidak biasa, dan tidak merasa terancam dengan pandangan orang yang berbeda.
c.
Pengaruh
kekuasaan
Kekuasaan
merupakan karakter suatu budaya yang mengartikan, bahwa orang yang kurang
berkuasa dalam masyarakat menerima ketidaksamaan kekuasaan, dan menganggapnya
sebagai hal yang normal (Hofstede). Di beberapa budaya yang memiliki kekuasaan
dan yang dipengaruhi kekuasaan tersebut secara signifikan terpisah (konteks
tinggi). Sedangkan pada budaya lain, pemegang kekuasaan dan mereka yang
dipengaruhi secara signifikan semakin mendekat (konteks rendah).
Contoh:
Masyarakat dengan pengaruh kekuasaan tinggi seperti India, Afrika, Brazil, Singapura,
Yunani, Venezuela, Meksiko dan Filipina. Sementara masyarakat dengan pengaruh
kekuasaan yang rendah seperti Austria, Norwegia, Amerika Serikat, dan Selandia
Baru.
d.
Maskulin/Feminin
Maskulin
merujuk pada nilai dominan dalam suatu masyarakat berorientasi pada laki-laki.
Budaya maskulin menggunakan keberadaan biologis dari dua jenis kelamin, untuk
menjelaskan peranan sosial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Mereka
mengharapkan laki-laki menjadi sosok yang tegas, ambisius, dan kompetitif, serta
berjuang untuk kesuksesan materi dan menghormati apa yang besar, kuat dan cepat
(Hofstede). Sementara, budaya yang menghargai nilai feminin sebagai sifat yang
menekankan perilaku yang mengemong. Feminin juga mendukung kesetaraan
gender, dan menganggap bahwa manusia dan lingkungan itu penting.
Contoh:
Irlandia, Filipina, Yunani, Venezuela, Austria, Jepang, Italia dan Meksiko
termasuk kedalam budaya maskulin. Sementara, negara-negara seperti Swedia,
Norwegia, Finlandia, Denmark dan Belanda cenderung memiliki pandangan feminin.
2. Explain briefly three ways in which cultural space
is related to identity and power. Describe their significance to intercultural
communication. Providing an appropriate example for each!
(Jelaskan secara singkat, tiga cara dimana ruang
budaya terkait dengan identitas dan kekuatan. Jelaskan signifikansi mereka
terhadap komunikasi antarbudaya. Berikan contoh untuk masing-masingnya!)
Answer:
a.
Ruang gerak
pribadi
Antropolog
Edward T. Hall mengelompokkan ruang gerak pribadi dengan empat kategori, yaitu:
1) Intim (18 inchi), biasanya dilakukan dalam hubungan yang sangat dekat. Kita
dapat menjangkau dan menyentuh orang yang berada dalam jarak ini; 2)
Personal-Kasual (18 inchi – 4 kaki), ada sedikit kesempatan untuk melakukan
kontak fisik, dan kita dapat berbicara dengan suara normal; 3) Sosial (4 – 12
kaki), merupakan jarak dimana kebanyakan anggota budaya dominan melakukan
bisnis; dan 4) Publik, ruang gerak ini dapat dilihat ketika melakukan
presentasi didepan umum, jaraknya bervariasi, dekat maupun jauh.
Penggunaan
jarak dan ruang gerak berkaitan dengan identitas dan kekuatan, atau sistem
nilai suatu budaya. Apakah ia termasuk kedalam individualistik ataupun
kolektivistik.
Contoh:
Dalam budaya dominan di Amerika Serikat, hal-hal yang menyangkut privasi sangat
dihargai. Orang Swiss bahkan akan mundur, ketika teman bicaranya bergerak
terlalu dekat. Di Meksiko, Arab dan Mesir, jarak fisik diantara orang-orang
yang terlibat dalam suatu percakapan lebih dekat dari biasanya.
b.
