PERSPEKTIF EFEK MODERAT MEDIA MASSA (by: Ripka L. Nona Ginting)

sumber: www.google.co.id

Pada era ini, media dianggap cukup memiliki pengaruh, namun sangat tergantung dengan kegunaan dan kepuasan yang dirasakan khalayaknya, ketika menggunakan media tersebut. Artinya efek/pengaruh/dampak yang ada pada media bersifat moderat (sedang-sedang saja –red). Hal ini terjadi, karena khalayak dianggap aktif[1] dalam memberikan pemaknaan terhadap isi tayangan yang ditonton. Apabila khalayak tersebut suka dengan suatu tayangan, maka mereka akan menontonnya sampai dengan selesai dan begitu terpengaruh olehnya. Jadi, seseorang itu terpengaruh oleh suatu tayangan media bukan karena ia pasif, atomistis ataupun homogen. Melainkan, karena individu tersebutlah yang memberikan ruang kepada televisi untuk mempengaruhinya (atas kehendaknya sendiri).
Contoh: diantara kami berempat dalam kelompok ini, Ripka dan Khai merupakan penyuka film Bollywood. Hal ini karena mereka merasa mendapatkan kegunaan dan kepuasaan tersendiri ketika menonton/selesai menonton tayangan tersebut. Baik yang ditayangkan di MNC TV, di You Tube, ataupun di beberapa situs yang dapat mengunduhnya secara gratis.
Ripka misalnya, memiliki beberapa alasan mengapa menyukai film Bollywood, seperti: 1. Film India bisa bikin cuci mata. Tak jarang, aktor utama film India adalah lelaki macho (berbadan tegap, berotot, tampan, berkumis dan memiliki jambang); dan 2. Jalan ceritanya dekat dengan kenyataan. Hal ini lah yang tak jarang membawa Ripka terbawa suasana film. Beberapa poin inilah yang menjadikan Ripka puas, dan memandang tayangan India sebagai tayangan yang berguna. Sekaligus hal inilah yang mendasarinya mudah terpengaruh oleh muatan tayangan India. Maka, dalam hal ini, media yang Ripka gunakan untuk mencari kesenangan bagi dirinya sendiri.
Sedangkan, Khai, memiliki beberapa alasan mengapa menyukai film Bollywood, seperti: 1. Mengandung unsur tradisional. India punya kebudayaan khas sebagaimana Indonesia, hanya saja sineas kita belum maksimal dalam memanfaatkannya. Film India dalam setiap adegannya kerap menunjukkan budaya dan tradisi mereka, seperti: menikah, prosesi upacara saat meninggal dunia, hingga kebiasaan menyanyi dan menari hampir di setiap scene-nya. Sehingga, seolah Khai turut terbawa suasana asli orang-orang India yang dibangun dalam film tersebut; dan 2. Mengandung banyak pesan moral. Selain menarik karena diperankan oleh aktor yang tampan dan aktris yang cantik, film India juga memuat banyak pesan moral yang dekat dengan kehidupan. Beberapa poin inilah yang menjadikan Khai puas, dan memandang tayangan India sebagai tayangan yang berguna. Sekaligus hal inilah yang mendasarinya mudah terpengaruh oleh muatan tayangan India. Maka, dalam hal ini, media yang Khai gunakan bukan sekedar untuk mencari kesenangan, melainkan juga untuk mempelajari informasi mengenai budaya India.
Ataupun contoh lainnya: Tatkala kakak dan adik perempuannya sedang menonton tayangan Barbie; yang bercerita tentang seorang putri cantik jelita yang disiksa oleh ibu tirinya ataupun penyihir jahat, dan kemudian berhasil ditolong oleh pangeran tampan berkuda putih. Hingga mereka pun hidup bahagia selamanya (happily ever after). Menurut anak laki-laki, jelas tayangan seperti sangat membosankan dengan segala dramanya yang mellow. Padahal, bagi kakak dan adik perempuannya, tayangan itu merupakan representasi impian perempuan hampir di seluruh dunia, untuk hidup bahagia bersama pangeran yang senantiasa mencintai dan melindunginya.
Philip Palmgreen (1984) mengatakan, bahwa perhatian khalayak terhadap tayangan media ditentukan oleh sikap yang mereka miliki. Yaitu kepercayaan dan juga evaluasi yang akan mereka berikan terhadap isi tayangan/pemberitaan media tersebut. Contoh: ketika seorang ibu rumah tangga menonton acara gosip di televisi, karena ia percaya tayangan itu mampu memberikannya kepuasan atas rasa penasarannya (kepo) terhadap kehidupan selebritis. Sebaliknya, bagi seorang yang ‘alim (paham ilmu agama) mengharamkan diri dan keluarganya untuk menonton acara gosip di televisi. Musabab, ia percaya tayangan itu sarat dengan unsur ghibah (menceritakan keburukan orang lain).
Dapatlah disimpulkan, bahwa persoalan tentang era teori komunikasi massa adalah persoalan tentang The Size of The Effect (ukuran efek). Apabila era masyarakat dan budaya massa menjelaskan, media memiliki pengaruh yang powerfull; era perspektif ilmiah komunikasi massa menjelaskan, media memiliki pengaruh yang terbatas. Maka, pada era kemunculan perspektif penciptaan makna[2] pada media menjelaskan, media memiliki pengaruh yang moderat.
Berikut bagan C.1 terkait era teori komunikasi massa dan tingkatan efeknya.
No.
Era Teori Komunikasi Massa
Model Teori
Tahun Kemunculan Teori
Keterangan Efek Media
Teori-Terkait
1.
Era Masyarakat dan Budaya Massa
Model Teori Peluru
1930-1940
Sangat powerfull
Hypodermic needle theory,   S-R Theory
2.
Era Perspektif Ilmiah Komunikasi Massa
Model Efek Terbatas
1950-1970
Terbatas
Two step flow communication
3.
Era Kemunculan Perspektif Penciptaan Makna Pada Media
Model Efek Moderat
1970-1980
Moderat
Uses and Gratification
*olahan kelompok.



[1] Jantung dari era ini adalah mengenal khalayak media sebagai subjek yang aktif dalam memilih konten media, guna memenuhi kepuasannya (Bryant & Street, 1988).
[2] Ketika orang memaknai suatu pesan yang ditayangkan media, maka ia secara sadar memasukkan pengalaman dan pengetahuannya (ToE/Tor) sesuai/tidak dengan tayangan tersebut, sehingga menimbulkan kepuasan ataupun tidak berdasarkan kepuasan yang ada pada dirinya.

Komentar

Postingan Populer