STRATEGI PENGELOLAAN KONFLIK ANTARBUDAYA
vignette.wikia.nocookie.net |
Konflik merupakan aspek yang tidak dapat dihindari dalam sebuah
hubungan. Jika diatur dengan tidak tepat, konflik dapat mengarah pada masalah
yang tidak dapat diperbaiki – pemisahan atau perceraian dalam tahap
interpersonal, perang dalam skala nasional atau kehilangan kesempatan dalam
bisnis. Dengan merujuk konflik dan komunikasi, Pepper menuliskan, “Komunikasi
merupakan karakter konflik yang dominan, karena berfungsi sebagai alat penyebar
konflik dan sumber dari manajemen konflik.” (Samovar dkk, 2010: 382).
Berikut beberapa strategi dalam mengelola konflik antarbudaya:
1.
Bersaing/Kompetisi
(Dominasi)
Kompetisi
merupakan nilai Amerika yang fundamental. Jadi, tidak mengejutkan bahwa dalam
arena bisnis, kompetisi digunakan dalam manajemen konflik di Amerika Serikat.
Beamer dan Varner mendiskusikan masalah dari pendekatan “bagaimana harus
menang”, ketika diterapkan dalam budaya kolektif yang menekankan keharmonisan
kelompok diatas kesuksesan pribadi:
“Kompetisi
secara terbuka dianjurkan dalam budaya individualistis. Petugas penjualan
ditantang untuk saling mengalahkan, misalnya. Sales of the Year dipilih
dalam banyak perusahaan. Namun, budaya kolektif tidak menganjurkan kompetisi
terbuka. Tujuan pribadi tidak ditempatkan diatas tujuan kelompok. Dalam negosiasi
lintas budaya, misalnya, Anda akan melihat anggota dari budaya individual ingin
memenangkan argumen bagaimanapun caranya. Sedangkan, perwakilan dari budaya
kolektif lebih mengambil jalan tengah (kompromi). Dalam pendekatan ini,
orang-orang biasanya menyerah atau ‘menukar’ sesuatu dalam rangka mengatasi
konflik.’
“Strategi
ini didasarkan atas kepercayaan, bahwa lebih baik memperoleh sesuatu
dibandingkan tidak sama sekali. Dalam konteks bisnis, kompromi merupakan
pendekatan yang kadang ditandai oleh kata-kata klise, seperti: “Mari hilangkan
perbedaannya” atau “sesuatu lebih baik dari tidak ada sama sekali”.
2.
Berkolaborasi
(Persatuan)
Inti
dari kolaborasi adalah pandangan, bahwa semua pihak bekerjasama untuk
memecahkan masalah. De Fleur dan rekannya menjelaskan kolaborasi sebagai usaha
untuk mempertahankan hubungan yang produktif, yang akan mengatasi ketidaksetujuan
ketika bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan menggunakan cara yang
kreatif, tujuan dan kebutuhan setiap orang dapat dicapai.
Kolaborasi
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengatasi konflik, karenaa
konflik dilihat dari cara yang positif. Kolaborasi juga merupakan metode yang
populer digunakan, dimana kedua belah pihak tetap menjaga tujuan mereka, dan
pada saat yang sama tetap bekerjasama.
3.
Berkompromi/Akomodasi
Akomodasi
merupakan salah satu bentuk mengatasi konflik, yang erat hubungannya dengan
menghindar. Perbedaannya adalah bahwa dalam akomodasi, seseorang berusaha
menyenangkan orang lain. Dalam banyak kesempatan, tindakan ini “dapat
menimbulkan keadaan yang tidak mengenakkan”.
4.
Menghindar
Menghindar
juga dikenal sebagai penyangkalan atau penarikan diri. Menghindar merupakan
strategi yang berdasarkan asumsi, bahwa konflik akan hilang jika diacuhkan. Dalam
beberapa kasus, hal ini merupakan cara yang paling cepat untuk mengatasi
konflik. Menghindari konflik dapat secara mental (diam atau tidak terlibat
dalam interaksi), atau fisik (menarik diri dari lingkungan konflik). Kadang
ketika kita menghindar, situasi yang menciptakan konflik menjadi meningkat,
karena kedua belah pihak memikirkan apa yang terjadi.
Walaupun orang
Amerika sering menggunakan teknik menghindar, hal ini bukanlah pendekatan yang
populer dalam menghadapi konflik di Amerika Serikat. Banyak orang Amerika yang
tidak menyukai masalah yang tidak selesai, dan memiliki kebutuhan untuk
“mengatakan pendapat mereka” dan menyelesaikan masalah. Jadi, di Amerika
Serikat dan budaya individualistis lainnya, penarikan diri “jarang menjadi
solusi yang memuaskan.” (Samovar dkk, 2010: 383-385).
Komentar
Posting Komentar