Bangkit!
Jika ada penyesalan dalam diriku, itu adalah mengenal dirimu ditengah kesendirian dan kesemrawutanku. Kau datang dengan anggun menyapaku, mengajakku berkenalan. Sejak saat itu, seolah aku kembali mengenal arti senyum, bahagia, dan ghirah dalam menjalani hidup. Aku pun mulai menaruh harapan padamu, meski urung kuungkapkan. Meski pandangan cinta ini lebih sering kutundukkan, lantaran malu aku dengan perasaanku yang menebal ini, lantaran malu aku dengan posisiku yang kere ini.
Hingga sekian lama kupendam, engkau pun telah memilih untuk
benar-benar mengunci hatimu, sebab kuncinya telah dimiliki oleh yang lain; yang
lebih gagah, kaya raya, berbangsa, beradat, berlembaga, berketurunan, hidup
senang, mentereng, cukup uang, berenang dalam emas, bersayap uang kertas yang
tak lapuk di hujan, tak lekang di panas. Tapi toh kamu tidak salah, dunia yang
salah, sistem kapital yang salah, Adam Smith yang salah, bukan kamu.
Tapi bila kupikir-pikir, benar juga kata Bang Muluk kepada
Zaenuddin dalam Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, bahwa kita tidak boleh
terus-terusan berada dalam keadaan terpuruk, sebab luka pun ada sembuhnya, dan aku
tidak boleh mati lantaran dibunuh oleh perasaanku sendiri. Aku harus
benar-benar bangkit dan menemukan kebahagianku sendiri, dengan caraku sendiri.
Aku tidak ingin terus-terusan berada dalam kesedihan, yang
menyempitkan rongga dadaku dan membuatku sesak. Aku harus bangkit! dan tidak
lagi bersedih hati. Cukuplah Tuhan sebagai penolongku, cukuplah sabar sebagai
sahabatku sampai mati…
Komentar
Posting Komentar