APA ITU KOMODIFIKASI KHALAYAK??
www.google.co.id |
Komodifikasi
Khalayak adalah dimana media penyiaran
memproduksi konten siaran untuk mendapatkan banyak pemirsa, dan kemudian
menyerahkannya kepada pengiklan. Menurut komentator TV Jeff Greenfield
(dalam Biagi, 2010: 220), stasiun televisi dan penyiar tidak menghasilkan uang
dengan menayangkan siaran yang diputar. Hasil uang tersebut berasal dari
penjualan iklan pada saat siaran. Inti siaran tersebut adalah untuk meraup
penonton terbanyak. “Penting untuk
mengingat bahwa televisi komersial terutama ada sebagai media iklan. Acara
televisi dipenuhi oleh iklan, tetapi iklan itulah yang disampaikan kepada
penonton. Komersial diciptakan hanya untuk memberikan penonton kepada pemasang
iklan. Karena televisi mampu mengantar suatu pesan lebih banyak dan lebih cepat
dibandingkan melalui media lainnya, maka stasiun tv merupakan sarana media yang
paling mahal untuk menayangkan iklan“ (Biagi, 2010: 202).
Hasil skripsi penulis sebelumnya pun menunjukkan,
khalayak tvOne dijual kepada
pengiklan untuk mendapatkan keuntungan sampai bermiliar-miliar. Mengutip data
dari tirto.id, tvOne mendapatkan share hingga
5,68% pada salah satu sidang kasus pembunuhan Mirna. Singkatnya, yang terjadi adalah kerjasama yang saling
menguntungkan antara perusahaan media dan pengiklan. Maka, media membuat
program acara untuk menarik khalayak, dan perusahaan yang ingin mengakses
khalayak tersebut harus memberikan sejumlah uang kepada media terkait. Dalam siaran
langsung sidang kasus pembunuhan Mirna tersebut cukup berhasil menyita perhatian
pemirsa untuk terus mengikuti perkembangan kasusnya. Menurut Smythe (dalam
Mosco, 1996: 148), media massa terbentuk dari proses ‘penyerahan’ khalayak
kepada pengiklannya. Sebagaimana dikutip dari laman tirto.id:
Nuri, seorang ibu muda dari Bandung misalnya, mengaku tidak pernah absen
mengikuti kasus Jessica. Sejak bulan Juli lalu, rutin tiap hari Rabu atau Kamis
dia akan menyalakan TV sepanjang hari. Ini jadi sesuatu hal yang jarang dia
lakukan mengingat aktivitasnya yang padat sebagai peneliti bidang bioteknologi.
Dia tidak risih saat kegiatannya mengetik paper ditemani oleh ocehan-ocehan
Otto Hasibuan, “Kasus ini seru. Aku suka dengan teka-tekinya yang sampai
sekarang belum terungkap. Jadi penasaran aja ingin tahu siapa pembunuhnya,”
katanya dengan bangga.
Apa yang dilakukan Nuri tidak lah segila Yeni. Nenek berumur 60 tahun ini
selalu menyempatkan diri datang secara langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Padahal, rumahnya jauh di Citayam, Depok. Dari Citayam dia biasa
menumpang Commuter Line sampai Manggarai, lalu pindah kereta melanjutkan
perjalanan ke Kemayoran. Dengan penuh semangat dia bercerita: “Biasanya nonton
dulu di rumah sampai jam 12. Setelah masak baru berangkat ke sini. Aku ikuti
persidangan ini dari sidang ke-6. Diam di sini pun dari pagi sampai malam.”
Loyalitasnya pada persidangan ini hampir tak masuk akal. Pernah suatu ketika
sidang berakhir jam 10 malam, dan dia tetap setia menyimak di pengadilan.
“Sampai rumah jam 2, gila ya aku. Haha.”
Di pengadilan itu, ada Yeni-Yeni lain yang jumlahnya bisa mencapai
puluhan. Sorak-sorai penonton yang sering terdengar di televisi keluar dari
mulut-mulut mereka. Ketertarikan Nuri, Yeni dan jutaan pemirsa lain inilah yang
membuat KOMPAS TV, tvOne, dan iNews TV muncul bak pahlawan memberikan kesegaran
lewat tayangan panjang di persidangan.
Komentar
Posting Komentar