UU PENYIARAN TIDAK TERLEPAS DARI UU PERS
www.google.co.id |
Keberadaan
UU Penyiaran tidak terlepas dari UU Pers yang mendasarinya. Jika UU Pers
spesifik membahasa kegiatan jurnalistik, maka UU Penyiaran fokus pada
pengawasan konten yang telah diproduksi, terutama di media elektronik seperti
televisi dan radio. P3SPS sebagai turunan UU Penyiaran juga memuat cukup banyak pasal
seputar program siaran jurnalistik, seperti Pasal 40 tentang Prinsip-Prinsip
Jurnalistik; Pasal 41 dan Pasal 42 tentang Penggambaran Kembali (reka ulang
–red); Pasal 43 dan Pasal 44 tentang Muatan Kekerasan dan Kejahatan serta
Kewajiban Penyamaran; Pasal 45 tentang Peliputan Terorisme; Pasal 46, Pasal 47
dan Pasal 48 tentang Peliputan Sidang Pengadilan, Kasus Hukum, dan Hukuman
Mati; Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 tentang Peliputan Bencana.
Dalam RKUHP yang ‘dianggap’ mengibiri pers, juga terdapat sejumlah diksi terkait penyiaran, seperti ‘Setiap orang yang menyiarkan..’ dan ‘memperdengarkan rekaman..’. Padahal, definisi penyiaran itu menurut UU No. 32 Tahun 2002 dilakukan oleh lembaga bukan perseorangan, sehingga RKUHP ini perlu untuk ditinjau ulang.
Dalam RKUHP yang ‘dianggap’ mengibiri pers, juga terdapat sejumlah diksi terkait penyiaran, seperti ‘Setiap orang yang menyiarkan..’ dan ‘memperdengarkan rekaman..’. Padahal, definisi penyiaran itu menurut UU No. 32 Tahun 2002 dilakukan oleh lembaga bukan perseorangan, sehingga RKUHP ini perlu untuk ditinjau ulang.
Terakhir,
Saya merekomendasikan pentingnya melibatkan pers dalam memberikan
pertimbangan konstruktif dan masukan atas RKUHP. Setiap perumusan
undang-undang harusnya tidak menciderai kemerdekaan pers. Kritik dari pers
merupakan faktor penting dari proses demokratisasi. Pers harus tetap bebas dan
merdeka sesuai semangat reformasi yang dituangkan baik dalam UU Pers maupun UU
Penyiaran.
Komentar
Posting Komentar