Tempat duduk
Pengaturan
tempat duduk juga merupakan bentuk komunikasi non verbal. Setiap negara
memiliki gaya pengaturan tempat duduk, yang mempunyai arti yang berbeda-beda,
bahkan mencerminkan nilai budaya yang kuat.
Contoh:
Di Cina, posisi tempat duduk orang yang dihormati menghadap ke timur. Di Korea,
letak tempat duduk menggambarkan perbedaan status; tempat duduk disebelah kanan
dianggap sebagai tempat kehormatan.
Maka,
pengaturan tempat duduk berkaitan dengan identitas dan kekuatan, atau untuk
mencerminkan nilai suatu budaya.
c.
Pengaturan
perabotan
Cara
orang dan budaya mengatur mebel (kursi, meja dan lain-lain) juga jelas
menyampaikan suatu hal. Contoh: Di Cina, feng shui merupakan seni
memanipulasi lingkungan fisik, untuk menciptakan keharmonisan dengan lingkungan
alam dan untuk mencapai kebahagiaan, kemakmuran dan kesehatan. Sementara di
Amerika Serikat, mebel di ruangan tengah mengarah pada tv. Sehingga,
orang-orang dapat berkonsentrasi pada acara tv, dan bukan pada orang lain di
ruangan tersebut. Mereka percaya pengaturan tersebut melumpuhkan suatu
percakapan. Adapun di Jerman dimana privasi ditekankan, tempat duduk tersebar
di seluruh ruangan kantor. Sementara di Jepang, posisi tempat duduk di kantor
sesuai dengan senioritas, dan meja-meja diletakkan saling berdampingan.
Maka,
pengaturan perabotan berkaitan dengan identitas dan kekuatan, atau untuk
mencerminkan nilai suatu budaya. Apakah individualistik ataukah kolektivistik
masyarakatnya. Sementara, signifikansi mereka terhadap komunikasi antarbudaya
adalah bagian dari pengalaman komunikasi, sekaligus mempengaruhi komunikasi
antarbudaya.
3. What are some of the global challenges that we face
today? How can the study of intercultural and international communication help
us address global challenges? Explain and give sample!
(Apa saja tantangan global yang kita hadapi saat
ini? Bagaimana studi antarbudaya membantu kita mengatasi tantangan global?
Jelaskan dan beri contoh!)
Answer:
a.
Ambiguitas
Ambiguitas erat kaitannya dengan komunikasi nonverbal. Misalnya,
Anda mungkin melakukan gerakan secara acak (seperti mengusir lalat dari lengan
Anda), dan seseorang mungkin melihat tindakan tersebut dan mengartikannya,
bahwa Anda sedang melambaikan tangan padanya (Samovar, dkk, 2010: 295). Oleh
karena itu, salah satu tantangan komunikasi antarbudaya adalah kita tidak
pernah yakin, apakah seseorang mengerti pesan nonverbal yang orang lain
sampaikan. Sebagian ambiguitas ini terjadi, karena komunikasi nonverbal ini
berdasarkan konteks negara masing-masing.
b.
Intervensi
Intervensi dalam konteks komunikasi antarbudaya terjadi, dimana
budaya mayor mencampuri urusan budaya minor dengan kacamata mereka. Campur tangan
ini terkadang bisa sangat berlebihan dan menimbulkan konflik, karena
menimbulkan ketidaksenangan di pihak budaya minor atas pengekangan yang ada.
Contoh tindakan intervensi budaya: 1) Seorang majikan melarang/membatasi pekerjanya
untuk beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya; 2) Israel memblokade
penduduk Palestina untuk beribadah di Masjidil Aqsha, kiblat pertama muslim
dunia.
c.
