Mengapa Lembaga Penyiaran Perlu Diatur?
Sumber: Seri Buku Literasi Digital - Pengantar Tata Kelola Internet Edisi Revisi 2018. |
Menurut Siregar (dalam Rianto, dkk, 2012: ix) regulasi bidang penyiaran
diatur secara ketat, karena:
- Media Penyiaran Menggunakan Ranah Publik (Public Domain)
UU 32/2002 Tentang Penyiaran Pasal 1 butir 8 menyebutkan, “Spektrum frekuensi radio adalah gelombang
elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara, serta
ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.
Istilah public domain sering disebut
dengan basic state property essential
facility, atau limited resources.
Di negara demokrasi manapun, jika suatu media menggunakan public domain, maka regulasinya akan sangat ketat. Hal ini karena ketika
seseorang atau suatu badan telah dipinjamkan frekuensi, sebenarnya ia telah
diberi hak monopoli oleh negara untuk menggunakan frekuensi tersebut dalam
kurun waktu tertentu, 5 tahun untuk radio dan 10 tahun untuk televisi –red (Pasal
34 UU 32/2002).
Dengan demikian, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bersifat khusus (lex specialist),
yaitu peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran. Dalam kaitan ini,
regulasi terhadap radio dan televisi berlangsung sangat ketat (highly regulated). Hal ini terbukti dari Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang merupakan turunan UU 32/2002
mengatur seperti: a. nilai-nilai
kesukuan, agama, ras, dan antargolongan; b.
nilai dan norma kesopanan dan
kesusilaan; c. etika
profesi; d. kepentingan
publik; e. layanan
publik; f. hak
privasi; g. perlindungan
kepada anak; h. perlindungan
kepada orang dan kelompok masyarakat tertentu; i.
muatan seksual; j.
muatan kekerasan; k.
muatan program siaran terkait rokok,
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif), dan minuman beralkohol; l.
muatan program siaran terkait perjudian;
m. muatan
mistik dan supranatural; n. penggolongan
program siaran; o. prinsip-prinsip
jurnalistik; p. narasumber
dan sumber informasi; q. bahasa,
bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan; r.
sensor; s.
Lembaga Penyiaran Berlangganan; t.
siaran iklan; u.
siaran asing; v.
siaran lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan/SSJ;
w. siaran
langsung; x. muatan
penggalangan dana dan bantuan; y.
muatan program kuis, undian berhadiah,
dan permainan lain; z. Siaran
Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah; dan aa.
sanksi dan tata cara pemberian sanksi
(P3, Bab III, Pasal 5); dan
SPS,
Bab III, Pasal 5: a. nilai-nilai
kesukuan, keagamaan, ras, dan antargolongan; b.
norma kesopanan dan kesusilaan; c.
etika profesi; d.
kepentingan publik; e.
program layanan publik; f.
hak privasi; g.
perlindungan kepada anak; h.
perlindungan kepada orang dan masyarakat
tertentu; i. muatan
seksualitas; j. muatan
kekerasan; k. larangan
dan pembatasan muatan rokok, NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif),
dan minuman beralkohol; l. larangan
dan pembatasan muatan perjudian; m.
larangan dan pembatasan muatan mistik,
horor, dan supranatural; n. penggolongan
program siaran; o. program
siaran jurnalistik; p. hak
siar; q. bahasa,
bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan; r.
sensor; s.
program siaran berlangganan; t.
siaran iklan; u.
program asing; v.
siaran lokal dalam Sistem Stasiun Berjaringan;
w. muatan
penggalangan dana dan bantuan; x.
muatan kuis, undian berhadiah, dan
permainan berhadiah lain; y. Siaran
Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah; z.
pengawasan, sosialisasi, dan rekaman; aa.
sanksi dan penanggungjawab; dan ab.
sanksi administratif.
- Frekuensi Adalah Milik Publik,
Setidaknya terdapat 7 kata ‘frekuensi’ dalam UU 32/2002 tentang
Penyiaran, diantaranya:
- Bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 (Menimbang butir b).
- Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran (Pasal 1 butir 2).
- Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas (Pasal 1 butir 8).
- Dalam sistem penyiaran nasional, Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 6 ayat 2).
- Izin dan Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran diberikan oleh negara setelah memperoleh: d. izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI (Pasal 33 ayat 4).
- Izin Penyelenggaraan Penyiaran dicabut karena: b. melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan (Pasal 34 ayat 5).
- Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya alam terbatas, sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien (Penjelasan Umum butir 6).
