MEMAHAMI SEKILAS PENELITIAN KUANTITATIF
google.co.id |
Problem Identification
Dalam melakukan penelitian kuantitatif, kita harus memahami problem
identification (identifikasi masalah). Disini kita harus paham dulu masalah
apa yang ingin diteliti. Misalnya, TV Violence and Violence Behaviour (Kekerasan
dalam televisi dan Perilaku Kekerasan). Maka, ada dua variabel dalam penelitian
kita nantinya, yaitu TV Violence dan Violence Behaviour. Seorang
peneliti dituntut untuk memahami kedua variabel tersebut secara seimbang. Baik
itu variabel independen (TV Violence) maupun variabel dependen (Violence
Behaviour). Mulai dari tipe-tipenya, jenis-jenisnya, intensitas TV
Violence yang dapat memengaruhi Violence Behaviour, dan apa saja
dampaknya.
Contoh:
1.
Tipe TV Violence
a.
Kekerasan dalam tayangan sinetron
b.
Kekerasan dalam tayangan film
c.
Kekerasan dalam tayangan hiburan
d.
Kekerasan dalam tayangan anak
e.
Kekerasan dalam tayangan pemberitaan
f.
Kekerasan dalam tayangan religi
g.
Kekerasan dalam tayangan olahraga.
Hal ini perlu dibatasi lebih dulu,
agar bahasan penelitian kita tidak meluas.
2.
Contoh Jenis TV Violence
a.
Kekerasan terhadap diri sendiri, seperti: bunuh
diri, meracuni diri sendiri, menyakiti diri sendiri dan sebagainya.
b.
Kekerasan kepada orang lain, seperti: menganiaya,
memberontak, membunuh dan lain-lain.
c.
Kekerasan kolektif, seperti: perkelahian
massal, tawuran, sindikat perampokan, begal dan sebagainya
d.
Kekerasan dengan skala besar, seperti:
peperangan, teorisme dan sebagainya.
Jika kita melakukan penelitian dengan
pendekatan kuantitatif, maka kita bisa menghitung konten di atas adegan per adegannya.
Hal ini disebut juga dengan content analysis.
3.
Contoh intensitas TV Violence
a.
Heavy Viewer (para pecandu/penonton fanatik). Mereka
menonton televisi lebih dari 4 jam setiap harinya.
b.
Light Viewer (Penonton biasa). Mereka yang menonton televisi
2 jam atau kurang dalam setiap harinya.
4.
Contoh dampak TV Violence
a.
Memengaruhi kognitif (pola pikir) penonton
b.
Memengaruhi afektif (perasaan) penonton
c.
Memengaruhi behavioral (perilaku) penonton
Begitupula, jika kita melakukan penelitian tentang Uncertainty
Reduction Theory (URT)[1].
Maka, kita harus paham benar apa itu URT. Mulai dari siapa pencetusnya,
definisinya, asumsi teorinya, tipe-tipenya, proses-prosesnya, konsep-konsepnya,
tahapannya, strateginya dan contoh kasusnya. Jadi, penelitian yang kita lakukan
tidak sekedar asbun alias asal bunyi. Ataupun kita meneliti tentang High
Culture Context[2] dan Low Culture
Context[3]
pada pekerja Indonesia dan Malaysia. Maka, kita pun harus paham benar apa
yang kita teliti itu. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan
pemahaman tersebut. Salah satunya melalui browsing di internet.
Lewat internet kita bisa mengetahui, bahwa tingkat individualisme
warga Malaysia lebih tinggi ketimbang Indonesia (MAS=26% dan INA=14%); atau
penghindaran ketidakpastian kita lebih unggul ketimbang Malaysia (INA=48% dan MAS=36%).
Data ini didapat dari www.hofstede-insights.com, dan dapat memudahkan kita dalam melakukan
penelitian. So, jika kita ingin melakukan penelitian, maka kita bisa
memanfaatkan berbagai medium yang ada untuk mengumpulkan data/kajian terdahulu.