Non Egaliter
Tentu, tidak memiliki konsep egaliter dalam diri, dapat menghambat
individu untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya. Tidak
egaliter dapat juga disebut hubungan status yang hierarkis. Artinya, budaya ini
melihat perbedaan status turut mengatur aktivitas interpersonal dan antarbudaya
mereka. Biasanya hal ini ditentukan oleh jabatan, usia, tingkat pendidikan dan
sebagainya. Negara-negara yang menganut budaya ini adalah Jepang, Cina, Amerika
Latin, dan Spanyol, termasuk Indonesia. Contoh: budaya perpoloncoan yang masih
belum tuntas di Indonesia menunjukkan, bahwa senior masih mengharapkan rasa
hormat dari anggotanya yang lebih rendah
d. Prasangka
“Prasangka merupakan generalisasi kaku dan menyakitkan mengenai
sekelompok orang. Prasangka menyakitkan dalam arti bahwa orang memiliki sikap
yang tidak fleksibel, yang didasarkan atas sedikit atau tidak ada bukti sama
sekali. Orang-orang dari kelas sosial, jenis kelamin, orientasi seks, usia,
partai politik, ras atau etnis tertentu dapat menjadi target dari prasangka.”
(Macionis dalam Samovar, dkk, 2010: 207). Contoh: Pada masa Pilpres 2014 sangat
kental prasangka terhadap Joko Widodo, yang dicap sebagai antek-antek PKI.
Tanpa kejelasan bukti, melainkan hanya sebagai alat propaganda oleh orang-orang
yang tidak menyenanginya. Atau FPI yang kerap disangkakan sebagai Ormas Islam
radikal di Indonesia. Padahal, FPI adalah satu-satunya Ormas Islam yang tegas
menentang penyimpang dan penghina ‘aqidah agamanya.
e.
Stereotip
Dunia dimana kita tinggal ini terlalu luas, terlalu kompleks, dan
terlalu dinamis untuk Anda ketahui secara detail. Jadi, Anda ingin
mengelompokkan dan mengkotak-kotakkannya. Stereotip dapat positif ataupun
negatif. Stereotip yang mencap sekelompok orang sebagai orang malas, kasar, jahat
atau bodoh jelas-jelas merupakan stereotip negatif. Tentu saja, ada stereotip
positif, seperti asumsi pelajar dari Jepang yang ulet (pekerja keras),
berkelakuan sopan dan pintar. Bagaimanapun, karena stereotip mempersempit
persepsi kita, maka stereotip dapat mencemarkan komunikasi antarbudaya. Hal ini
karena stereotip cenderung untuk menyamaratakan ciri-ciri sekelompok orang.
Studi
antarbudaya jelas mampu membantu kita mengatasi tantangan global ini, karena
memberikan kita pemahaman tentang bagaimana menghadapi perbedaan yang ada.
Sehingga, komunikasi dapat dibangun dan berjalan dengan baik antar orang-orang
yang berbeda budaya.
4. Explain some of the differences nonverbal
communication, that can be related to the individualism and collectivism
cultural value dimension. How can a through understanding of this value
dimension help you to better understand, and categorize different types of
nonverbal communication!
(Jelaskan beberapa perbedaan komunikasi nonverbal,
yang bisa dikaitkan dengan budaya individualisme dan kolektivisme. Bagaimana
melalui pemahaman ini, dapat membantu kita untuk lebih memahami dan
mengkategorikan berbagai jenis komunikasi nonverbal?)
Answer:
Beberapa
perbedaan komunikasi nonverbal, yang bisa dikaitkan dengan budaya
individualisme dan kolektivisme adalah ruang dan jarak (proksemik) dan waktu.
Salah satunya adalah waktu. Hall dan Hall mengembangkan klasifikasi waktu dalam
2 cara, yaitu: monochronic (M-Time) dan polychronic (P-Time).
Negara-negara yang termasuk dalam budaya M-Time adalah Jerman, Austria,
Swiss dan budaya dominan di Amerika Serikat. Dimana masyarakatnya menggunakan
waktu dengan bijaksana. Dalam situasi bisnis, budaya M-Time menjadwalkan
janji ketemu sebelumnya, tidak datang terlambat, dan “cenderung mengikuti
rencana awal”. Budaya ini biasanya terdapat pada masyarakat yang individualistik.
