MENJAGA INDEPENDENSI LEMBAGA PENYIARAN DI MASA PRA-KAMPANYE
sumber: alinea.id |
Kampanye di media elektronik memang baru
akan dimulai pada tanggal 22 November sampai dengan tanggal 5 Desember mendatang
(14 hari –red). Hal ini sesuai dengan tahapan pelaksanaan kampanye berdasarkan
PKPU RI No. 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada
Tahun 2020. Meski masih menghitung bulan, profesionalisme dan kredibilitas lembaga
penyiaran jangan sampai tercemar! Lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi milik
publik (public sphere) harus bersih dari
polusi yang akan menyebabkan kekeruhan pada layar kaca kita, bahkan sebelum
masa kampanye dimulai! Musabab, spektrum frekuensi radio yang digunakan oleh
lembaga penyiaran merupakan Sumber Daya Alam terbatas, dan merupakan kekayaan nasional
yang harus dijaga dan dilindungi oleh Negara, serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 (Pasal 6
ayat 2 UU Penyiaran).
Merujuk pada PKPU Nomor 4 Tahun 2017, maka
kampanye adalah kegiatan menawarkan visi, misi, program Pasangan Calon dan/atau
informasi lainnya yang bertujuan untuk mengenalkan atau meyakinkan Pemilih. PKPU
ini memang masih digunakan, karena sampai dengan tulisan ini rampung, PKPU ini masih
belum direvisi, dan sebagaimana kita tahu, PKPU ini masih belum mengatur tentang
Kampanye Pilkada di era tatanan kehidupan normal baru (new normal). Nanun, Pasal 98 PKPU No. 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana NonAlam Corona Virus Disease menyebut, pada saat Peraturan Komisi ini mulai
berlaku: PKPU No. 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada dinyatakan masih tetap berlaku.
Dalam Pilkada, peran lembaga penyiaran setidaknya
meliputi tiga aspek, yaitu Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye. Pemberitaan
dan Penyiaran Kampanye adalah penyampaian berita atau informasi yang dilakukan
oleh media massa elektronik di lembaga penyiaran mengenai Pasangan Calon
dan/atau kegiatan Kampanye. Pemberitaan dapat berupa liputan kampanye ataupun
program khusus terkait, sementara penyiaran dapat berupa program dialog, debat
peserta pemilu dan/atau jajak pendapat. Adapun Iklan Kampanye adalah
penyampaian pesan Kampanye melalui media elektronik, yang dimaksudkan untuk
memperkenalkan Pasangan Calon atau meyakinkan Pemilih untuk memberikan dukungan
kepada Pasangan Calon, baik yang difasilitasi oleh KPU Kabupaten/Kota yang
bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, ataupun secara mandiri
oleh Pasangan Calon. Di mana jumlah penayangan/spot dan durasi iklan kampanye
keduanya akan diatur lebih lanjut dalam revisi PKPU No. 4 Tahun 2017.
Implementasi ketiganya melalui lembaga
penyiaran, baik jasa televisi maupun radio, baik lembaga penyiaran swasta
lokal, publik lokal maupun berjaringan (SSJ) haruslah senafas dengan nilai
idealitas dua asas yang dianut dalam penyelenggaraan Pilkada, yaitu jujur dan
adil (jurdil –red). Oleh karena itu, rasionalitas publik dan tingginya partisipasi
masyarakat dalam menentukan pilihan mereka mesti dibangun melalui pemenuhan
informasi yang akurat dan berimbang. Singkatnya, knowledge to elevate!
Permasalahan
Namun, terdapat sejumlah permasalahan
yang kerap kita temui di lapangan, terkait dengan ketiga aspek penyiaran Kampanye
Pilkada di atas. Seperti keberimbangan dalam pemberitaan, pemblokiran segmen (blocking segment) dan/atau pemblokiran
waktu (blocking time) oleh Pasangan
Calon tertentu. Hal semacam ini memanglah tidak dapat dipungkiri, apabila kita
merujuk pada dua level hierarki pengaruh isi media karya Shoemaker dan Reese
(1996). Di mana level organisasi media (internal) seperti ‘pakem-pakem take it or leave it’, dan ekstra media
(eksternal) seperti sumber penghasilan dan afiliasi politik para pemodalnya
turut memengaruhi isi tayangan suatu pemberitaan.
