FMPPS HARUS JADI AGEN PERUBAHAN

dok. pribadi.

Forum Masyarakat Peduli Penyiaran Sehat (FMPPS) dapat menjadi agen perubahan. Perubahan tersebut meliputi tiga hal, yaitu menurunkan angka stunting; menggalakkan literasi digital di kalangan millenials dalam menggunakan media sosial; dan menggalakkan penayangan konten lokal di daerah. Ketiga hal tersebut dapat dilakukan FMPPS melalui lembaga penyiaran yang memiliki wilayah jangkauan di daerah.

Pertama, kita berharap FMPPS terus mengimbau masyarakat terkait pencegahan stunting melalui televisi dan radio, sehingga iklan layanan masyarakat tersebut dapat diterima secara serentak oleh kecamatan-kecamatan yang ada di daerah.

Kedua, kita berharap, FMPPS mau turun ke lapangan, dan menemui anak-anak muda untuk diperikan pengajaran terkait dengan literasi digital, sehingga anak-anak muda tersebut tidak salah kaprah dalam mengonsumsi suatu pemberitaan hoaks dan langsung menyebarkannya. Data hasil survei internal Diskominfo Provsu menunjukkan, saluran penyebaran berita hoax terbanyak ialah media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram sebesar 92,40% dan aplikasi chatting seperti WhatsApp, Line dan Telegram sebesar 62, 80%.

Data di atas menunjukkan, pemberitaan di media elektronik konvensional seperti televisi dan radio masih relatif lebih aman untuk dikonsumsi, sehingga masih menjadi rujukan utama bagi masyarakat untuk mengonfirmasi kebenaran atas suatu informasi, khususnya pada setiap kali pemilu tiba.

Anggota FMPPS kita harapkan dapat mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Baik itu melalui iklan layanan masyarakat maupun tatap muka (seminar –red). Apalagi, penyebaran hoax termasuk tindak pidana yang dapat dihukum enam tahun penjara, berdasarkan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik –red).

Ketiga, kita juga berharap media arus utama yang memiliki anak jaringan di daerah tetap menayangkan konten lokal, karena sesungguhnya konten lokal menyimpan potensi sebagai media dokumentasi budaya (cultural videography –red). Juga sajian seperti ini akan lebih mudah menyapa publik di daerah yang menjadi segmentasinya, terutama kita harapkan di jam-jam prime time.

Penayangan konten lokal di daerah juga sebagai bentuk antitesis terhadap tayangan-tayangan media arus utama yang cenderung menonjolkan hiburan yang tidak sehat, mengandung unsur kekerasan dan mengajarkan konsumerisme.

Sekaligus turut meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat lewat sektor pariwisatanya. Terlebih masih banyak potensi-potensi di daerah yang perlu diekspos, agar publik tercerahkan secara luas. Selain itu, lewat tayangan semacam ini, anak-anak muda millenials diharapkan lebih cinta dan peduli dalam rangka melestarikan budaya dan lingkungannya.

Komentar

Postingan Populer