Check and Re-Check Pemberitaan di Media

Sumber: www.google.co.id
Setiap media pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya. Begitupula, setiap media memiliki gaya literasi media tersendiri agar terhindar dari konten-konten bermasalah. Misalnya, membaca artikel di sebuah majalah jelas membutuhkan keterampilan yang berbeda dengan saat Anda menonton suatu tayangan di televisi. Namun demikian, bukan berarti perbedaan tersebut tidak dapat dikombinasikan untuk menghasilkan suatu mutu informasi secara menyeluruh. Contoh: Ketika Anda mendengar suatu pemberitaan melalui saluran radio. Jelas Anda hanya dapat ‘berimajinasi’ bagaimana dahsyatnya gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah (Palu, Donggala dan Sigi), juga sebelumnya di Lombok, serta bencana tanah longsor di Sumatera Barat. Ataupun Anda yang hanya mendapatkan kabar berita duka dari tragedi terjatuhnya Lion Air JT-610, tentu hanya dapat ‘membayangkan’ betapa tragisnya kejadian itu yang banyak menimbulkan korban jiwa dan duka mendalam dari keluarga korban yang ditinggalkan. Namun, dengan adanya televisi Anda dapat mengkonfirmasi ‘imajinasi’ di pikiran Anda sebelumnya dengan realitas visual yang terjadi di lapangan.
Contoh lainnya, seperti Anda yang tidak mempercayai pesan terusan dari Whats App, yang mengabarkan di Palu baru saja terjadi gempa yang cukup hebat dan berpotensi Tsunami. Akan tetapi, ketika suatu pagi Anda membaca headline sebuah suratkabar juga memberitakan hal yang sama, bahwa Palu telah diguncang oleh gempa yang cukup dahsyat, maka Anda baru mempercayainya. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan antara audio dan audio + visual (motion pictures/gambar bergerak); ataupun antara kecepatan media sosial dan online dengan keakuratan sebuah suratkabar yang baru terbit esok pagi tidaklah saling bertentangan. Melainkan perbedaan media tersebut saling melengkapi antara satu dengan yang lain.

Komentar

Postingan Populer