Sementara,
negara-negara yang termasuk dalam budaya P-Time adalah Arab, Afrika,
India, Amerika Latin, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Dimana masyarakatnya
lebih santai dalam penggunaan waktu. Hal ini terjadi karena masyarakat
negara-negara tersebut, berusaha mempertahankan hubungan yang harmonis.
Sehingga, waktu yang digunakan lebih fleksibel supaya hubungan dengan orang
lain tetap baik. Budaya ini biasanya terdapat masyarakat yang kolektivistik.
Melalui
pemahaman ini, jelas dapat membantu kita untuk lebih memahami dan
mengkategorikan berbagai jenis komunikasi nonverbal. Baik yang terdapat pada
masyarakat individualistik ataupun kolektivistik, hanya dengan memerhatikan
komunikasi nonverbal mereka.
5. What are the four different kinds of gestures
typically used for nonverbal communication? Which do you think has the greatest
potential to cause intercultural misunderstanding and conflict? Give an example
to support your answer. Then, give one example of how each of the other three
kinds of gestures, might lead to an intercultural misunderstanding!
(Apa saja 4 jenis bahasa tubuh yang berbeda, yang
biasanya digunakan untuk komunikasi nonverbal? Bahasa tubuh yang mana menurut
Anda, yang paling berpotensi menyebabkan kesalahpahaman antarbudaya dan
menyebabkan konflik? Mengapa? Berikan contoh untuk mendukung jawaban Anda. Lalu
berikan satu contoh untuk tiga jenis bahasa tubuh lainnya, yang dapat
menyebabkan kesalahpahaman antarbudaya!)
Answer:
a.
Ekspresi Wajah
Contoh:
Bagi orang Jepang dan Cina, mengendalikan ungkapan perasaan yang kuat (rasa
marah, tersinggung, sedih, dan cinta atau bahagia) dianggap sebagai tanda
kedewasaan dan kebijaksanaan (Sue dan Sue). Min-Sun Kim menyatakan, bahwa
masyarakat Korea juga menahan emosi dan ekspresi wajahnya tidak
terang-terangan. Tentu, jika hal ini tidak dipahami dapat menyebabkan kesalahpahaman
antarbudaya, terutama bagi para pendatang yang baru pertama kali melancong ke
negara tersebut.
b.
Kontak mata
Contoh: Di Amerika Utara, tidak melakukan kontak
mata dalam berkomunikasi bakal menimbulkan kecurigaan. Tentu, jika hal ini
tidak dipahami dapat menyebabkan kesalahpahaman antarbudaya.
c.
Sentuhan
d.
Parabahasa
Contoh:
Orang Arab berbicara dengan suara keras bukan bermaksud untuk membentak,
melainkan maknanya ialah kekuatan dan ketulusan orang Arab. Tentu, jika hal ini
tidak dipahami dapat menyebabkan kesalahpahaman antarbudaya.
Menurut saya, bahasa
tubuh yang paling berpotensi menyebabkan kesalahpahaman antarbudaya dan
menyebabkan konflik adalah sentuhan. Karena ada lima kategori dasar menurut Samovar, dkk (2010: 217) yang
menjadi perilaku menyentuh: 1) Sentuhan profesional, dilakukan oleh orang-orang
seperti dokter, perawat dan penata rambut; 2) Sentuhan kesopanan sosial,
biasanya diasosiasikan dengan cara menyapa dan menyatakan apresiasi; 3) Sentuhan
persahabatan, menunjukkan perhatian diantara anggota keluarga dan teman dekat;
4) Sentuhan keintiman dan kasih sayang, ditunjukkan kepada tipe sentuhan
(belaian, pelukan, rangkulan, ciuman dan sebagainya) yang biasanya terjadi
dalam hubungan romantis; 5) Sentuhan seksual, merupakan sentuhan yang paling
intim, dilakukan untuk membangkitkan gairah seks. Salah melakukan sentuhan
tentu akan menyinggung perasaan orang lain, dan tidak jarang menimbulkan
konflik antarbudaya. Contoh: Sentuhan keintiman hanya bisa dilakukan dengan
kekasih sendiri, dan tidak dengan orang lain. Apalagi dengan orang-orang dari
budaya muslim, yang mengharamkan sentuhan tersebut kecuali dengan mahramnya.
