Model Komunikasi Melvin De Fleur
Model Melvin DeFleur merupakan penyempurnaan
dari model komunikasi matematis Shannon dan Weaver. Model ini menambah peran
media massa dan umpan balik dalam tahapannya.
Salah satu poin penting dari model DeFleur yakni, media memiliki pengaruh terhadap khalayaknya. Poin ini merujuk pada
penelitian DeFleur (2010) yang menunjukkan, siaran media mempengaruhi persepsi
khalayak dalam menentukan agenda. Artinya, dari siaran itu, khalayak dapat
menentukan mana agenda pemberitaan yang penting dan mana yang tidak. Model
DeFleur menunjukkan, bahwa media masih memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
khalayak. Meskipun, dewasa ini banyak pakar yang meragukannya. Apalagi, sejak munculnya model Uses and
Gratification yang menyatakan, khalayak memilih media berdasarkan kegunaan
dan kepuasan yang bakal didapatnya.
Meski demikian, model Defleur tidaklah benar-benar tamat, melainkan masih dapat
digunakan untuk menganalisis suatu fenomena. Salah satunya
adalah fenomena ketergantungan[1]
remaja pada game mobile legend. DeFleur dan Ball Rokeach (1975)
menyebutkan, “semakin besar kebutuhan akan media, maka semakin kuat rasa ketergantungan akan
media tersebut”. Ketergantungan remaja pada game online ini menunjukkan, pengaruh
media terhadap khalayak masih terjadi secara signifikan. Craigh (2005: 8)
mengamini, penggunaan media baru[2]
kerap membuat kita lalai, menjadi
kurang produktif dan cenderung menghabiskan waktu percuma.
Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII), populasi penduduk Indonesia mencapai
262 juta orang. Lebih dari 50%
(143) juta orang telah terhubung ke jaringan internet sepanjang 2017 (tekno.kompas.com, 22/2/2018). Internet
seolah tak bisa dipisahkan
dari kehidupan anak muda zaman sekarang. Sebanyak
49,52 persen penggunanya ialah mereka yang berusia 19-34 tahun. Selain itu, penelitian Rumyeni[3]
menunjukkan, hampir seluruh mahasiswa Universitas Riau (UNRI) menggunakan
internet dengan frekuensi mean >10 kali dalam sehari dan >6
jam/hari dalam mengakses media sosial[4].
Model DeFleur setidaknya melahirkan teori
ketergantungan media (dependency media), bersama rekannya Ball-Rokeach
pada tahun 1984. Asumsi teori ini adalah semakin seseorang bergantung pada
media, makan akan semakin penting peran media tersebut dalam kehidupannya.
Seperti para remaja kita yang begitu banyak menghabiskan waktu untuk mobile
legend. Syahputra dalam jurnalnya (2018: 10) menjelaskan, sulitnya
meninggalkan game online tersebut karena dukungan fitur, nuansa game yang
memacu adrenalin, dan dapat dimainkan secara tim. Pada tahap makro, ketergantungan
ini akan terus berlanjut sampai seseorang bosan dan berhenti membutuhkannya.
Poin penting lainnya dari model DeFleur yakni,
penerima memahami pesan media berdasarkan tafsiran yang berbeda-beda. Model ini melahirkan teori perbedaan individu (individual
differences theory). Perbedaan
tersebut muncul karena faktor biologis, psikologis, ToE/ToR[1], norma-norma yang dianut juga budaya (Effendy, 2007: 275). Perbedaan tersebut jelas
memberikan efek media yang berbeda baik secara kognitif, afektif dan behavioral.
Contoh: Di mata penulis, program “Indonesiaku”
Trans7 jelas telah menjalankan amanat UU No. 40
Tahun 1999 Tentang
Pers. Dimana Pers memiliki fungsi kontrol sosial (to social control)
(Pasal 6 butir d) untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan
saran terhadap hal-hal yang bersinggungan dengan kepentingan umum, seperti: akses jalan yang buruk, sulitnya
mendapatkan air bersih, pelayanan kesehatan yang belum memadai, pendidikan yang
belum merata, dan masih banyak
lagi. Namun, bagi
pemerintah setempat bisa jadi tayangan
tersebut dianggap berbahaya lantaran memperburuk citra mereka.
[1] Menurut De Fleur dan Ball Rokeach, ketergantungan berkaitan erat dengan
upaya pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan dengan bergantung pada
sesuatu. Dalam penggunaan mobile legend misalnya, khalayak bertujuan
untuk mendapatkan peringkat tertinggi atau sekedar mengisi waktu kosong.
[2] Media baru (new media) merupakan istilah
untuk menjelaskan gabungan
antara teknologi komunikasi digital dengan jaringan internet.
[3] Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Riau.
[4] Media sosial merupakan wadah untuk mengirim dan menerima pesan, melalui
sistem terkomputerisasi yang menggunakan internet. Internet sendiri pertama
kali dimunculkan oleh Pemerintah AS pada tahun 1969 (Rumyeni, 2017: 48).
Belakangan,
media baru memiliki daya tarik
luar biasa di mata khalayak. Dengan segala kemudahan dan manfaat yang
dimilikinya, media baru menggeser posisi media konvensional.
[1] ToE (Term of Experience) = kerangka pengalaman, ToR (Term of References) = kerangka pengetahuan.
Komentar
Posting Komentar