IKLAN OBAT DAN MAKANAN PERLU DIATUR
Istimewa. Foto: Misriadi/Radio Elshinta |
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran dibentuk untuk menciptakan penyiaran yang sehat. Termasuk dalam Iklan
Obat Tradisional, Makanan dan Suplemen Kesehatan Pada Media Penyiaran. Musabab,
iklan tersebut merupakan kebutuhan orang banyak. Sehingga, negara memiliki
tanggungjawab untuk melindungi mereka lewat dibentuknya KPI sebagai lembaga
negara independen. KPI sendiri memiliki fungsi untuk mengawal penyiaran. Salah
satunya mengawasi dari segi siaran, untuk melindungi konsumen dari iklan radio
atau televisi yang ‘sesat lagi menyesatkan’.
Iklan memiliki setidaknya lima fungsi, yaitu: to inform (menginformasikan), to persuade (menginformasikan), to reminding (mengingatkan), to giving the value (memberikan nilai),
dan to assisting (mendampingi). Kehidupan lembaga penyiaran tidak
terlepas dari iklan. Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa frekuensi yang
digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik, sehingga harus benar-benar
dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya aspek kebermanfaatan bagi publik, dengan tetap
memperhatikan aspek ekonominya. Sehingga, aspek sosial dan komersial sebuah
lembaga penyiaran harus benar-benar seimbang, tidak boleh berat sebelah.
Apalagi, dengan mengedepankan tipu muslihat dalam periklanannya, karena akan berdampak buruk bagi konsumen,
apabila tidak diindahkan.
Industri periklanan di Indonesia telah
dimulai sejak lama, yaitu sejak zaman penjajahan Belanda. Namun, kajian
periklanan sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi baru dimulai pada tahu 1968,
tatkala UU PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)
diberlakukan. Kala itu, belanja iklan baru mencapai Rp. 680 juta rupiah. Tepatnya
pada tahun 2017, belanja iklan telah mencapai Rp. 145 Triliun. Sementara, pada
tahun 2013 silam, belanja iklan baru sekitar Rp. 110 Triliun. Artinya, ada peningkatan
jumlah pendapatan dari iklan yang sangat signifikan. Untuk komposisi belanja iklan
berdasarkan produk kesehatan, obat dan makanan, sebesar Rp. 24,9 Triliun
digunakan untuk perawatan pribadi; 21,6 Triliun digunakan untuk minuman; Rp.
19,1 Triliun untuk makanan; dan Rp. 6,3 Triliun untuk industri farmasi, yang
terdiri dari Sidomuncul (Rp. 398 Miliar dan Bodrex Rp. 301 Miliar).
Keberadaan iklan produk kesehatan,
obat dan makanan telah berlangsung cukup lama. Beberapa siaran radio/televisi legendaris bahkan disponsori oleh perusahaan farmasi, seperti: Saur Sepuh oleh PT. Kalbe
Farma; Api di Bukit Menoreh oleh perusahaan PT. Bintang Tujuh; dan Misteri dari
Gunung Merapi oleh Perusahaan PT. Mediafarma. Pertumbuhan iklan yang semakin tinggi
dari tahun ke tahun, jelas menunjukkan bahwa iklan itu sangat berpengaruh
terhadap perilaku konsumen. Teori-teori komunikasi awal, bahkan dapat dikatakan
jadul seperti jarum hipodermik (hypodermic
needle theory) (baca: http://khairullahbinmustafa.blogspot.com/2018/05/model-komunikasi-partisipasi-dan-jarum.html),
Stimulus and Response (S-R) (baca: http://khairullahbinmustafa.blogspot.com/2018/06/era-efek-media-sudah-berakhir.html),
hingga AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, and Action) (baca: http://khairullahbinmustafa.blogspot.com/2018/03/apa-itu-a-procedure.html),
memperlihatkan bahwa iklan sangat berpengaruh bagi konsumen. Jadi, ada korelasi
antara iklan yang menaruh konsen terhadap Attention
dan Interest terhadap Desire, Decision dan Action konsumen.
Disisi lain, pemerintah perlu membuat tata aturan
pembuatan iklan, yang berhubungan dengan iklan produk kesehatan, obat dan
makanan. Ini sangat perlu dilakukan,
karena upaya mencari iklan produk kesehatan, obat dan makanan biasanya
dilakukan secara langsung, tidak melalui biro iklan. Dengan demikian, iklan
produk kesehatan, obat dan makanan lokal tidak melanggar aturan yang berlaku
tentang tata cara dan tata krama iklan produk kesehatan, obat dan makanan yang
berlaku. Last but not least, aturan ataupun regulasi dibuat bukan
untuk menghambat kreativitas, melainkan untuk kebaikan masyarakat banyak.
Begitupula dengan tata krama dan tata cara iklan produk kesehatan, obat dan
makanan dibuat untuk kebaikan masyarakat dan kebaikan generasi masa depan.
Dengan membaca aturannya secara teliti, INDUSTRI MEDIA ELEKTRONIK PASTI BISA membuat iklan yang baik dan benar.
*Merupakan hasil notulensi pribadi "Sosialisasi Produk Jasa
Kesehatan dan Obat/Makanan Tradisional Pada Media Elektronik Radio dan Televisi, yang disampaikan oleh Moderator, Drs. Jaramen Purba, M.AP, selaku
Anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran; dan Narasumber, yaitu Parulian Tampubolon, S.Sn, selaku
Ketua KPID Provinsi Sumatera Utara; serta Drs. Safrin, M.Si, selaku Dosen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
Komentar
Posting Komentar