6. Discuss the relationship between language and
political power within nations. How are national languages selected? Are some
languages intrinsically superior to others?
(Jelaskan hubungan antara bahasa dan kekuatan
positif didalam negara. Bagaimana bahasa nasional terpilih? Apakah beberapa
bahasa pada hakikatnya lebih unggul dari bahasa lain?)
Answer:
Hubungan
antara bahasa dan kekuatan positif didalam negara adalah menyatukan sub-sub
kultur yang ada di dalamnya. Seperti bahasa Inggris yang menyatukan dunia,
bahasa Arab yang menyatukan Islam, bahasa Mandarin sebagai bahasa perdagangan
internasional, dan bahasa Indonesia yang menyatukan nusantara kita. Bahasa juga
dapat digunakan untuk membentuk identitas nasional, ketika ada kebutuhan
mendesak untuk menyatukan kelompok yang berbeda dari suku-suku di Indonesia,
yang berbicara dalam bahasa yang berbeda.
Bahasa
nasional terpilih, karena kekuatannya untuk merangkul kepentingan bersama,
sehingga laik untuk dipakai sebagai bahasa nasional. Asal-usul bahasa Indonesia
sendiri, berasal dari bahasa Melayu, diketahui sebagai akar dari lingua
franca Indonesia. Sutan Takdir Alisjahbana, dalam bukunya Sedjarah Bahasa
Indonesia mengutarakan, bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul
kepentingan bersama, sehingga dipakai di nusantara. Pada hakikatnya, seluruh
bahasa di dunia ini sama, sama-sama menyatukan anggota kelompoknya. Baik itu
dalam skala kelompok yang kecil maupun yang besar seperti negara. Bahasa malah
menjadi faktor pemecah belah, jika bahasa yang satu merasa lebih unggul
daripada bahasa yang lain.
7. How can media play a more positive role in
intercultural communication? How can a more positive role affect global
politics?
(Bagaimana media memainkan peran yang lebih positif
dalam komunikasi antarbudaya?)
Answer:
Media punya peran positif dalam menjembatani
perbedaan yang ada. Sebab dalam konteks komunikasi antarbudaya setidaknya media
punya peran pengawasan, menjembatani, sosialisasi nilai dan menghibur. Dalam
peranan pengawasan misalnya, media harus menjadi ujung tombak dalam
memberitakan. Terutama terkait dengan pemberitaan seputar konflik, yang memang
kerap terjadi di negara kita. Informasi tersebut sedikit banyak mempengaruhi
cara pandang kita terhadap budaya. Bahwa budaya dan perbedaannya itu jika tidak
dikelola dengan baik, dapat menyebabkan disintegrasi sosial (perpecahan).
Sekaligus, menjadi tolok ukur pemerintah kita dalam mengantisipasi terjadinya
gesekan-gesekan antarbudaya.
8. What are some problems created by the exporting of
popular culture from the U.S to the cultures of other nations? Provide
examples!
(Apa saja masalah yang ditimbulkan dari masuknya
budaya populer AS ke negara lain? Berikan contoh!)
Answer:
a.
Tergerusnya
budaya lokal
Kurangnya
memahami kearifan budaya sendiri, dan lebih mengidolakan budaya luar. Contoh:
lebih menyukai dugem di diskotik hingga larut malam, ketimbang mempelajari
tari kesenian daerah dan ikut melestarikannya.
b.
