PERAN STRATEGIS KPI DALAM PEMILU

Sumber: www.kpi.go.id

KPI memiliki peranan yang strategis dalam setiap ajang pemilihan umum, baik itu pilpres, pileg maupun pilkada. Agar masyarakat tetap mendapatkan proporsi iklan kampanye partai politik yang adil dan berimbang, maka KPI dalam hal ini mengatur Lembaga Penyiaran. Bukan sebagai bentuk sok sok-an atau petantang-petentengan. Kampanye di Lembaga penyiaran diatur, agar setiap partai politik mendapatkan kesempatan dan ruang yang sama dalam beriklan. Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia Nomor: 225/K/KPI/31.2/04/2017 pun adalah bentuk pengejawantahan KPI untuk turut serta menegakkan azas pemilu yang luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil). Tanpa harus ada Lembaga Penyiaran yang ‘curi-curi start’ kampanye, ataupun memonopoli Lembaga Penyiaran tertentu untuk mengiklankan partai tuannya secara masif. Sebab tindakan-tindakan nyeleneh semacam ini, selain membuat gerah juga telah mengkhianati dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat, sebagaimana tertuang dalam UU Penyiaran, yaitu:
1.     Diversity of Content (prinsip keberagaman isi)
Yaitu tersedianya informasi yang beragam bagi publik. Tidak melulu mars iklan kampanye partai politik tertentu saja, hingga anak-anak hafal diluar kepala. Apalagi anak-anak masih memiliki tingkat imitasi (peniruan) yang cukup tinggi baik secara pola pikir (level kognitif), perasaan (afektif), dan/atau perilaku (behavioral)-nya.
2.     Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).
Yaitu jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang/lembaga saja, apalagi cenderung memanfaatkannya untuk kepentingan-kepentingan politik tertentu. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi independensi media. Terutama bila itu menyangkut iklan kampanye penguasa ataupun pemilik media-nya sendiri. Antitesa kami adalah media yang terlalu ‘membebek’ terhadap penguasa dan kepentingan para pemilik modalnya, hanya akan menyisakan antipati khalayak terhadap media tersebut.
Kedua prinsip di atas menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan dan dikeluarkan oleh KPI. Lagipun, Lembaga Penyiaran menggunakan frekuensi untuk bersiaran, dan frekuensi adalah sumber daya alam terbatas yang dimiliki negara, dan dipinjamkan kepada Lembaga Penyiaran untuk sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat (tanpa melupakan fungsi ekonominya –red). Tentu, hal ini dimaksudkan untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi iklan kampanye politik dan lebih fairplay terhadap partai politik lainnya[1]. Oleh karena itu, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018, Pasal 38 ayat 1, 2 dan 3 menyebutkan bahwa fasilitasi iklan kampanye oleh KPU dengan materi iklan kampanye dari peserta pemilu. Begitupula peraturan-peraturan KPI lainnya, yang pada intinya menurut kami tidak pernah melarang iklan kampanye partai politik, sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan masih didalam masa kampanye.
Last but not least, Putusan Majelis Hakim PTUN No: 109/G/2017/PTUN-JKT semoga dapat menjadi evaluasi tersendiri bagi KPI, untuk dapat lebih koordinatif dan bekerjasama dalam mengeluarkan suatu keputusan. Agar kedepannya, komitmen antar penyelenggara pemilu dapat terjalin dengan lebih baik tanpa ada mis komunikasi, sesuai dengan tupoksinya masing-masing; KPU sebagai penyelenggara; Bawaslu sebagai lembaga pengawas peserta Pemilu; dan KPI sebagai Lembaga Negara Independen pengawas media penyiaran, menjatuhkan sanksi sesuai kewenangan yang dimilikinya, dan memberitahukannya kepada KPU untuk ditindaklanjuti. Sehingga kampanye yang dijalankan masing-masing partai politik bisa berintegritas, menciptakan suasana damai, dan meminimalisir kekeruhan layar kaca kita dari kepentingan politis semata. Teruntuk KPI tetap semangat mengawal media penyiaran kita!


[1] Berdasarkan hasil verifikasi KPU, terdapat 16 parpol yang akan berlaga secara nasional sebagai peserta pemilu 2019.

Komentar

Postingan Populer