Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Foto: Norman Fairclough
Analisis wacana termasuk ilmu yang baru muncul beberapa puluh tahun belakangan, dimana kebanyakan aliran linguistik membatasi analisanya hanya pada soal kalimat saja. Menurut Eriyanto (2001: 3) analisis wacana terbagi dalam beberapa disiplin ilmu, diantaranya dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan diantara unsur tersebut. Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa.
Adapun, model Analisis Wacana Kritis memang telah banyak dikemukakan oleh para ahli, seperti: Michel Foucault, Antonio Gramsci, Frankfurt School, Louis Althusser, Teun A. Van Dijk dan Norman Fairclough. Salah satunya, Norman Fairclough yang menyebutkan bahwa Analisis Wacana Kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Analisis Wacana Kritis melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai sebuah praktik sosial.
Norman Fairclough (dalam Badara, 2012: 26) lebih lanjut membagi Analisis Wacana Kritis ke dalam tiga dimensi; yang dimaksudkan untuk mengungkapkan kegiatan, pandangan, dan identitas berdasarkan bahasa yang digunakan dalam wacana. Yaitu: Text (Microstructual): Dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat; Discourse Practise (Mesostructural): Dimensi yang berhubungan dengan produksi dan konsumsi teks; dan Sociocultural Practise (Macrostructural): Dimensi ini berhubungan dengan konteks yang berada di luar teks seperti konteks situasional, institusional dan sosial. Analisis ini berdasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang berada di luar media dapat memengaruhi wacana yang muncul di dalam media. Maka, ruang redaksi atau wartawan tak dilihat sebagai sesuatu yang steril, bebas norma, ideologi, dan sebagainya. Namun, sangat ditentukan oleh faktor yang berada di luarnya.
Jika text berhubungan erat dengan linguistik, dan Discourse Practise merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi. Maka, Sociocultural Practise lebih menyoroti kepada konteks diluar teks misalnya politik media, ekonomi media atau budaya media tertentu yang berpengaruh terhadap berita yang dihasilkannya (Eriyanto, 2001: 288).
Ada tiga level analisis Sociocultural Practise, diantaranya:
1.     Situasional (Konteks Situasi)
Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi yang lebih mengacu kepada waktu, atau suasana khas dan unik. Dengan kata lain, aspek situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi pada saat berita disebarluaskan.
2.     Institusional (Konteks Praktik Institusi)
Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari kekuatan dalam maupun luar, yang sama-sama dijadikan sebagai salah satu hal yang memengaruhi isi sebuah teks. Maka, produk media tidak pernah bisa dilepaskan dari proses produksinya. Proses produksi dan produk media (teks media) selalu berada pada satu garis lurus, dimana kepentingan-kepentingan dalam institusi media bertarung dan beradu di dalamnya. Tentunya, kepentingan-kepentingan yang berada dalam suatu institusi media tersebut akan sangat memengaruhi pada setiap tahap pembuatan sebuah teks media. 
3.     Sosial
Level sosial lebih melihat kepada aspek mikro seperti sistem ekonomi, politik, atau budaya masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, teks bisa dibedah sampai hal-hal yang mendalam. Dimana teks pun mengandung sebuah ideologi tertentu yang disisipkan penulisnya, agar masyarakat dapat mengikuti alur keinginan si penulis teks tersebut.
Berikut karakteristik penting dari analisis wacana kritis Norman Fairclough:
1.     Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan.
2.     Analisis wacana kritis mempertimbangkan aspek konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi.
3.     Wacana diproduksi dalam konteks tertentu, dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya.
4.     Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen dalam analisisnya.
5.     Ideologi merupakan konsep sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis.
Peraturan institusi yang dianalogikan Norman Fairclough seperti kinerja pada sebuah media massa. Hubungan antara wartawan dan pemimpin redaksi saat menentukan tema sebuah pemberitaan, yang tentunya amat memperhatikan aspek situasional. Misal: Konteks situasi terkini, yang bersinggungan langsung dengan masyarakat. Kebijakan redaksi tidak mungkin lepas dari ideologi media massa. Oleh karena itu, suatu teks berita adalah hasil praktik wacana, yang muncul dari kebijakan redaksi media yang telah diatur sebelumnya.
Level sosial dapat dilihat dari teks yang muncul dalam pemberitaan. Teks tak hanya menggambarkan peristiwa yang ada, tetapi di dalamnya tersembunyi maksud tertentu. Sebuah peristiwa terlukiskan melalui keterpaduan pada sebuah berita, yang kemudian menjadi sebuah paragraf. Paragraf kemudian saling terhubung dengan paragraf lain, sehingga menjadi sebuah wacana dalam sebuah pemberitaan.

Komentar

Postingan Populer