RKUHP PERLU DITINJAU ULANG

sumber: google.co.id.

Kegiatan penyiaran tidak bisa dipisahkan dari peran reporter yang melakukan tugas jurnalistik, sehingga KPI memiliki perspektif yang sama dengan awak media lainnya dalam memandang RKUHP saat ini, yaitu masih memuat pasal-pasal kontroversial dan berpotensi menghambat kemerdekaan pers, sehingga perlu ditinjau ulang.

Pers memiliki mekanismenya sendiri dalam menyelesaikan suatu delik, seperti menggunakan hak jawab, hak koreksi, hak tolak dan off the record. Lagi pun, para reporter juga telah dibekali dengan UU Pers, KEJ dan P3SPS, serta apabila melanggar akan diselesaikan oleh Dewan Pers.

Saya memerinci 10 pasal dalam RKUHP yang ‘dianggap’ mengibiri pers, seperti Pasal 219 tentang Penghinaan Terhadap Presiden atau Wakil Presiden; Pasal 241 tentang Penghinaan terhadap Pemerintah; Pasal 247 tentang Hasutan Melawan Penguasa; Pasal 262 tentang Penyiaran Berita Bohong; Pasal 263 tentang Berita Tidak Pasti; Pasal 281 tentang Penghinaan terhadap Pengadilan; Pasal 305 tentang Penghinaan terhadap Agama; Pasal 354 tentang Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara; Pasal 440 tentang Pencemaran Nama Baik; dan Pasal 446 tentang Pencemaran Orang Mati.

Saya merekomendasikan agar RKUHP tersebut ditinjau ulang oleh DPR, sehingga pers tidak akan kehilangan daya kritisnya dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya, lantaran rentan dikriminalisasi oleh subjektivitas pengadu.

Akibat yang akan ditimbulkan RKUHP seperti langkah mundur demokrasi dalam transparansi bernegara (peoples right to know –red); dan kemerdekaan pers di Indonesia bakal dipertanyakan. Oleh karena itu, kita merekomendasikan RKUHP tetap menjunjung tinggi kemerdekaan pers sebagai bentuk kedaulatan rakyat, yang berasaskan pada hak asasi warga negara, keadilan dan supremasi hukum.

Komentar

Postingan Populer