PELAJARAN DARI WEBINAR BERSAMA PRODUSER DAAI TV MEDAN
dok. pribadi |
Tanggal 28 September 2020, kami baru saja selesai
melaksanakan web seminar bersama Produser DAAI TV Medan, Kak Khairiah Lubis,
S.Sos[1].
Kala itu, webinar ini berjudul: “Pentingnya Menjaga Independensi dan
Kepercayaan Publik dalam Pemberitaan di Televisi. Webinar ini pun dilaksanan
dalam rangka menambah pemahaman mahasiswa-mahasiswi terkait materi tersebut.
Adapun webinar ini merupakan webinar kedua yang telah selesai kami laksanakan.
Ke depan, saya selaku pengampu mata kuliah Etika Profesi dan HaKI akan terus
melaksanakan kegiatan sejenis demi efektivitas pelaksanaan proses pembelajaran
(belajar-mengajar) mata kuliah ini.
Berikut pelajaran yang dapat saya petik dari webinar
kali ini:
Pertama, Kekuatan
media. Media dapat dipahami sebagai sebuah titik pertemuan dari banyak kekuatan
dan kepentingan (Koike, 2002). Berdasarkan teori Shoemaker dan Reese pun
menyebutkan, setidaknya ada lima level yang memengaruhi konten media, yaitu:
level individu pekerja media, level rutinitas media, level organisasi media,
level ekstra media, dan level ideologi media. Kelima level ini jelas memiliki
sub-sub pemabahasannya tersendiri. Untuk itu jelas perlu untuk dipelajari lebih
lanjut. Beberapa tulisan terkait telah saya unggah di blog ini.
Kekuatan media ini juga telah dinyatakan oleh Kaisar
Perancis kala itu, Napoleon Bonaparte. Ia mengatakan, “Aku lebih takut pada surat kabar (media) daripada seribu prajurit yang
siap dengan bayonet terhunus”. Novelis Amerika, Mark Twain pun memberikan
metafora sendiri terhadap kekuatan media. Ia menyebut, “Ada dua hal yang menerangi dunia, yaitu matahari dan pers”.
Saat menyerbu Cekoslovakia pada tahun 1968 pun, kata Kak Khairiah, tindakan pertama yang dilakukan Jenderal Uni Soviet adalah menyensor pers. Artinya, media memang memainkan peranan penting dalam setiap gerakan-gerakan. Salah satunya seperti yang terjadi di Negara Filipina tahun 1986, di mana people power sukses menjatuhkan Marcos dari kursi Presiden. Di Indonesia sendiri, kemerdekaan pers membuka peluang terbukanya kebebasan, perubahan politik. Kebebasan pers sendiri pun terjadi setelah Soeharto turun, ditandai dengan terbitnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta meningkatnya jumlah media bak cendawan di musim hujan. Di Indonesia sendiri pun, Pers adalah pilar ke-4 demokrasi, setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan, di Indonesia sendiri pun menganut sistem social responsibility press menurut Siebert.
[1] Kak Khairiah Lubis, S.Sos sampai saat ini masih menjabat sebagai Produser DAAI TV Medan. Ia juga menjabat sebagai Sekjen Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Periode 2018-2021. Beliau sendiri merupakan lulusan Ilmu Komunikasi FISIP USU tahun 1994-1999, dan saat ini tengah menempuh pendidikan S2-nya di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU Angkatan Tahun 2020.
Komentar
Posting Komentar