Alangkah baiknya jika sumber yang kita ambil itu valid.
Misalnya, kita sedang mengakses jurnal di research.allacademic.com.
Ketika kita mengetikkan kata “Violence in television”, maka setidaknya
akan keluar 26 entri terkait. Dengan demikian, kita akan semakin mudah untuk mengumpulkan
data tersebut. Pastikan yang kita download itu up to date, sehingga
membantu kita dalam mengerjakan sebuah penelitian yang terbarukan. Kita pun
telah selesai mengerjakan kerangka Bab I dari tesis.
Theoritical Explanation
Dalam sebuah kerangka penelitian, kita juga dituntut menjelaskan
teori-teori yang digunakan (theoritical explanation). Misalnya, kita
menggunakan teori Uses and Gratification[4],
maka kita harus paham benar tentang sejarah munculnya teori itu, perkembangan
teori itu, dimensi dan aspeknya, implementasinya, kekuatan dan kelemahannya
dewasa ini, serta output model teoritisnya. Untuk itu, kita perlu
mendownload sebanyak mungkin jurnal yang sesuai dengan penelitian kita. Tak
perlu khawatir jika jurnal-jurnal tersebut berbahasa Inggris. Kita cukup
membuka google translate, menyesuaikannya di sana-sini dan kita pun
telah menerjemahkannya. Secara tidak langsung, kita juga telah menyelesaikan
kerangka Bab II dari tesis.
Research Goals
Sejatinya, tujuan penelitian (research goals) adalah mengisi
kekosongan penelitian. Bukan malah mengisi apa yang telah ada sebelumnya.
Setidaknya, ada 3 tujuan dari penelitian yang perlu kita ketahui, yaitu:
1)
Penelitian sebagai riset dasar, disebut juga
penelitian teori untuk teori. Contoh: kajian tentang literasi media;
2)
Penelitian sebagai riset terapan, disebut juga
penelitian teori untuk aplikasi. Penelitian jenis ini timbul karena kritikan
masyarakat agar teori tidak sekedar teori. Contoh: kajian tentang literasi
media di lingkungan ibu rumah tangga; atau kompetensi komunikasi antarbudaya di
lingkungan Kedokteran USU; atau efektivitas kampanye imunisasi lewat spanduk di
Kota Medan dan sebagainya.
3)
Penelitian sebagai riset pembangunan, disebut
juga penelitian teori untuk kebijakan. Penelitian jenis ini muncul agar sebuah penelitian
mampu menjawab permasalahan sosial yang ada. Contoh: kajian literasi yang
memiliki output berupa kebijakan yang jelas terkait literasi media di
Indonesia. [End].
[1] Uncertainty
Reduction Theory (Teori Pengurangan Ketidakpastian) merupakan teori yang
dicetuskan oleh Charles R. Berger dan Richard J. Calabrese. Teori ini terkadang
disebut juga Initial Reduction Theory (Teori Interaksi Awal). Tujuan
teori ini adalah untuk menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk
mengurangi ketidakpastian diantara orang-orang asing yang terlibat. Teori ini
digunakan untuk menjelaskan proses komunikasi antar dua orang/lebih yang tidak
saling kenal, sehingga berupaya mencari tahu informasi guna mengurangi ketidakpastian.
[2] High
culture context merupakan tipe orang yang memerhatikan konteks kala berbicara. Seperti memerhatikan perasaan
lawan bicaranya untuk menciptakan kelanggengan hubungan.
[3] Sedangkan Low
culture context tidak begitu memerhatikan konteks dalam berbicara, sehingga
terkesan lebih individualistis dan acuh tak acuh.
[4] Uses and
Gratifications menganggap manusia aktif dan selektif dalam menggunakan
media, sebagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Studi didalam bidang ini
memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) media untuk mendapatkan
kepuasan (gratifications).
Komentar
Posting Komentar