FERDIAN PALEKA DAN MASIH BURUKNYA KONTEN YOUTUBE KITA
sumber: www.google.co.id. |
Kasus video prank (gurauan) bingkisan sampah milik YouTuber Ferdian Paleka kembali menyentak perasaan kita, bahwa
konten YouTube belum benar-benar
menyajikan hiburan yang sehat. Padahal, menurut saya sebagai sebuah platform media penyiaran over the top, YouTube harus tetap
memberikan hiburan yang sehat. Jadi, pada prinsipnya sama dengan media
penyiaran konvensional seperti tv dan radio, yaitu jangan sampai lantaran
terlampau berorientasi pada profit (keuntungan) berupa tingginya traffic pengunjung dan masuknya iklan,
mengakibatkan si pemilik akun abai terhadap kemaslahatan pengguna You Tube yang menontonnya.
Ingat, video tersebut tetap memberikan
pengaruh yang buruk bagi para penontonnya dalam skala yang paling moderat.
Terutama terhadap anak-anak dan remaja yang juga memiliki tingkat peniruan yang
masih sangat tinggi. Jangan sampai demi eksistensi dan demi sebuah konten, kita
mengabaikan norma-norma agama dan sosial yang berlaku di tengah masyarakat kita.
Saya pikir, kita perlu merumuskan aturan yang
adil dalam media penyiaran baru ini, seiring dengan perkembangan era digital
seperti sekarang ini. Sehingga, mekanisme pelanggaran yang terjadi tidak hanya
berbasis pelaporan pidana UU ITE kepada pihak berwajib. Melainkan juga para
pemilik akun juga memiliki semacam buku putih tentang apa yang boleh dan tidak
boleh untuk di-publish. Sehingga,
mekanisme semacam ini yang lebih dikedepankan dalam mem-publish suatu konten, yakni kesadaran diri sendiri para pemilik
akun untuk mencegah dari menyebarkan konten-konten yang tidak berfaedah.
Setidaknya ada beberapa pelanggaran isi
siaran yang kerap kali saya temu di YouTube,
seperti:
a.
muatan
siaran terkait judi
muatan
semacam ini seyogyanya dibatasi dan hanya bisa diakses oleh orang dewasa
sebagai suatu hal yang dilarang. Sebagai suatu aktivitas kriminal yang
berpotensi melanggar hukum yang berlaku di negara Indonesia.
b.
tidak
memberikan perlindungan kepada orang dan kelompok masyarakat tertentu
sebagaimana
kita ketahui, video prank bagi-bagi
sembako berisi sampah tersebut ditujukan kepada kaum transpuan (orang dan/atau
kelompok dengan orientasi seks dan identitas gender tertentu). Sangat
menyesakkan memang atas apa yang telah dilakukan oleh Ferdian Paleka itu.
Namun, ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama bagi para content creator untuk tidak menyajikan
suatu tayangan yang bertujuan untuk menertawakan, merendahkan dan/atau menghina
kaum marginal tersebut, sebab tayangan yang bermaksud sebagai suatu candaan itu
sungguh tidaklah lucu, dan malah sangat menyakitkan bagi para korbannya.
c.
muatan
seksual
saya juga
banyak menemukan muatan siaran terkait dengan seksualitas. Sayangnya muatan
yang dimaksud bukan sebagai sarana untuk edukasi, melainkan sebagai ajang eksploitasi
terutama bagi kaum perempuan.
Miris
memang, di era kesetaraan gender saat ini, beberapa oknum perempuan kembali
menurunkan strata sosial mereka di dunia maya yang juga memang sudah sangat
patriarkal. Seperti masih banyak tayangan yang saya lihat mengesankan
ketelanjangan dan mengesankan aktivitas seksual (persenggamaan) seperti
mendesah. Bahkan, beberapa tayangan juga saya temukan menampilkan ciuman mulut
(oral) secara terang-terangan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah umur.
Begitupula
dengan video-video dari aplikasi seperti TikTok
ataupun Bigo yang kembali diunggah ke
YouTube. Banyak dari
tayangan-tayangan tersebut yang saya perhatikan mengeksploitasi secara langsung
tubuh perempuan, seperti bokong dan payudara mereka secara close up. Bahkan, beberapa diantara tarian erotis sebagai daya
tarik seksual tersebut malah dilakukan oleh perempuan-perempuan yang berjilbab.
Jelas sangat bertentangan dengan pakaian mereka yang sejatinya bertujuan untuk
menutup aurat, dan bukan malah mengumbar aurat. Sungguh paradoks sekali hanya
demi viral semata.
d.
muatan
terkait hak privasi
menurut
saya, hak privasi adalah hak atas kehidupan pribadi dari ruang pribadi yang
tidak berkaitan dengan kepentingan publik. Hanya saja berdasarkan pengamatan
saya, konten semacam ini cukup banyak mengotori ruang YouTube kita, seperti kasus ikan asin yang sempat viral dulunya.
Dalam kasus
tersebut, Rey Utami tersangka si pemilik akun bertanya soal urusan ranjang tersangka
Galih Ginanjar dengan mantan istri Fairuz A Rafiq (korban). Urusan ranjang
jelas merupakan permasalahan kehidupan pribadi yang tidak boleh menjadi materi
yang ditampilkan/disajikan dalam seluruh isi mata acara. Apalagi, dengan
mengatakan organ intim mantan istrinya itu bau ‘ikan asin’. Jelas mencemarkan
nama baik dan harga diri korban, dan jelas merupakan permasalahan hukum pidana.
Sehingga para tersangka diantaranya Pablo Benua dituntut oleh Jaksa Penuntut
Umum 2,5 tahun, Rey Utami 2 tahun dan Galih Ginanjar 3,5 tahun. Pada sidang
terakhir, mereka akan segera mendapatkan vonis hakim.
e.
menampilkan
makian dan kata-kata kasar
saya
seringkali mendengar hampir rata-rata para pemilik akun mengeluarkan kata-kata
jorok dan penuh makian, seperti anj*ng, what
the f*ck, mother f*cker dan
sebagainya. Tentu kata-kata semacam ini tidak ramah bagi telinga, dan tidak
baik dalam pergaulan kita sehari-hari.
Oleh karena itu, tampaknya pengawasan terhadap konten YouTube wajib menjadi perhatian kita bersama, sehingga tidak terus-menerus disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan hanya ingin mendulang eksistensi dan keuntungan semata. Wacana ini perlu kiranya ditimbulkan kembali ke permukaan, seperti: siapa yang akan mengawasi dan bagaimana sistem pengawasannya, sehingga ke depannya tayangan YouTube kita benar-benar hanya akan menyajikan sesuatu yang informatif, mendidik, hiburan yang sehat dan kontrol serta perekat sosial lewat isu-isu yang kredibel anti-hoaks. Sekian.
Komentar
Posting Komentar