TANYA JAWAB MPK I
http://rumahinspirasi.com |
1.
Apakah
perbedaan paradigma kuantitatif dan paradigma kualitatif merupakan isu yang
penting dalam MPK?
Jawaban: Ya, paradigma
kuantitatif dan kualitatif merupakan isu penting dalam sebuah metodologi
penelitian. Ibarat Triton (alat bernafas dalam air), maka paradigma kuantitatif
maupun kualitatif merupakan alat seorang ilmuwan sosial dalam mengerjakan
penelitiannya. Apakah penelitiannya tersebut bersudut pandang positivism,
interpretative ataupun critical.
Paradigma adalah pijakan atau basis seorang ilmuwan sosial dalam
mengerjakan penelitiannya. Adapun, perbedaan paradigma kuantitatif dan
paradigma kualitatif terletak pada tiga perspektifnya. Yaitu positivism,
interpretive dan critical. Metode penelitian kuantitatif kerap
menggunakan paradigma positivism. Dimana paradigma tersebut menempatkan
ilmu sosial sebagaimana ilmu-ilmu alam (eksata), menggunakan teknik hypothetico
deductive method[1]
(berpikir secara deduktif) dan menggunakan pengamatan empiris[2].
Serta bertujuan untuk mengukur sikap masyarakat terhadap suatu fenomena.
Perkembangan penelitian sangat pesat sejak
revolusi industri di abad ke-19. Ilmu-ilmu pengetahuan alam menjadi primadona
di pentas keilmuan, yaitu biologi, kedokteran, fisika, matematika, kimia dan
teknik. Pada saat itu, pendekatan kuantitatif menjadi dasar dari semua itu.
Terlebih ketika ilmu teknik berkembang dengan aneka cabangnya seperti sekarang
ini dalam bentuk industri, teknologi dan informatika. Demikian pula, dalam
penelitian kualitatif muncul hasil-hasil penelitian terbaru (Musianto,
2002: 124-125).
Sedangkan, metode penelitian kualitatif lebih banyak menggunakan
paradigma interpretive dan critical. Paradigma interpretative berpandangan
bahwa fenomena sosial harus diteliti secara terperinci. Sehingga menghasilkan sebuah
penelitian yang mendalam. Sedikit berbeda dengan interpretative, paradigma
critical coba mengungkap ‘kenyataan sebenarnya’ atas sebuah fenomena
yang terjadi. Misal, penelitian tentang asal-muasal penyebaran video porno;
konflik antara angkutan online dengan angkutan konvensional; atau
indikator kemerdekaan pers di suatu daerah. Tentu penelitian semacam ini
membutuhkan pendekatan yang lebih mendalam lagi alias kritis. Sejauhmana dalam
memahami konteks permasalahan yang ada baik secara historis, sosial budaya dan
ekonomi politik. Lagipun, bukankah pekerjaan peneliti itu untuk membongkar
sebuah realitas semu[3]?
Berikut lima pandangan dasar perbedaan antara paradigma kuantitatif
dan kualitatif.
Kuantitatif
|
Kualitatif
|
1.
Melihat
realitas sebagai satu kesatuan yang konkrit (jelas)
|
Melihat realitas sebagai hasil konstruksi (sesuatu yang
diciptakan)
|
2.
Interaksi antara
peneliti dan objek penelitian bersifat pasif dan berjarak
|
Interaksi antara peneliti dan objek penelitian bersifat
partisipatif
|
3.
Efisiensi
waktu
|
Terikat dengan waktu yang lama
|
4.
Menguji
hipotesis[4]
‘sebab-akibat’
|
Memahami suatu fenomena sosial secara indepth (mendalam)
atau kritis
|
5.
Penelitian
bersifat bebas nilai, objektif dan apa adanya
|
Penelitian bersifat subjektif
|
(William,
1988).
2.
(Lihat
Modul MPK Bag. III, hlm: 23-24) Jelaskan setidaknya 8 analisis dan kesimpulan
yang dapat Saudara tarik dari 2 tabel tersebut!
Jawaban: Pada modul MPK Bagian III berjudul “Beberapa
Metode dan Disain Penelitian, tepatnya pada halaman 23-24 menjelaskan perbedaan
metode penelitian sample survey, laboratory experiment dan case study.
Hal tersebut dijelaskan melalui tabel berjudul “Apakah Exposures to TV
Violence Mempengaruhi Munculnya Aggressive Behaviour”. Berikut delapan
analisis perbedaannya.
