Konteks Masalah Putusan PTUN Nomor: 109/G/2017/PTUN-JKT

sumber: www.kpi.go.id


Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Utara Nomor: 109/G/2017/PTUN-JKT terkait pembatalan larangan iklan politik diluar masa kampanye disesalkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Karena putusan itu dianggap menghambat sikap dan perjuangan mereka dalam meminimalisir kekeruhan layar kaca dari kepentingan politik. Apalagi, pengawasan isi siaran merupakan tugas dan ranah mereka. Pasal 8 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU 32/2002) menyebutkan, “Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang: c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.”; dan Pasal 50 ayat (1) UU 32/2002 yang menyebutkan, “KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran”.
Menurut KPI, sebelum dikeluarkannya Surat Edaran yang dimaksud, KPI telah lebih dulu melakukan berbagai upaya, seperti: klarifikasi terhadap Lembaga Penyiaran (LP) yang menayangkan iklan dan atau mars/himne partai politik; hingga menerbitkan surat teguran tertulis pertama kepada LP tersebut untuk menghentikan penayangan iklan atau mars/himne terkait partai politik. Namun demikian, beberapa LP ‘mbandel’ dengan tetap menayangkan iklan dan atau mars/himne tersebut. Pun menurut KPI, Surat Edaran itu hanya ditujukan kepada LP yang menjadi locus pengawasannya, dan bukan ditujukan kepada partai politik. Sehingga, KPI beranggapan gugatan yang dilayangkan Partai Berkarya serta Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P3I) salah alamat.

sumber: www.kompas.com.

Disisi lain, bak gayung bersambut, putusan PTUN yang memenangkan gugatan para Penggugat disambut dengan sukacita oleh mereka. Bahkan, salah satu partai politik yang terkenal masif (pagi, siang dan malam) menayangkan iklan politiknya diluar masa kampanye gegap gempita, dan mengapresiasi, serta tidak heran dengan putusan Hakim tersebut. Seperti Ketua Bidang Media Partai Perindo, Arya Sinulingga yang menyatakan iklan di televisi merupakan kebutuhan yang tidak bisa dielakkan bagi sebuah partai baru.
Satu hal wajar bagi partai baru untuk beriklan. Ini, kan, seperti produk. Kalau produk baru tidak ada iklannya siapa yang mau beli? Partai baru cenderung belum dikenal publik. Berbeda dengan partai lama seperti PDIP dan Golkar yang telah dikenal luas oleh masyarakat, sehingga tidak perlu lagi beriklan di televisi. Secara usia kami sudah kalah. Golkar itu sejak Orba, kami baru 3 tahun. Wajar kami mengejar kekalahan itu dari iklan.’
Kaderisasi tidak mungkin dilakukan apabila sebuah partai tidak dikenal oleh publik. Salah satunya Partai Berkarya yang menjadi penggugat Surat Edaran KPI itu. Karena kalau tidak beriklan, Indonesia itu luas. Bagaimana kami bisa menjangkaunya? Jadi, strategi iklan itu bagian dari membesarkan partai. Strategi membangun kader.’
Sesuai dengan UU Pemilu kan jelas, sebenarnya bahwa kampanye dihitung dimulai sejak partai-partai tersebut dihitung sebagai peserta pemilu tahun 2019. Acuannya itu. Jadi, kalau belum sebagai peserta pemilu dia enggak terikat dengan UU Pemilu. Selain itu sampai saat ini, belum ada bukti dari KPI terkait ketimpangan kampanye di televisi oleh-media-media di Indonesia. Kecuali KPI bisa membuktikan ada diskriminasi. Kalau ada bukti, kami yang hanya bisa beriklan di MNC. Kan ini enggak. Karena semua partai boleh beriklan di MNC,” kata Arya sebagaimana dikutip dari Tirto.id (15/10/2017).      
sumber: tirto.id.

Data dari Adstensity terhitung dari November 2015 hingga Januari 2016, iklan partai Perindo di MNC Group mencapai 1918 kali. Rincian iklan tersebut yakni RCTI (648 kali), MNCTV (630 kali) dan Global TV (640 kali). Berdasarkan perhitungan Adstensity, uang yang harus dikeluarkan untuk mempromosikan partainya itu berkisar Rp 132 milliar. Nilai tersebut tentu saja tergolong mahal untuk sebuah promosi di televisi dalam waktu relatif hanya untuk tiga bulan. Namun berhubung Hary Tanoe adalah bos MNC Group, maka ceritanya akan berbeda. Begitupula data dari Adstensity selanjutnya, terhitung dari 13 April hingga 12 Mei 2017, jumlah slot iklan Partai Perindo mencapai 653 kali. Jika dirinci lebih detail, 213 muncul di RCTI, 220 di MNC TV dan 220 di Global TV. Iklan Mars Perindo masih kerap disisipkan pada acara-acara yang strategis, dan be-rating tinggi, seperti: Gosip Go-Spot, Dahsyat (kini tidak tayang lagi), FTV Pagi, FTV Siang, Preman Pensiun, Sinetron Anak Jalanan (kini Anak Langit), Tukang Bubur Naik Haji (kini sudah tamat), Go BMX, Tukang Ojek Pengkolan, Roman Picisan/RCTI, Kaulah Takdirku/MNC, Layar Spesial (Big Movies). Liga Inggris, Upin dan Ipin serta Naruto Shippuden/Global TV. Jika dikalkulasikan kedalam rupiah, maka HT harus merogoh kocek hingga Rp. 61 Milyar (tirto.id).

sumber: www.kpi.go.id.

Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Dewi Setyarini menjelaskan, berdasarkan pantauan KPI dalam kurun waktu tahun 2016 hingga tahun 2017 terdapat beberapa LP yang sangat gencar menayangkan iklan terkait politik, maupun mars/himne politik. Dari sampel tayangan yang diolah KPI pada tahun 2016, mars atau himne politik tersebut tayang rata-rata 6 sampai 9 kali dalam sehari dengan durasi sekitar 60 detik.
Seringnya iklan terkait partai politik tersebut tayang di media penyiaran yang pemiliknya berafiliasi langsung dengan pimpinan partai politik yang beriklan, telah menimbulkan keresahan masyarakat. Hal tersebut disampaikan melalui berbagai jalur pengaduan ke KPI dengan meminta agar tayangan iklan partai politik dihentikan. “Data di KPI menunjukkan antara Juli hingga November 2016 saja terdapat sekitar 108 pengaduan yang disampaikan baik melalui twitter, facebook, email, maupun SMS,” ujar Dewi sebagaimana dikutip dari www.kpi.go.id.
Salah satu bentuk aduan tersebut adalah keluhan dari banyak orangtua yang gelisah melihat anak-anaknya hafal diluar kepala lirik mars Perindo. Menurut Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Samsul Ridwan (sebagaimana dikutip dari tirto.id), apa yang dilakukan Perindo cenderung mendorong dan melibatkan anak-anak telibat dalam kegiatan politik. Jika terbukti melakukan penggiringan, maka hal ini sudah bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.
“Anak ane umur 4 tahun kalau ada lagu ini di tv langsung ikut nyanyi biarpun cuma reff-nya doang sambil tangannya diangkat kayak konduktor lagi pimpin nyanyi,” keluh akun tulis Londogtewur. 
Akun bangfreeman pun ikut menimpali. “Kirain anak ane doang yang denger lagu ini gak mau ganti channel, ternyata yang lain juga sama. Anak ane umur tiga tahun. Ikut nyanyi walau cuma kata-kata di belakangnya aja. Kayaknya untuk 10 tahun yang akan datang atau kalau anak-anak kita sudah gede mereka pasti terhipnotis sama partai ini.”
“Tunggu aja 20 tahun lagi, kalo ada thread nostalgia anak-anak 2010-an barangkali ada yang menganggap lagu Perindo sebagai lagu masa kecil,” sindir akun Maryani secara jenaka.
Dari komentar netizen dalam artikel tirto.id dan komentar netizen di Youtube, Mars Perindo terbukti mampu menghipnotis anak-anak Indonesia. Mungkin HT tidak akan memetik hasilnya di 2019, tetapi di 2029 yakni ketika anak-anak batita-balita sekarang ini sudah memiliki hak pilih. Adapun, Maulana Bungaran, S.H., Kuasa Hukum Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, menyatakan putusan hakim sudah tepat, karena Surat Edaran tersebut bertentangan dengan hukum dan melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik. “Surat Edaran KPI merugikan klien, sebab surat tersebut membatasi partai melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Klien kami merasa dirugikan. KPI hanya berwenang mengatur konten yang bernilai SARA, pornografi, kekerasan. Terbitnya Surat Edaran yang menjadi objek sengketa tersebut melampaui wewenang KPI. Sebab, tidak ada koordinasi dengan lembaga penyelenggara pemilu, misal KPU atau Bawaslu. Oleh karena itu, KPI dalam menerbitkan objek sengketa telah melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik,” katanya sebagaimana dikutip dari tirto.id.
Pada kesimpulannya, putusan Majelis Hakim tertanggal 3 Oktober 2017 itu mengabulkan seluruh gugatan Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P3I). Mulai dari menyatakan tidak sah Surat Edaran KPI No: 225/K/KPI/31.2/04/2017 tanggal 21 April 2017; mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Edaran; dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 242.000,- (Dua Ratus Empat Puluh Dua Ribu Rupiah). KPI pun resmi mengajukan banding pada 13 Oktober 2017 (minus 14 hari pasca putusan). Alasan diajukannya banding adalah pasca putusan tersebut, mars partai tertentu kembali muncul dan mengundang protes dari banyak pihak, serta putusan hakim PTUN yang belum berkekuatan hukum tetap. Namun, hingga makalah ini diselesaikan, kami belum mengetahui secara pasti, apakah proses banding sudah atau tengah berjalan. Tidak ada pemberitaan spesifik mengenai hal itu.
Kedua partai tersebut dalam sengketa ini memberi kuasa kepada para pengacara dari Munathsir Mustaman & Partners yang terdiri dari Munathsir Mustaman, S.H., Agus Priyono, S.H., M. Maulana Bungaran, S.H. dan Galih Insan Jurito, S.H., untuk selanjutnya disebut sebagai PARA PENGGUGAT. Para Penggugat telah mengajukan Gugatan terhadap Tergugat, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, pada tanggal 22 Mei 2017, dibawah Register Perkara Nomor: 109/G/2017/PTUN-JKT.

Komentar

Postingan Populer