MODEL KOMUNIKASI BERTAHAP
Gambar perempuan berhijab sedang belajar didepan laptopnya (sumber: www.google.co.id) |
A. Model Alir Satu Tahap (One Step Flow
Communication)
Model ini hampir sama dengan model jarum hipodermik. Namun, perbedaannya adalah model alir
satu tahap lebih menekankan pada aspek penyebaran pesannya yang langsung, tanpa
harus melalui opinion leader. Sementara, model jarum hipodermik lebih
menekankan pada aspek pengaruh media terhadap perubahan sikap khalayak. Berikut
beberapa perbedaan lainnya yang dimiliki model alir satu tahap, diantaranya:
a.
Model alir satu tahap mengamini media massa tidaklah powerfull dalam memengaruhi khalayak, sebagaimana yang dikatakan
model jarum hipodermik.
b.
Keaktifan dan tingkat selektifitas khalayak
dapat mempengaruhi tingkatan dampak pesan media pada diri mereka.
c.
Model
alir satu tahap mengamini setiap khalayak memiliki kadar efek media yang
berbeda-beda.
B. Model Alir Dua Tahap (Two Step Flow
Communication)
Model alir dua tahap (two step flow communication) pertama kali diperkenalkan oleh Paul F.
Lazarsfeld, Bernard Berelson dan H. Gudet pada tahun 1948.
Model alir dua tahap didasari pada asumsi efek media
massa yang terbatas. Artinya, khalayak tidak langsung menerima suatu pesan, melainkan melalui perantara. Perantara disini disebut dengan pemuka pendapat (opinion
leader)”, yang berfungsi sebagai penerus
pesan media
kepada khalayak. Namun, sebelumnya pesan yang
disampaikan itu telah melalui serangkaian proses seleksi dan interpretasi
pribadi opinion leader.
Model aliran dua tahap lebih cocok digunakan di
lingkungan pedesaan yang homogen, dengan tingkat melek media yang belum signifikan.
Sebaliknya, model ini kurang tepat digunakan di perkotaan, dimana masyarakatnya
sudah sangat mandiri dalam memilih informasi. Model alir dua tahap melalui serangkaian
proses, diantaranya: 1) Media kepada opinion leader, dan 2) opinion leader kepada
khalayaknya (Susanto, 1988:
23).
Model alir dua
tahap muncul berdasarkan pada penelitian Paul pada tahun 1944. Hasil penelitian tersebut ialah
masyarakat yang belum mandiri dalam mencari informasi, akan menjadikan opinion
leader sebagai tuntunannya. Penelitian Paul sekaligus membuktikan
keraguannya, bahwa pesan media tidak serta-merta dipahami khalayak seperti pada
model jarum hipodermik. Penelitian ini kemudian dikembangkan oleh Elihu Katz
pada tahun 1955 (Honiarti, 2008: 5). Dalam model alir dua tahap, opinion
leader dituntut fokus untuk menyimak pesan media, sehingga ia dapat
menyampaikannya kembali secara maksimal. Meskipun, bias dan subyektifitas opinion
leader tidak dapat terhindarkan.
Kecenderungan dominasi opinion leader terhadap
penafsiran suatu pemberitaan, membuktikan masyarakat pedesaan masih sangat
pasif, dan sangat bergantung pada opinion leader untuk memahami pesan
yang disampaikan media. (Joseph A. DeVito, 1996: 2).
Contoh kasus:
Di pedesaan, peran opinion leader masih sangat mempengaruhi
proses komunikasi massa. Dari penuturan opinion leader lah, masyarakat
pedesaan dapat mengetahui isu perpolitikan negara yang sedang hangat, naiknya
bahan pokok hingga kabar dari luar negeri. Pada masa Orde Baru, peran opinion
leader sangat dioptimalkan sebagai mitra pembangunan. Apapun pesan media
tentang kesuksesan pembangunan yang telah, tengah atau akan dilakukan Orde Baru
akan disampaikan kembali oleh opinion leader kepada khalayaknya.
C. Model Alir Banyak Tahap (Multy Step Flow
Communication)
Pada prinsipnya, model alir banyak tahap (multy
step flow communication) merupakan kombinasi dari model alir satu tahap dan
dua tahap. Model yang dipopulerkan oleh sosiolog Paul F. Lazarsfeld dan Elihu
Katz pada tahun 1955 ini menyatakan, pesan media menyebar secara serempak
dengan proses interaksinya yang kompleks (Effendy, 1986: 45). Artinya, media
dalam menyampaikan pesan melalui serangkaian proses yang beragam, seperti: bisa
bersifat langsung (straight to audiences), melalui opinion leader, atau
kedua-duanya sekaligus. Model alir banyak tahap menyatakan, ada sejumlah
variabel penerusan dalam arus komunikasi massa dari sumber media massa kepada
khalayak yang luas (Wiryanto,
2003 : 34).
Melalui model alir banyak tahap, khalayak memiliki alternatif untuk
menerima pesan media, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Langsung dalam artian khalayak tidak membutuhkan opinion leader untuk
menyampaikan atau menafsirkan suatu pemberitaan. Sebaliknya, tidak langsung
dalam artian khalayak membutuhkan peran opinion leader untuk memahami
pesan media massa. Intinya, model alir banyak tahap merupakan gabungan dari keduanya (Nurudin,
2007: 12).
Komentar
Posting Komentar