RESEP ‘KEMENANGAN’ TUN MAHATHIR
www.google.co.id |
Baru-baru
ini, dunia dikejutkan oleh kemenangan Tun Mahathir sebagai Perdana Menteri
Malaysia, di umurnya yang ke 92 tahun dan resmi menjadi PM tertua di dunia.
Bersama dengan koalisi ‘Pakatan Harapan’, ia berhasil mengakhiri kekuasaan
‘Barisan Nasional’ selama 62 tahun. Najib Razak pun resmi lengser keprabon digantikan oleh mantan gurunya dulu. Lantas,
berikut beberapa resep ‘kemenangan’ Tun Mahathir (Dr. M), yang penulis rangkum
dari Majalah Tempo, edisi 14-20 Mei
2018. Berjudul “Kembalinya DR M”, pada halaman 108-110.
Pertama,
fokus kepada permasalahan ekonomi dan keuangan negara, yang meliputi:
penstabilan ekonomi, kurs, dan bursa saham, serta akan menyelidiki jika ada
yang bermain dibalik masalah ekonomi di negara berpenduduk 31 juta jiwa ini.
Begitupula, fokus pada penyelesaian masalah inflasi dan pengadaan lapangan
pekerjaan, serta gaji mereka. Isu ekonomi memang mendapatkan porsi yang sangat
tinggi (43%), ketimbang isu-isu yang menjadi sorotan pemilih lainnya. Kedua, berupaya untuk tidak memiliki
konflik internal dalam koalisi. Sehingga, tetap melahirkan citra ‘kekompakan’
dalam koalisi tersebut dan di mata masyarakat Malaysia.
Ketiga,
mengangkat isu harga barang yang mahal, turunnya nilai ringgit, serta kebijakan
yang kontroversial dengan kemaslahatan rakyat di masa pemerintahan Najib.
Sebagaimana kita ketahui, di Malaysia pemberlakuan pajak barang dan jasa (GST) sebesar 6% sangat menyengsarakan
rakyat di sana. Beberapa mengatakan, sejak diberlakukannya peraturan itu pada
2015, “orang muda banyak yang tak bisa beli rumah, karena sudah di atas 300
ribu ringgit (sekitar Rp. 1 Miliar). Kalau di Kuala Lumpur 400 ribu ringgit
lebih (Rp. 1,4 miliar)”. Beberapa yang lainnya mengatakan, “orang-orang paling
marah atas GST, sebab anak-anak pun
sekarang bayar pajak”. Oleh karena itu, Pakatan Bersama harus memberikan
pemahaman kepada publik, untuk beralih dan keluar dari kesengsaraan hidup serta
penderitaan yang ada.
Keempat,
mengangkat isu korupsi yang menyeret nama petahana, sehingga masyarakat dapat
menilai sendiri bagaimana kredibilitas dan integritas pemimpinnya itu.
Sebagaimana kita ketahui, kasus korupsi 1MDB
memang menjadi perhatian publik yang pertama. Kedua, baru soal GST. Orang awam berpendapat bahwa uang GST itulah yang dipakai untuk menalangi
kasus 1MDB. Musabab, logika
masyarakat yang kebanyakan awam itu sederhana, bahwa korupsi menjadi penyebab
naiknya harga kebutuhan hidup, dan perekonomian memburuk. GST sendiri adalah kebijakan ‘cacat’ untuk menutupi borok ‘korupsi’
segelintir elit, dengan membebankannya kepada rakyatnya sendiri. Isu korupsi memang
bertengger di posisi kedua (21%), ketimbang isu-isu yang menjadi sorotan
pemilih lainnya. Seperti isu pemenuhan hak-hak orang Melayu/perlakuan setara
terhadap semua ras (8%); isu kepemimpinan dan pemerintahan (8%); isu stabilitas
politik (4%); isu infrastruktur dan transportasi publik (1%); isu perumahan
(5%); isu hubungan antar-ras (3%); dan isu penerapan hukum syariah (2%)
(sumber: Tempo, edisi 14-20 Mei 2018,
“Oposisi Merebut Pesisir Barat”, halaman: 112. Lantas, bagaimana dengan isu-isu
ini di daerahmu?
Kelima,
aura dan kharisma yang dimiliki calon pemimpin itu penting, untuk menunjang
pamor (keterkenalan) dan menjadi nilai tambah tersendiri baginya. Keenam,
berikan jaminan perlindungan terhadap penduduk lokal. Baik itu secara sosial,
terlebih lagi ekonomi. Apalagi, di zaman sekarang ini, dimana derasnya arus
masuk tenaga kerja asing yang ahli bersaing dengan penduduk lokal. Filosofi
Aceh menyebutnya, “Bek sampoe ‘buya
krueng teudong-dong, buya tamoeng meuraseuki’” (Jangan sampai penduduk
lokal sengsara, dan malah pendatang asing yang sejahtera) –terjemah bebas.
Ketujuh,
merebut simpul-simpul daerah ‘lawan’ dengan cara: mengirim petinggi partai
untuk berkampanye di sana, memasang tokoh terkenal di daerah pemilihan itu,
mendekati para opinion leader (pemuka
pendapat yang memiliki pengikut) di sana, serta mempelajari dan memahami lebih
dulu apa yang menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat di sana. Kedelapan, menggratiskan apa-apa yang
seharusnya bisa digratiskan. Sebagaimana kita ketahui, Najib menyerukan akan
menggratiskan tarif tol selama 5 hari sebelum dan sesuadah lebaran. Padahal,
manifesto Pakatan Bersama dan Mahathir lebih menarik dan berani, yaitu bisa
berencana menggratiskan tol selamanya.
Kesembilan,
berikan janji-janji kampanye yang ‘tulus’, dan memang bertujuan untuk merubah
suatu tempat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bukan malah janji-janji
kampanye yang penuh intrik, hanya demi mendulang suara konstituen. Sebagaimana
kita ketahui, Najib akan memberikan pembebasan pajak penghasilan untuk warga
Malaysia, yang berusia dibawah 26 tahun. Padahal, janji tersebut bakal kurang
berdampak, lantaran sangat sedikit penduduk di sana yang berumur 26 tahun.
Sehingga, mereka tidak akan bisa menikmati pembebasan pajak tersebut. Kesepuluh, meminimalisir peminjaman
utang pada asing, untuk menggenjot pembangunan infrastruktur dalam negeri.
Serta, menciptakan sistem yang ‘kokoh’ dari terjadinya kebocoran anggaran.
Terakhir,
pastikan ketika terpilih ‘Pakatan Bersama’ tetap menunaikan janji-janji
kampanyenya, sehingga benar-benar terealisasi demi kesejehateraan rakyat
Malaysia. Karena, baik masyarakat yang memilih maupun yang tidak memilih, akan
sama-sama mengawal rezim pemerintahan baru yang akan berjalan. Jangan sampai
masyarakat Malaysia kecewa untuk yang kedua kalinya, setelah menunggu sekian
lama. Lantas, selamat mencoba resep ‘kemenangan’ dari Tun Mahathir di daerah
pemilihan Anda, dan raihlah simpati publik di masa pemerintahan Anda! Sekian.
Komentar
Posting Komentar