MoU Antara Bawaslu dengan KPU, KPI dan Dewan Pers (Bag. 3)
MoU antara Bawaslu, KPU, KPI dan Dewan Pers ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan dan ruang yang sama kepada pasangan calon dalam masa kampanye. Gugus Tugas ini sendiri dilandasi oleh MoU antara Bawaslu, KPU, KPI dan Dewan Pers tanggal 12 Agustus 2020.
Peran pengawasan media dalam Pilkada itu penting, karena lembaga penyiaran sebagai sarana komunikasi terhadap publik yang aman dan kredibel. Sehingga, dalam Pilkada ini kita berharap pihak penyelenggara dapat lebih memprioritaskan lembaga penyiaran lokal dalam menyampaikan pesan Pilkada 2020. Sehingga memberikan keadilan dan pemberian kesempatan yang sama.
Gugus tugas pengawasan kampanye pilkada tahun 2020 ini merupakan wadah koordinasi empat lembaga, yaitu: Bawaslu, KPU, KPI dan Dewan Pers untuk bersama-sama mengawasi dan memantau pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye melalui lembaga penyiaran.
Untuk regulasi terkait MoU Pengawasan Kampanye Pilkada merujuk pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan terkait, sebagai berikut:
a.
Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
b.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
c.
Kode Etik
Jurnalistik;
d.
P3SPS Tahun
2012
e.
PKPU Nomor
13 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak dalam Kondisi Bencana
NonAlam Covid-19;
f.
PKPU No. 11
Tahun 2020 tentang Kampanye Pilkada Serentak Tahun 2020.
Selain
itu, integritas lembaga penyiaran menjadi salah satu faktor
tingginya tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada. Hal ini merujuk pada teori
Shoemaker dan Reese (1996), bahwa terdapat 5 level hierarki yang memengaruhi
isi media, yaitu: individu pekerja media, rutinitas media, organisasi media,
ekstra media, dan ideologi media.
Terakhir, pentingnya menerapkan P3SPS. Beberapa peraturan yang diatur di
dalamnya, seperti:
a.
Program
siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga
penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya (Pasal 11 P3);
b.
Lembaga
penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain:
berimbang dan adil, serta tidak berpihak (Pasal 22 P3 dan Pasal 40 SPS).
c.
Lembaga
penyiaran wajib menjaga independensi dalam proses produksi program siaran
jurnalistik untuk tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal,
termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran (Pasal 22 ayat [5] P3).
Jangan
pula aturan yang ada tidak tersosialisasikan dengan baik, mengakibatkan lembaga
penyiaran takut untuk menyiarkan informasi tentang pilkada. Hal ini tentu yang
dirugikan adalah publik atau masyarakat sendiri, karena tidak mendapatkan
informasi yang utuh tentang kandidat peserta pilkada yang akan dipilih’.
Komentar
Posting Komentar