DAMPAK NEGATIF BERITA BIAS DAN SOLUSINYA (by: Karina Silitonga)
www.google.co.id |
Adapun
dampak negatif dari berita bias di media massa, yaitu:
1. Menjadi
rapor merah bagi media massa terkait, dalam komitmennya menjaga independensi pemberitaan;
2. Media
massa menjadi keruh oleh adu kepentingan antar kandidat yang tak kunjung usai;
3. Meruntuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas kandidat, yang cenderung
menggunakan media massa sebagai corong politiknya.
Pelaksanaan pemilu 2014 yang berlangsung
di Indonesia menunjukkan, media dan jurnalis belum menjadi kekuatan kontrol
atas proses politik nasional yang berlangsung, bahkan terjebak menjadi corong
kekuatan bagi kepentingan kekuatan elit politik. Perilaku jurnalisme pada
pemilu 2014 menyebabkan, jurnalisme identik dengan sebutan jurnalisme
propaganda atau jurnalisme borjuis (pemilik modal). Jurnalisme politik hanya
menghamba kepada kepentingan politisi dan pemodal kapitalis yang memanfaatkan
pemilu 2014 sebagai ajang aktivitas tawar-menawar politik, demi menjaga
keberlangsungan bisnis maupun karir politiknya (Masduki, 2014: 75-90).
4.
Melemahnya
fungsi kontrol media terhadap tranparansi pemerintahan, dan ‘kenetralan’ dalam
berpolitik. Musabab cenderung tunduk pada penguasa media yang juga kader
partai;
5.
Mengaburkan
isu penting dalam suatu pemberitaan (kasus politainment);
6.
Masyarakat
sebagai konsumen media massa pun di-ru-gi-kan!
Berdasarkan
uraian yang telah penulis paparkan sebelumnya, maka dapatlah penulis menyimpulkan
hasil makalah ini, bahwa adanya relasi antara kepemilikan media dengan
kepentingan politik merupakan faktor pertama, yang menyebabkan maraknya
berita-berita bias di media massa. Adapun solusi untuk permasalahan ini, yaitu:
1. Pasangan
calon wajib patuh pada peraturan yang berlaku dalam hal menggunakan media massa
sebagai alat kampanye. Sehingga, dalam upaya mereka membentuk citra positif dan
meningkatkan elektabilitas, tidak merugikan masyarakat sebagai konsumen media
dan pemilik sah frekuensi.
Contoh: Dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, masa kampanye melalui
media massa cetak dan elektronik dimulai pada tanggal 10 Juni 2018 hingga 23
Juni 2018; dan masa tenang pada 24 Juni 2018 sampai dengan 26 Juni 2018. Maka,
apabila calon kepala daerah dan/atau calon presiden tidak konsisten dengan
peraturan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumut ini, maka juga akan menyebabkan
bias pada lembaga penyiaran yang menyiarkannya.
2. Kepentingan
pragmatis pengelola media dalam kaitan politis dan ekonomi harus diminimalisir.
Sebagaimana Ashadi siregar (2006:
255-270) menuliskan dalam jurnalnya, “Dengan adanya dorongan pengelola media
yang terlalu pragmatis, dinamika media jurnalisme pada akhirnya tidak untuk
menjalankan fungsi imperatif (sosial) bagi publiknya, melainkan bertolak dari
kecenderungan subyektifnya sendiri maupun kepentingan subyektif pihak lain.
Dengan kata lain, media tidak menjalankan fungsi imperatif sosialnya, tetapi
menjalankan fungsi organik (pihak kepentingan) dari institusi lainnya, apakah
institusi politik maupun institusi bisnis. Apabila jurnalis menjalankan
orientasi sosialnya, maka fungsi imperatif media akan tinggi, dan sebaliknya apabila
jurnalis menjalankan orientasi ekonomi-politik, maka fungsi imperatif mereka
akan menjadi rendah.
3. Masyarakat
harus cermat dalam mengonsumsi pemberitaan, sehingga terhindar dari bias.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan, diantaranya:
a. Hati-hati
dengan judul provokatif atau bombastis;
b. Cermati
sumber berita (terverifikasi di Dewan Pers ataukah tidak?; memiliki Izin
Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) atau tidak?)
c. Cek
kebenaran berita dengan tidak hanya mengonsumsi satu media saja, tetapi bacalah
dari berbagai angle (sudut pandang)
media dan pemberitaannya. Sehingga, masyarakat dapat memahami secara utuh suatu
pemberitaan yang ada.
d. Kritis
dalam membaca berita
Semoga
dalam Pilgubsu yang sebentar lagi kita laksanakan ini, dan Pilpres di tahun
2019 yang akan datang tidak lagi melahirkan sengkarut media pulan versus media pulen. Melainkan, pada tahun-tahun politik ini, media massa semakin
mawas diri dalam fungsinya sebagai pengawal demokrasi. Oleh karena itu, media
massa harus tetap memegang teguh prinsip-prinsip idealitas, independensi dan
profesionalitasnya, serta tidak ikut terseret oleh bias arus politik. Sekian.
Komentar
Posting Komentar