PEMANFAATAN FREKUENSI SARAT KEPENTINGAN
www.kpi.go.id |
Frekuensi yang seharusnya dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dengan kata lain,
pengaturan tersebut ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan
kemakmuran publik yang luas, bukan perorangan atau kelompok. Namun, realitasnya
menunjukkan, data dari Adstensity terhitung dari November 2015 hingga Januari 2016,
iklan partai Perindo di MNC Group mencapai 1918 kali. Rincian iklan
tersebut yakni RCTI (648 kali), MNC TV
(630 kali) dan Global TV (640 kali). Berdasarkan perhitungan Adstensity tersebut, uang yang harus
dikeluarkan untuk mempromosikan partainya itu berkisar Rp 132 miliar. Nilai
tersebut tentu saja tergolong mahal untuk sebuah promosi di televisi dalam
waktu relatif hanya untuk tiga bulan. Namun berhubung Hary Tanoe adalah bos MNC Group,
maka ceritanya akan lain. Begitupula data dari Adstensity selanjutnya, terhitung dari
13 April hingga 12 Mei 2017, jumlah slot iklan Partai Perindo mencapai 653
kali. Jika dirinci lebih detail, 213 muncul di RCTI, 220 di MNC TV dan 220 di Global TV. Iklan Mars Perindo masih kerap disisipkan pada
acara-acara yang strategis dan be-rating tinggi,
seperti: Gosip Go-Spot, Dahsyat (kini tidak tayang lagi/diberhentikan
sementara penayangannya oleh KPI Pusat sumber: www.kpi.go.id), FTV Pagi, FTV Siang, Preman Pensiun, Sinetron Anak
Jalanan (kini Anak Langit), Tukang Bubur Naik Haji (kini sudah tamat), Tukang
Ojek Pengkolan, Roman Picisan/RCTI,
Kaulah Takdirku/MNC TV, Layar Spesial (Big Movies), Liga
Inggris, Upin dan Ipin serta Naruto Shippuden/Global TV. Jika
dikalkulasikan kedalam rupiah, maka HT harus merogoh kocek hingga Rp. 61 Milyar (tirto.id).
Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Dewi
Setyarini menjelaskan, berdasarkan pantauan KPI dalam kurun waktu tahun 2016
hingga tahun 2017 terdapat beberapa Lembaga Penyiaran yang sangat gencar
menayangkan iklan terkait politik, maupun mars/himne politik. Dari sampel
tayangan yang diolah KPI pada tahun 2016, mars atau himne politik tersebut
tayang rata-rata 6 sampai 9 kali dalam sehari dengan durasi sekitar 60 detik. “Seringnya iklan terkait partai politik
tersebut tayang di media penyiaran yang pemiliknya berafiliasi langsung dengan
pimpinan partai politik yang beriklan, telah menimbulkan keresahan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan melalui berbagai jalur pengaduan ke KPI dengan meminta
agar tayangan iklan partai politik dihentikan. Data di KPI menunjukkan antara
Juli hingga November 2016 saja terdapat sekitar 108 pengaduan yang disampaikan
baik melalui twitter, facebook, email, maupun SMS,” ujar Dewi sebagaimana
dikutip dari www.kpi.go.id.
Salah satu bentuk aduan tersebut adalah keluhan dari
banyak orangtua yang gelisah melihat anak-anaknya hafal diluar kepala lirik
Mars Perindo. Menurut Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas Anak) Samsul Ridwan (sebagaimana dikutip dari tirto.id), apa yang dilakukan Perindo cenderung mendorong dan
melibatkan anak-anak telibat dalam kegiatan politik. Jika terbukti melakukan
penggiringan, maka hal ini sudah bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Walhasil
pada 10 Mei 2017, KPI pun menjatuhkan sanksi teguran tertulis pada 4 TV HT (RCTI, GTV, MNC TV, iNews
TV), karena dinilai melanggar Pasal
11 ayat (2) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Pasal 11 ayat (1) Standar
Program Siaran (SPS); serta Pasal 36 ayat (4) UU 32/2002 terkait independensi
dan netralitas isi siaran. Bahkan, Hardly Stefano Koordinator Bidang Pengawasan
Isi Siaran KPI mengancam akan merekomendasikan pencabutan Izin Penyelenggaraan
Penyiaran (IPP) kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo),
jika MNC Group kembali berulah. Begitupula halnya dengan Wakil Ketua Komisi
I DPR RI, Meutya Hafid, yang meminta Kemkominfo serta KPI untuk mengevaluasi
ulang izin televisi yang menayangkan iklan Partai Perindo secara berlebihan,
dan tidak mengindahkan surat teguran tertulis KPI.
Komentar
Posting Komentar