UU 40/1999 LEX SPECIALIST?

sumber: www.google.com
Perdebatan apakah Undang-Undang Pers dapat digunakan sebagai lex specialist dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam kasus pencemaran nama baik, penghinaan dan fitnah, masih terus berlangsung dan belum menemukan titik temu. Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Tempo (kala itu), yang dituntut 2 tahun penjara karena pasal pencemaran nama baik. Perubahan KUHP adalah sebuah solusi janga panjang. Padahal saat ini, korban dari pihak pers terus berjatuhan sehingga diperlukan penyelesaian cepat yang mujarab. Penetapan UU Pers sebagai lex specialist KUHP mungkin merupakan solusi yang cepat dan cespleng. Praktisi hukum Adnan Buyung Nasution sependapat dengan Muladi. Menurut Buyung, tidak bisa pers tidak punya tanggungjawab pidana. Menurutnya Undang-Undang No 40/1999 terlalu sempit untuk menjangkau delik pers. “Pers bukan Superman yang tidak bisa dijangkau huku. Undang-Undang Pers hanya mengatur hak jawab (, sementara hal lain belum diatur dan belum dijangkau”.
Apakah Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan lex specialis dari KUHP masih menjadi perdebatan yang belum berujung. Beberapa pendapat yang menyatakan UU Pers merupakan lex specialist, seperti: a) Mereka yang menjalankan tugas jurnalistik, tidak bisa dijerat dengan pasal-pasal pencemaran nama baik dalam KUHP; b) Pasal 50 KUHP menyebutkan, “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”; 3) Pasal 3 ayat (1) UU Pers menyatakan salah satu fungsi pers nasional adalah melakukan kontrol sosial. Karena tugas jurnalistik yang dilakukan oleh insan pers dianggap sebagai perintah Undang-Undang Pers, maka jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistik itu tidak bisa dipidana; 4) Pasal 310 KUHP menyatakan, bahwa pencemaran nama baik bukan pencemaran nama baik bila dilakukan untuk kepentingan umum. Berdasarkan Pasal 6 butir d UU Pers, pers nasional melakukan pengawasan, kritik, koreksi dann saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
5) Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan atau dicemarkan nama baiknya oleh pemberitaan pers, ia harus menggunakan hak jawabnya dan pers wajib melayani hak jawab itu. Kalau pers tidak mau memuat hak jawab tersebut, UU Pers mencantumkan ancaman denda Rp. 500 juta. Kalau hak jawab sudah dilayani utuh, maka problem selesai. Setelah hak jawab digunakan, pihak yang dirugikan tidak dapat lagi mengajukan gugatan perdata terhadap pers; 6) Wartawan terikat pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UU Pers yang menyatakan, bahwa wartawan harus memiliki dan menaati kode etik. Kode etik menyatakan, bahwa wartawan tidak boleh membuat berita yang memfitnah dan tidak berimbang; 7) Dalam hal etika dan pers selalu dapat dikontrol oleh masyarakat. Bentuk kontrol pers adalah jaminan hak jawab dan hak koreksi bagi orang yang dirugikan oleh pemberitaan, media watch dan dewan pers; 8) Pekerjaan jurnalistik adalah bersifat self regulatory, sehingga untuk menjalankan tugasnya ia harus dilindungi dengan ketentua khusus.  
Beberapa pendapat yang menyatakan UU Pers bukan lex specialist: 1) Sebuah perbuatan, baik direstui oleh hukum, disuruh oleh hukum, atau tidak dilarang oleh hukum, harus dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada, sesuai dengan kepatutan dan tidak boleh melanggar hak orang lain; 2) Pasal-pasal pencemaran nama baik dan penghinaan dalam KUHP masih berlaku, dan UU Pers sebagai lex specialist hanya bermanfaat bagi kalangan pers saja; 3) Materi dalam UU Pers dianggap tidak lengkap, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai lex specialist dari KUHP. Dalam UU Pers tidak diatur soal pemidanaan. UU Pers tidak menyebutkan soal pencemaran nama baik, dan sama sekali tidak membahas soal hukum yang sangat kompleks itu; 4) Tidak terlihat sedikitpun indikasi, baik itu dari UU Pers maupun dari catatan-catatan selama penyusunan undang-undang tersebut yang mengindikasikan, bahwa UU Pers memang ditujukan sebagai lex specialist.
Adapun solusi yang mereka tawarkan, seperti mengubah KUHP maupun KUHPerdata, dan memuat hal-hal terkait dalam UU Pers. Sekian.

Komentar

Postingan Populer