BELAJAR #DIRUMAHAJA DENGAN RADIO
Okezone News |
Saya
pikir, radio merupakan alternatif lain yang dapat digunakan orangtua sebagai
sarana pembelajaran bagi anak. Selain karena siarannya cukup memperhatikan
perlindungan terhadap anak dan remaja, radio juga menghadirkan narasumber yang
kompeten dan tepercaya di bidangnya. Seperti guru salah satu mata pelajaran
yang dapat membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Keberadaan radio
sebagai media komunikasi massa dengar juga tidak mengganggu aktivitas siswa
dalam belajar, namun mereka tetap dapat menerima informasi dalam bentuk suara.
Sejauh
pemantauan penulis juga, radio telah memenuhi peraturan klasifikasi R (Remaja),
yaitu berisikan nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan penumbuhan
rasa ingin tahu remaja. Hal ini peneliti dengar dari cukup antusiasnya remaja
SMA mengikuti program siaran terkait, di salah satu salah satu radio pemerintah
segmentasi anak muda. Artinya radio cukup efektif secara kognitif sebagai sarana
pembelajaran luring (luar jaringan) di masa kritis pandemic global virus corona (Covid-19).
Menghadirkan Hiburan
yang Sehat
Radio
juga masih menghadirkan hiburan yang sehat, seperti membahas profil seorang
tokoh atau public figure dari sisi
jatuh-bangun mereka. Poin ini berkesesuaian dengan Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Penyiaran yang berbunyi, “Penyiaran
sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial”. Namun, penyiar
radio harus tetap selektif terhadap lagu yang diputarnya, sebab ada beberapa
lagu terutama lagu asing yang memuat diksi kasar seperti motherfucker yang berarti keparat.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa keparat berarti bangsat,
jahanam, terkutuk (kata makian). Jika pun ada, ungkapan kasar dan makian hanya
diatur dalam Pasal 24 SPS yang masih bersifat program siaran secara umum. Hanya
saja kelemahan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)
ialah kata kasar/makian dalam lagu belum diatur. P3SPS Tahun 2012 baru mengatur
muatan seks dalam lagu dan klip video, terutama pada Pasal 20 SPS.
Banyak Menyiarkan Iklan
Layanan Masyarakat
Siaran
iklan itu terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat
(ILM). Oleh karena itu, menurut pendengaran penulis lembaga penyiaran jasa
radio telah menyediakan waktu secara proporsional untuk siaran ILM. Memang dalam
UU Penyiaran disebutkan, bahwa waktu siaran ILM untuk Lembaga Penyiaran Publik
paling sedikit 30% dari siaran iklannya. Di saat sulit seperti sekarang ini,
radio lewat ILM-nya cukup masif dalam memasyarakatkan gagasan dan/atau
pesan-pesan terkait menerapkan pola hidup sehat untuk menghindari dan mencegah
penularan virus corona.
Ada
beberapa ILM sejauh ini yang saya pantau di salah satu radio pemerintah
segmentasi remaja, seperti: hotline yang
dapat dihubungi terkait virus corona, tetap tenang dan waspada terkait virus
corona, menggunakan gawai secara bijak ketika berkumpul (tidak anti sosial),
revolusi mental, body shaming,
menggunakan helm SNI saat berkendara, menggunakan lampu sein saat berkendara,
kiat-kiat mencegah tertular dan menyebarkan virus corona, Pancasila sebagai
pohon bangsa, praktik mengonsumsi hewan liar (kelelawar –red) berbahaya bagi
kesehatan, menggunakan masker/penutup mulut/sapu tangan saat bersin, dan hemat
listrik.
ILM
terkait body shaming itu sendiri
dimaksudkan agar masyarakat memperhatikan dan melindungi hak dan kepentingan
orang dan/atau kelompok dengan kondisi fisik tertentu, seperti: gemuk, ceking,
cebol, bibir sumbing, hidung pesek, memiliki gigi tonggos, mata juling dan
sebagainya. Ada beberapa kutipan menarik terkait body shaming yang saya kutip dari film IMPERFECT, seperti “Mencintai
ketidaksempurnaan itu enggak apa-apa” (Rara); “Teman yang baik mengenal kita sesungguhnya”; “Cantik itu belum tentu bahagia”; “Timbangan itu menunjukkan angka bukan nilai (Rara); dan “Kita enggak perlu sempurna untuk dapat
bahagia” (Rara). Sekian.
Komentar
Posting Komentar