Teori Jaringan dalam Komunikasi Organisasi (by: Karina Silitonga)
www.google.co.id |
Teori
Jaringan diperkenalkan oleh Peter R. Monge dalam bukunya, “Theory of Communication Network” (2003). Teori ini melihat
kelompok-kelompok komunikasi saling berhubungan satu sama lain, sehingga
membentuk jaringan organisasi secara keseluruhan. Ketika orang berkomunikasi
dengan orang lain, maka terciptalah hubungan (link) dalam bentuk jaringan formal dalam aturan-aturan organisasi,
dan jaringan informal yang terbentuk melalui interaksi yang terjadi diantara
anggota organisasi setiap harinya. Setiap orang memiliki hubungan unik dengan
orang lain, yang disebut jaringan personal (personal
network). Jaringan harus melihat berbagai variabel yang terkait dengan
keterhubungan berbagai individu dalam jaringan.
Adapun
variabel yang dimaksud adalah:
a. Fungsi
jaringan;
b. Tingkat
keterhubungan;
c. Sentralitas
dan desentralitas;
d. Derajat
pemisahan.
Jaringan Komunikasi Organisasi
Jaringan
komunikasi dalam organisasi adalah suatu proses dinamis, dimana peran-peran
secara tetap dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan dan diinterpretasikan
(Pace dan Faules, 2005). Adapun peranan jaringan kerja dalam komunikasi
organisasi, diantaranya:
1. Anggota
klik;
2. Penyendiri;
3. Jembatan;
4. Penghubung;
5. Penjaga
gawang;
6. Pemimpin
pendapat;
7. Kosmopolit.
Menurut
Spencer (1898) dan Stimmel (1903), fungsi jaringan komunikasi formal ialah
meningkatkan hubungan organisasional diantara berbagai sub sistem atau jenjang
struktur. Alo Liliweri (2003) menjabarkan fungsi sistem jaringan komunikasi
formal, sebagai berikut:
1. Jaringan
komunikasi formal terbentuk untuk mengkoordinir kegiatan, pembagian kerja dalam
organisasi;
2. Hubungan
komunikasi langsung antara atasan dengan bawahan memungkinkan umpan balik lebih
cepat;
3. Jaringan
komunikasi formal membuat efisiensi;
4. Jaringan
komunikasi formal menekankan dukungan penuh pemimpin.
Bentuk
jaringan komunikasi formal, diantaranya:
1. Komunikasi
vertikal: menggunakan konsep desentralisasi, pesan bergerak dua arah dari atas
ke bawah.
2. Komunikasi
horizontal: dilakukan oleh anggota pada hierarki yang sama.
3. Komunikasi
diagonal/silang: dilakukan dua orang atau lebih yang berbeda struktur.
Faktor
yang menghambat komunikasi formal, diantaranya:
1. Hambatan
fisik (ruang, jarak);
2. Hambatan
pribadi (komunikator caat, komunikasi penuh prasangka); dan
3. Hambatan
semantik (yang berkomunikasi memiliki simbol verbal dan non-verbal terbatas).
Usaha
untuk mengatasinya:
1. Menggunakan
media, sarana dan prasarana;
2. Menggunakan
alat bantu dan menghindari prasangka; dan
3. Membuat
pelatihan bahan/penterjemah.
Lima jenis
informasi yang dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan, diantaranya:
1. Informasi
mengenai bagaimana melakukan pekerjaan;
2. Informasi
mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan;
3. Informasi
mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi;
4. Informasi
mengenai kinerja pegawai;
5. Informasi
untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense
of mission).
Jaringan Komunikasi Informal
Keith Daris (1978) mengatakan, jaringan ini
timbul karena tiap individu bergabung atas dasar kesamaan interest. Delbegh (1968) mengatakan, faktor yang mempererat
jaringan komunikasi informal, diantaranya: 1. Kedekatan; 2. Daya
Tarik/kesamaan, minat, dan nilai.
Adapun 4 arah
aliran komunikasi formal, yaitu:
1. Komunikasi
ke bawah, dimana informasi mengalir dari jabatan berotoritas tinggi kepada yang
berotoritas rendah. Ada 5 jenis informasi dalam aliran ini, yaitu:
a. Informasi
begaimana melakukan pekerjaan;
b. Informasi
dasar pemikiran melakukan pekerjaan;
c. Informasi
tentang kebijakan dan praktik organisasi;
d. Informasi
mengenai kinerja pegawai; dan
e. Informasi
untuk mengembangkan rasa memiliki tugas.
2. Komunikasi
ke atas, dimana informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat
yang lebih tinggi. Sharma (1979) mengatakan, ada 4 alasan komunikasi menjadi
sulit dalam aliran ini, yaitu:
a. Kecenderungan
pegawai menyembunyikan pikiran mereka;
b. Perasaan
bahwa para manajer tidak tertarik pada masalah pegawai;
c. Kurangnya
penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai;
d. Perasaan
bahwa manajer tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
3. Komunikasi
horizontal, bertujuan:
a. Mengkoordinasikan
penugasan kerja;
b. Berbagi
informasi mengenai rencana dan kegiatan;
c. Memecahkan
masalah;
d. Memperoleh
pemahaman bersama;
e. Untuk
mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan; dan
f.
Menumbuhkan dukungan
antarpersonal.
4. Komunikasi
informal, dimana muncul dari interaksi diantara anggota organisasi, dan
mengalir dengan arah yang tidak dapat diduga. Serta, jaringannya digolongkan
sebagai selentingan (grapevine).
Komentar
Posting Komentar