Pertama, sample survey menghendaki didalamnya terjadi census
sample. Adapun sample sendiri merupakan sejumlah dari populasi, yang
diyakini peneliti mampu mewakili populasi. Ibarat ibu yang sedang memasak
gulai. Sseorang ibu hanya perlu mencicipi sedikit, untuk menentukan rasa
keseluruhan gulai. Sudah pas atau kurang garam? Hal inilah yang disebut dengan sample.
Contoh: “4100 murid SD, SLP, dan SLA yang ditarik secara random dari
daftar murid semua sekolah di Jakarta”.
Kedua, Penelitian survey terdiri dari dua macam, yaitu cross-sectional
survey dan longitudinal survey. Cross-sectional survey maksudnya
proses penelitian tersebut bisa memakan waktu seminggu, dua minggu hingga
setahun. Namun, hasilnya tetap dapat digeneralisasikan (umum). Sedangkan longitudinal
survey adalah penelitian jangka panjang. Terdapat tiga jenis penelitian longituinal
survey, diantaranya:
1.
Panel Survey/Studi Panel (Panel Study)
Merupakan
jenis penelitian yang dilaksanakan dalam waktu yang berlainan, namun tetap
menggunakan sample yang sama, dan melibatkan ahli di bidangnya.
2.
Cohort Survey (Cohort Study)
Merupakan
penelitian yang dilakukan pada sekelompok orang yang memiliki kebudayaan,
latarbelakang dan pengalaman yang sama.
3.
Trend Survey
Merupakan
jenis penelitian yang dilakukan dalam waktu yang berlainan, dan belum tentu
menggunakan sample yang sama dalam sebuah populasi yang sama.
Ketiga, metode penelitian experiment menghendaki didalamnya field
of experiment (eksperimen lapangan) dan laboratory experiment (eksperimen
laboratorium). Adapun laboratorium penelitian para ilmuwan sosial adalah
kehidupan manusia itu sendiri. Contoh: “20 murid laki-laki SD Tarakanita,
Kelas I, yang kedua orangtuanya bekerja. Mereka secara random dibagi
kedalam 2 grup: grup eksperimen 10, dan grup kontrol 10”. Keempat, metode
penelitian case study (studi kasus[5]). Contoh: “1 (satu)
murid SD Tarakanita, Kelas I, Laki-laki, yang mulai menonton film violence di
tv secara teratur (tiap hari)”.
Kelima, independen variabel (variabel x) dalam sample survey ialah
intensitas menonton anak per hari, yang memiliki indikator seperti heavy
viewer, moderate viewers dan light viewers. Lebih jauh dalam teori
Kultivasi[6] dijelaskan, pada dasarnya
ada 2 jenis penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan,
yaitu 1) Para pecandu (heavy viewer) yang menonton televisi lebih dari 4
jam setiap harinya; dan 2) Penonton biasa (light viewer), yaitu mereka
yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.
Apabila independen variabel sample survey lebih pada
pengakuan verbal responden secara tertulis. Maka, independen variabel laboratory
experiment lebih bersifat praktis. Contoh: Kelompok eksperimen diminta
untuk menonton film TV Violence selama 6 jam, sedangkan kelompok kontrol
menonton film TV sitkom. Kemudian kedua kelompok tersebut diberikan masing-masing
pertanyaan untuk dijawab. Adapun pada case study, penelitian lebih
bersifat studi kasus. Dimana trend frekuensi, durasi, serta pola menonton
tayangan TV Violence disesuaikan dengan tema-tema yang disukai responden
untuk diamati. Seperti tema realistic violence atau fantasy violence.
Keenam, dependen variabel (variabel y) pada sample survey adalah
pengakuan verbal responden secara tertulis terkait tindakan agresif yang pernah
dilakukannya di sekolah. Sedangkan, pada laboratory experiment dependen
variabel adalah munculnya tindakan agresif selama tiga hari pra/pasca percobaan
yang diujikan. Adapun pada case study, durasi pengamatan lebih lama
(bisa sampai setahun).
Ketujuh, hasil yang ditemukan pada sample survey ialah pelajar yang
candu menonton tv cenderung lebih banyak melakukan kekerasan dibandingkan light
viewer. Sedangkan, pada penelitian laboratory experiment diketahui
anak yang menonton TV Violence cenderung lebih banyak melakukan tindak
kekerasan ketimbang mereka yang menonton sitkom. Adapun pada penelitian case
study ditemukan hasil yang unik, dimana si anak tidak menunjukkan gelagat
kekerasan pada dirinya. Namun tampak ‘tenang-tenang saja’ ketika menonton
adegan sadistis. Hal ini terjadi, karena si anak yang telah gandrung menonton
tayangan berbau kekerasan di tv.
