KONTEKS TINGGI – KONTEKS RENDAH
cdns.klimg.com |
Karakteristik utama dari gaya bahasa konteks tinggi (kolektivistik)
adalah tidak langsung, dan isi pesan bersifat tersirat. Gaya bahasanya juga
berbelit-belit, dan kuantitas pembicaraanya tinggi. Namun, terkadang gaya
bahasa konteks tinggi juga bisa ringkas, dan jumlah pembicaraan rendah. Skala
pengurangan ketidakpastian[1]
dalam konteks budaya ini ialah sedang. Terkadang skala pengurangan
ketidakpastian juga bisa tinggi.
Hal ini terjadi karena orang-orang dalam konteks tinggi berusaha menghindari
konflik dalam suatu hubungan, sehingga terciptanya kesetiakawanan. Untuk
menghindari atau mengurangi ketidakpastian dalam konteks tinggi adalah dibutuhkannya
hukum, rencana, peraturan, ritual, perayaan tertulis serta protokol sosial yang
mengatur (Samovar dkk, 2010: 241).
Gaya bahasa dalam konteks tinggi juga kontekstual, dan interaksi
berfokus pada pola hubungan ketimbang isi pembicaraan. Selain itu, gaya
bahasanya juga bersifat afektif (mengandalkan perasaan). Dimana bahasa dan
prosesnya sebagai orientasi utama, serta berfokus kepada penerima pesan.
Sementara, gaya bahasa dalam konteks rendah (individualistik)
adalah langsung, dan isi pesan bersifat tersurat. Namun, gaya bahasa konteks
rendah juga bisa rewel dan jumlah pembicaraan sedang. Selain itu, skala
pengurangan ketidakpastiannya juga rendah. Hal ini terjadi karena orang-orang
dalam konteks budaya rendah lebih berorientasi pada hasil, dan bukan pada proses.
Mereka juga berhubungan karena adanya ikatan profesionalitas semata (contoh
pekerjaan dan sebagainya).
Negara-negara seperti Swedia, Denmark, Irlandia, Norwegia, Amerika
Serikat, Finlandia dan Belanda termasuk kedalam negara-negara yang memiliki
keinginan rendah untuk mengurangi ketidakpastian. Karena mereka lebih mudah
menerima ketidakpastian yang ada dalam hidup. Cenderung untuk bertoleransi
terhadap orang yang tidak biasa, dan tidak merasa terancam dengan pandangan
dari orang-orang yang berbeda.
Mereka menghargai inisiatif, tidak menyukai struktur yang terkait
dengan hierarki, mau mengambil resiko, fleksibel, berpikir bahwa seharusnya ada
sedikit peraturan, dan bergantung pada para ahli juga pada diri mereka sendiri (Samovar
dkk, 2010: 242). Adapun gaya bahasa konteks rendah bersifat personal, dan fokus
pada pembicara serta isi pembicaraannya ketimbang pola hubungan. Selain itu,
gaya bahasa hanya sebagai perantara untuk mencapai tujuan utama dan berfokus
kepada pengirimnya.
[1]
“...Menjelaskan hal yang membuat masyarakat dalam suatu budaya merasa gugup
terhadap situasi, yang mereka lihat tidak terstruktur, tidak jelas atau tidak
dapat diprediksi.” (Hofstede, 2010: 240).
Komentar
Posting Komentar