Perilaku
konsumtif
Perilaku
konsumtif adalah perilaku seseorang yang suka membelanjakan uangnya dalam
jumlah besar. Dadang Hawari, salah seorang psikolog mengatakan, “Masyarakat
kita saat ini lebih mengutamakan keinginannya daripada kebutuhannya”. Contoh:
Membeli apa saja yang memanjakan matanya di mall, ketimbang membeli
sesuatu yang benar-benar dibutuhkannya.
c.
Gaya hedonisme
Hedonisme
merupakan ajaran atau pandangan, bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan
tujuan hidup dan tindakan manusia. Tak jarang, para penganutnya merupakan
orang-orang miskin yang tidak sadar diri. Contoh: Dalam ajaran Islam, ada
kepercayaan bahwa hidup di dunia adalah sementara. Namun, gaya hidup yang
hedonis telah membuat orang Islam terkena tipu daya.
d.
Ingin serba
instan
Ingin
segala sesuatunya serba cepat, apa-apa maunya serba instan. Contoh: Semuanya ingin
gampang, pengen segera lulus kuliah tapi malas belajar.
e.
Westernisasi
Suatu
perbuatan seseorang yang mulai kehilangan jiwa nasionalismenya, yang meniru atau
melakukan aktivitas yang bersifat kebarat-baratan. Salah satunya seperti
pacaran yang telah menjurus pada seks bebas. Dimana seks bebas sendiri adalah
hubungan seks secara bebas dengan banyak orang, dan merupakan tindakan tidak
bermoral (karena belum ada pengakuan sah dari negara kolektivistik) yang
dilakukan secara terang-terangan.
9. What relationship exists between verbal
communication styles and cultural values? Are some of the styles more likely to
be favored by members of individualistic cultures? or by members of
collectivistic cultures? Why?
(Apa hubungan antara gaya komunikasi verbal dengan
nila-nilai budaya? Apakah beberapa gaya cenderung lebih disukai oleh anggota
budaya individualistik? Atau oleh anggota budaya kolektivistik? Mengapa?
Answer:
Hubungan antara
gaya komunikasi verbal dengan nilai-nilai budaya adalah menentukan, apakah
budaya tersebut bersifat individualistik ataupun kolektivistik. Gaya komunikasi
yang bersifat tersurat (langsung) lebik disukai anggota budaya individualisik, karena
kondisi masyarakatnya yang majemuk. Seperti negara Yunani, Latin, Italia,
Inggris, Perancis, Amerika Utara, Skadinavia, Jerman, Swis dan negara-negara
barat lainnya. Sementara, gaya komunikasi yang bersifat tersirat (tidak
langsung) lebih disukai oleh anggota budaya kolektivistik, karena biasanya
berlaku pada negara yang masyarakatnya homogen. Seperti negara Jepang, Cina,
Korea, Afrika-Amerika, Amerika (Pribumi), Arab dan negara-negara timur/Asia
kebanyakan.
10. How might the differing worldviews of diverse cultures
present challenges for intercultural communication?
(Bagaimana pandangan dunia yang berbeda dari beragam
budaya, menghadirkan tantangan komunikasi antarbudaya?
Answer:
Pandangan
dunia yang berbeda jelas menghadirkan tantangan komunikasi antarbudaya, karena
masing-masing individu melihat budaya dengan cara yang tidak sama. Walhasil,
karena tidak mengenal keberagaman budaya tersebut dengan baik timbul lah
stereotip hingga prasangka. Untuk itu, kita perlu menambah wawasan dan
pengalaman dalam berkomunikasi antarbudaya. Sekaligus, mulai menghindari
perasaan superioritas dalam kepemilikan suatu budaya.
Meredam pandangan dunia yang salah kaprah, dapat
menjadikan kita sebagai komunikator budaya yang berkompeten, dan terciptalah
komunikasi antarbudaya yang efektif diantara orang-orang yang berbeda dengan
kita. Berarti, kita harus benar-benar memperbaiki persepsi kita tentang dunia.
Mari rubah persepsi dan redam prasangka, demi meminimalisir tantangan
komunikasi antarbudaya kedepannya. Peace! :)
Sekian
Komentar
Posting Komentar