Kedelapan, apapun metode penelitiannya baik itu sample survey, laboratory
experiment maupun case study tetap memiliki design yang sama,
yakni: terdiri dari sample, independen variabel dan dependen variabel
serta hasil (findings/temuan).
Kesimpulan
Setiap metode penelitian memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sample
survey merupakan penelitian yang menghemat waktu, namun belum tentu
menjawab permasalahan yang sesungguhnya; Laboratory experiment menghendaki
penelitian kuantitatif yang mendalam, namun membutuhkan kesediaan responden
untuk mengikuti serangkaian percobaan yang telah ditentukan; Case study menghendaki
hasil penelitian yang objektif, namun dalam kurun waktu yang lama. Selain
itu, dari ketiga hasil penelitian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa expoure
tv violence sangat berpengaruh terhadap munculnya agressive behaviour.
Artinya, terpaan tayangang kekerasan di tv sangat berpengaruh terhadap
munculnya tindak kekerasan anak/pelajar.
3.
Jelaskan
2 contoh kajian kuantitatif yang memungkinkan dikaji dengan mixed method!
Jawaban: Adapun 2 contoh
kajian kuantitatif yang memungkinkan dikaji dengan mixed method ialah:
1.
“Tingkat Kultivasi Video Porno Terhadap
Penurunan Prestasi Belajar Mahasiswa FISIP USU Angkatan 2015”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat kultivasi video porno terhadap penurunan prestasi belajar mahasiswa
FISIP USU angkatan 2015. Penelitian dalam tesis ini bisa menggunakan pendekatan
mixed methods reserch. Apabila menggunakan teknik pengumpulan data
campuran seperti observasi, dokumentasi dan wawancara (kualitatif); angket dan pengolahan
data secara SPSS (kuantitatif). Apalagi, masalah yang diangkat bersifat
privasi, sehingga pendekatan kuantitatif saja tidak cukup dan tidak
menggambarkan realitas yang sesungguhnya. Sedangkan, data kuantitatif berguna
untuk semakin menguatkan hasil temuan yang ada.
2.
“Efek
Infotainment “Kawin-Cerai Selebritis” Terhadap Kualitas Perkawinan
Generasi Milenial di Lingkungan III, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan
Selayang, Medan. (Case Study Perceraian David ‘Noah’ dan Gracia Indri)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis efek Infotainment
‘kawin-cerai selebritis’ terhadap kualitas perkawinan generasi milenial.
Penelitian dalam tesis ini bisa menggunakan pendekatan mixed methods reserch.
Apabila menggunakan teknik pengumpulan data campuran seperti observasi,
dokumentasi dan wawancara (kualitatif); angket dan pengolahan data secara SPSS (kuantitatif)
di lingkungan terkait. Apalagi, masalah penelitian yang diangkat bersifat
privasi, sehingga pendekatan kuantitatif saja tidak cukup dan tidak
menggambarkan realitas sebenarnya. Butuh adanya kedekatan antara peneliti dan
responden, sehingga memunculkan open disclosure (keterbukaan diri).
Sedangkan data kuantitatif berguna untuk mengarahkan peneliti agar lebih
objektif dalam memilih respondennya, dan semakin menguatkan hasil temuan yang
ada.
Mix method adalah metode
yang berfokus pada pengumpulan, analisis dan pencampuran data kuantitatif dan
kualitatif dalam satu studi atau rangkaian studi. Premis utamanya adalah
penggunaan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam kombinasi, dan memberikan
pemahaman terhadap masalah penelitian yang lebih baik, karena memakai dua pendekatan
sekaligus (Creswell, 2011).
Digunakannya metode penelitian baru
ini dimaksudkan untuk menutupi kekurangan yang ada. Baik pada penelitian
kuantitatif maupun penelitian kualitatif. Sekaligus, dimaksudkan sebagai sarana
peningkatan hasil riset itu sendiri. Namun, tentu peneliti yang menggunakan mixed
method harus benar-benar memahaminya, dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan. Dalam
penelitian mixed method, peneliti wajib memahami dua metode penelitian itu
secara tepat. Untuk itu, sangat dianjurkan untuk memilih salah satu jenis
penelitian saja. Lagipun, penelitian baru
ini dinilai ‘kurang ramah kantong’ bagi mahasiswa yang notabene ingin segera
menyelesaikan studinya.