Memang, pengaruh di sini tidak akan
selamanya berkonotasi negatif, sebab terdapat pula lembaga penyiaran yang
memberikan dampak positif di tengah masyarakat, meski jelas berafiliasi
terhadap suatu ideologi tertentu. Hanya saja terkait dengan kampanye Pilkada,
penulis sekadar ingin mengajak lembaga penyiaran untuk tetap menomorsatukan
kepentingan publik (public oriented).
Sehingga, lembaga penyiaran tidak akan pernah abai kepada prinsip-prinsip
jurnalistik yang memang seharusnya selalu dijunjung tinggi. Penulis yakin dan
percaya, lembaga penyiaran mampu menyemarakkan Pilkada Serentak Lanjutan pada tahun
ini, meski di tengah pandemi, dengan tetap mengedepankan jurnalisme yang
beralaskan pada proporsionalitas, akurasi, serta tidak memasukkan opini pribadi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 dan 35 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), serta
Pasal 40 Standar Program Siaran (SPS).
Sementara itu, permasalahan yang berkaitan
dengan penyiaran dan Iklan Kampanye adalah penayangan iklan di luar jadwal,
bahkan di masa tenang; serta perbedaan frekuensi tayangan iklan di antara para
peserta. Memang berdasarkan aduan lembaga penyiaran di daerah, jumlah spot
iklan yang disedikan masih terlalu terbatas, sehingga menimbulkan kecemburuan
antar lembaga penyiaran. Terutama antara lembaga penyiaran yang berizin dan
tidak berizin. Untuk itu, Penulis berharap KPU Kabupaten/Kota hanya akan
memberikan ‘kue’ Iklan Kampanye kepada lembaga penyiaran yang legal secara hukum,
berdasarkan rekomendasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara
(KPID-SU).
Solusi
Untuk itu, KPID-SU baru-baru ini telah
melaksanakan Gugus Tugas Pengawasan Siaran, Pemantauan Pemberitaan dan Iklan
Kampanye di sejumlah Lembaga Penyiaran. Dalam rangka agar Pilkada Serentak
Tahun 2020 ini, tidak terkesan dihegemoni oleh Pasangan Calon atau kelompok
tertentu (Pasal 11 ayat 1 dan 2 SPS). Di sini, letak pengawasan secara masif
dilakukan oleh KPID-SU dalam memperhatikan tayangan ataupun siaran di media
elektronik konvensional yang kurang sesuai standar. Sehingga, nantinya akan
diberikan sanksi bagi lembaga penyiaran yang melanggar, sesuai dengan wewenang
yang berlaku dan mekanisme yang ada.
Pelaksanaan Gugus Tugas ini sendiri
berdasarkan MoU antara Bawaslu, KPU,
KPI dan Dewan Pers di tingkat Pusat tertanggal 12 Agustus 2020, serta Surat
Tugas Ketua KPID-SU di tanggal yang sama. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komisioner
KPID-SU kerap mengimbau kepada sejumlah lembaga penyiaran yang dikujungi, untuk
senantiasa mematuhi Surat Edaran KPID-SU Nomor 480/200/KPID-SU/VIII/2020 yang
berisikan tiga poin, sebagai berikut: 1) Mematuhi UU Penyiaran dan P3SPS KPI
Tahun 2012; 2) Mematuhi PKPU No. 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada, beserta
perubahannya; dan 3) Menerapkan secara ketat Protokol Kesehatan ketika meliput
dan/atau melakukan aktivitas penyiaran yang berkenaan dengan Pilkada. Sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam rangka
memutus mata rantai penyebaran Virus Corona di kalangan SDM Penyiaran.
For Your Information, KPID-SU sendiri untuk saat ini telah mengunjungi sejumlah lembaga penyiaran, seperti di Asahan-Tanjung Balai (9-11/8/20), Siantar-Simalungun (13-15/8/20), dan Labuhanbatu sekitarnya (18-20/8/20). Ke depan, KPID-SU juga akan mengunjungi sejumlah lembaga penyiaran yang terdaftar ke dalam 23 Kabupaten/Kota lainnya yang menyelenggarakan Pilkada Serentak di Sumatera Utara. Walakhir, jelas peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, dimaksudkan agar setiap kandidat mendapatkan kesempatan dan ruang yang sama.
Komentar
Posting Komentar