Media Mesti Cerdas dan Bijaksana Kawal Pemilu

sumber: www.google.co.id
Masyarakat harus terus dihimbau untuk mewaspadai pemberitaan seperti Tabloid Indonesia Barokah dan Obor Rakyat, yang kerap memecah belah masyarakat dengan menggoreng isu-isu agama dan isu-isu yang belum tentu benar adanya. Begitupula halnya dengan lembaga penyiaran dalam mengawal pemilu mesti cerdas dan bijaksana, seperti pada porsi pemberitaannya yang musti ideal, dan menayangkan iklan kampanye yang lebih substansial. 
Menurut penulis, apa yang harus disajikan media tentang pemilu harus lebih substansial, bisa mengenai peserta pemilu, regulator dan regulasi pemilu, serta tahapan pemilu. Namun, realitas masih kerap menunjukkan, bahwa masih ada banyak pemberitaan pemilu yang penuh dengan hiruk-pikuk perdebatan timses Capres/Cawapres; kurangnya pemahaman masyarakat terkait identitas dan rekam jejak Caleg yang memang kurang diberikan ruang oleh media; serta proporsionalitas penyajian peserta pemilu di media yang memang masih bermasalah. Oleh karena itu, tampaknya lembaga penyiaran wajib kembali memperhatikan etika dalam penyajian informasi seputar pemilu. Pun, yang dimaksud dengan peserta pemilu tidak melulu Capres/Cawapres, melainkan juga Partai Politik untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota; dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, sebagaimana disebutkan dalam PKPU 23/18 butir 15.
Dewan Pers sendiri, telah menerbitkan Surat Edaran No. 01/SE-DP/I/2018 tentang Posisi Media dan Imparsialitas Wartawan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Dewan Pers seperti ingin kembali menegaskan peranan pers, termasuk lembaga penyiaran dalam rangka menjamin kemerdekaan pers, dan untuk memenuhi hak masyarakat dalam mendapatkan informasi yang adil dan berkualitas. Menurut penulis, hal ini dipandang tepat, karena kita memang musti belajar dari pengalaman pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pilkada 2018. Dimana “Perselingkuhan” antara media/jurnalis dengan politisi/partai masih kerap terjadi, yang bahkan tak jarang melibatkan uang dan ujug-ujugnya mengorbankan independensi media. Kala itu, juga masih ditemukan ‘akal-akalan’ lembaga penyiaran yang mengemas kampanye dalam bentuk “news”/program berita terselubung, walaupun sudah ada batasan kampanye yang diatur dalam Peraturan KPU, yang berbunyi: “Peserta Pemilu dilarang membuat materi iklan dalam bentuk tayangan atau penulisan berita (Pasal 37 Ayat 5 PKPU No. 28/18 tentang Perubahan Pertama Atas PKPU No. 23/18 tentang Kampanye Pemilu).
Adapun, regulator pemilu adalah KPU dan Bawaslu, dimana Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan Pemilu; dan KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara Pemilu di provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (PKPU 23/18 butir 8). Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi penyelenggara Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (PKPU 23/18 butir 12), dan Bawaslu Provinsi adalah badan yang mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (PKPU 23/18 butir 13). Jadi, KPI dalam Gugus Tugas lebih bersifat sebagai supporting system, terutama dalam hal mengawasi pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye di lembaga penyiaran, dan memang memiliki dasar hukum untuk melakukan itu, yakni UU 32/2002 tentang Penyiaran.
Adapun regulasi pemilu yang dimaksud sebagaimana disebutkan, terdiri dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama pada Pasal 287 hingga 297; Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), terutama Pasal 71 SPS; PKPU No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, yang telah mengalami dua kali penyempurnaan (PKPU No. 28 Tahun 2018 dan PKPU No. 33 Tahun 2018 –red); Keputusan Bersama Bawaslu, KPU, KPI, dan Dewan Pers tentang Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu Tahun 2019; Keputusan KPU RI No: 581/PL.02.4-Kpt/06/KPU/III/2019 tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 291/PL.02.4-Kpt/06/KPU/I/2019 tentang Petunjuk Teknis Fasilitasi Penayangan Iklan Kampanye Melalui Media Bagi Peserta Pemilu Tahun 2019; serta Surat Edaran KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu Tahun 2019 di Lembaga Penyiaran.
Sementara untuk tahapan pemilu, pelaksanaan kampanye sudah bisa dimulai dari tanggal 23 September 2018 hingga 13 April 2019; dan untuk penayangan iklan kampanye di lembaga penyiaran baru dimulai pada tanggal 24 Maret hingga 13 April 2019; adapun di masa tenang lembaga penyiaran tidak boleh menayangkan iklan kampanye, yaitu pada tanggal 14 hingga 16 April 2019; serta pemungutan suara sendiri akan dilakukan pada hari Rabu, 17 April 2019 mendatang. (kh).

Komentar

Postingan Populer