4.
Mengapa
case study (studi kasus) menjadi salah satu metode penelitian dalam
kajian kuantitatif? Mengapa kita perlu mempelajari case study?
Jawaban: Karena
keberadaan studi kasus[7]
memiliki peran sentral dalam memahami suatu fenomena secara mendalam, bahkan
mengeksplorasi dan mengelaborasinya. Menurut Yin (2002: 1) studi kasus berupaya
menggambarkan unit penelitian dengan mendalam dan detail (terperinci). Studi
kasus sangat cocok digunakan dalam suatu penelitian yang mengandung pertanyaan how
(bagaimana) atau why (mengapa). Seperti penelitian eksploratif,
eksplanatif dan evaluatif. Jadi, studi kasus meniscayakan untuk tidak hanya
menjawab permasalahan “what” guna memperoleh pengetahuan deskriptif (descriptive
knowledge).
Apalagi, jika studi kasus tersebut digabungkan dengan pendekatan
kuantitatif, maka akan menghasilkan penelitian yang objektif dan terukur.
Sebagaimana diketahui, metode kuantitatif erat kaitannya dengan penelitian
korelasional, survey, polling pendapat, sensus, angka, tabel, diagram
dan grafik. Selain itu, Yin juga menambahkan, bahwa studi kasus sangat cocok
digunakan dalam penelitian yang bersifat kontemporer. Tujuan akhir studi kasus
adalah untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang tema atau topik yang
dikaji (Rahardjo, 2017: 2).
Perlunya Mempelajari Studi Kasus
Studi Kasus perlu untuk dipelajari, karena metode ini mengajak
peneliti untuk ‘pintar-pintar’ dalam memilih kasus yang laik diangkat menjadi
tema penelitian. Bobot kualitas kasus harus menjadi pertimbangan utama. Dengan
demikian, tidak semua persoalan atau kasus bisa dijadikan bahan/kajian studi
kasus. Selain itu, studi kasus dapat menjadi alat peneliti untuk memenuhi
ketertarikannya terhadap suatu persoalan. Studi kasus merupakan salah satu dari
sekian banyak metode penelitian yang tidak lepas dari kekurangan. Namun
terlepas dari kekurangannya tersebut, metode ini masih mendapatkan tempatnya
sebagai metode penelitian yang menantang dan tepat untuk menjawab pelbagai permasalahan
sosial.
[1] Hyphotetico
deductive method, (metode berpikir secara deduktif) yakni penelitian dari
umum ke khusus yang bertujuan untuk menguji suatu hipotesis. Seperti penelitian
tentang dampak tayangan kartun terhadap anak-anak; tingkat ketergantungan
(Depedensi) terhadap suatu tayangan media dan sebagainya.
[2] Sumber
pengetahuan yang diperoleh dari observasi (pengamatan) atau percobaan.
[3] Tampak seperti
asli (sebenarnya), padahal sama sekali bukan yang asli (KBBI Daring, diakses
pada 13/11/2017, pukul 23:19 wib).
[4] Hipotesis atau
hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga,
karena masih harus dibuktikan kebenarannya (id.m.wikipedia.org, diakses
pada 14/11/2017, pukul 0:25 wib).
[5] Suatu strategi
riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu fenomena dalam latar kehidupan
nyata (id.m.wikipedia.org, diakses pada 14/11/2017, pukul 1:18 wib).
[6] Teori
Kultivasi adalah teori sosial yang meneliti efek jangka panjang dari televisi
pada khalayak. Teori ini merupakan salah satu teori komunikasi massa. Gerbner
dan Gross sebagai pencetus teori ini percaya, bahwa teori ini berlaku terhadap
para penonton fanatik. Musabab mereka semua adalah orang-orang yang lebih cepat
percaya, dalam menganggapi apa yang terjadi di televisi sebagai realitas yang
sesungguhnya (Griffin, 2006).
[7]
Studi
kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case
Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut kamus Oxford
Advanced Learner’s Current English (1989: 173) diartikan sebagai: 1) “Instance
or example of the occurance of sth”; 2) “Actual state of affairs,
situation”; dan 3) “Circumstances or special conditions relating to a
person or thing”. Secara berurutan artinya adalah: 1) Contoh kejadian
sesuatu; 2) Kondisi aktual dari keadaan atau situasi; dan 3) Lingkungan atau
kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu.
Komentar
Posting Komentar