Artinya, frekuensi dipinjam sementara oleh lembaga penyiaran, dan harus
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dengan
kata lain, pengaturan tersebut ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
dan kemakmuran publik yang luas, bukan perorangan atau kelompok. Namun,
realitasnya menunjukkan, data dari
Adstensity[1]
terhitung dari November 2015 hingga Januari 2016, iklan partai Perindo
di MNC Group mencapai 1918 kali. Rincian iklan tersebut yakni RCTI (648 kali),
MNCTV (630 kali) dan Global TV (640 kali). Berdasarkan perhitungan Adstensity,
uang yang harus dikeluarkan untuk mempromosikan partainya itu berkisar Rp 132
milliar. Nilai tersebut tentu saja tergolong mahal untuk sebuah promosi di
televisi dalam waktu relatif hanya untuk tiga bulan. Namun berhubung Hary Tanoe
adalah bos MNC Group, maka ceritanya akan lain. Begitupula
data dari Adstensity selanjutnya,
terhitung dari 13 April hingga 12 Mei 2017, jumlah slot iklan Partai
Perindo mencapai 653 kali. Jika dirinci lebih detail, 213 muncul di RCTI, 220
di MNC TV dan 220 di Global TV. Iklan
Mars Perindo masih kerap disisipkan pada acara-acara yang strategis, dan be-rating[2]
tinggi, seperti: Gosip Go-Spot, Dahsyat (kini tidak tayang lagi),
FTV Pagi, FTV Siang, Preman Pensiun, Sinetron Anak Jalanan (kini Anak Langit),
Tukang Bubur Naik Haji (kini sudah tamat), Go
BMX, Tukang Ojek Pengkolan, Roman
Picisan/RCTI, Kaulah Takdirku/MNC TV, Layar Spesial (Big Movies). Liga
Inggris, Upin dan Ipin serta Naruto Shippuden/Global TV. Jika dikalkulasikan
kedalam rupiah, maka HT harus merogoh kocek
hingga Rp. 61 Milyar (tirto.id).
Komisioner
KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Dewi Setyarini menjelaskan, berdasarkan
pantauan KPI dalam kurun waktu tahun 2016 hingga tahun 2017 terdapat
beberapa LP yang sangat gencar menayangkan iklan terkait politik, maupun
mars/himne politik. Dari sampel tayangan yang diolah KPI pada tahun 2016, mars
atau himne politik tersebut tayang rata-rata 6 sampai 9 kali dalam sehari
dengan durasi sekitar 60 detik[3].
Seringnya iklan terkait partai
politik tersebut tayang di media penyiaran yang pemiliknya berafiliasi langsung
dengan pimpinan partai politik yang beriklan, telah menimbulkan keresahan
masyarakat. Hal tersebut disampaikan melalui berbagai jalur pengaduan ke KPI
dengan meminta agar tayangan iklan partai politik dihentikan. “Data di KPI
menunjukkan antara Juli hingga November 2016 saja terdapat sekitar 108
pengaduan yang disampaikan baik melalui twitter, facebook, email, maupun SMS,”
ujar Dewi sebagaimana dikutip dari www.kpi.go.id.
Salah satu bentuk aduan tersebut adalah keluhan dari banyak orangtua yang
gelisah melihat anak-anaknya hafal diluar kepala lirik Mars Perindo. Menurut
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Samsul
Ridwan (sebagaimana dikutip dari tirto.id),
apa yang dilakukan Perindo cenderung mendorong dan melibatkan anak-anak telibat
dalam kegiatan politik. Jika terbukti melakukan penggiringan, maka hal ini
sudah bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Walhasil pada 10
Mei 2017, KPI pun menjatuhkan sanksi teguran tertulis pada 4 TV HT (RCTI, GTV,
MNC TV, iNews TV), karena dinilai melanggar Pasal 11 ayat (2) Pedoman Perilaku
Penyiaran (P3) dan Pasal 11 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS); serta Pasal
36 ayat (4) UU 32/2002 terkait independensi dan netralitas isi siaran. Bahkan,
Hardly Stefano Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI mengancam akan
merekomendasikan pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) kepada
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), jika MNC Group kembali berulah.
Begitupula halnya dengan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, yang
meminta Kemkominfo serta KPI untuk mengevaluasi ulang izin televisi yang
menayangkan iklan Partai Perindo secara berlebihan, dan tidak mengindahkan
surat teguran tertulis KPI.
- Mengandung Prinsip Scarcity (Scarcity Theory).
Scarcity theory ini menegaskan bahwa frekuensi yang berasal dari spektrum gelombang
radio jumlahnya terbatas, sementara permintaan frekuensi jauh lebih banyak dari
yang tersedia. Meskipun teknologi maju mampu membuat frekuensi dimanfaatkan oleh
lebih banyak saluran siaran, tapi ia tetap terbatas. Itulah sebabnya izin
frekuensi untuk penyiaran mempunyai masa waktu yang terbatas (10 tahun untuk
televisi dan 5 tahun untuk radio), dan dapat diperpanjang melalui proses
Evaluasi Dengar Pendapat (EDP). Dalam pengaturan spektrum frekuensi yang
terbatas tersebut, dibutuhkan wasit yang adil dan demokratis untuk menjamin
tersedia, terdistribusikan, dan terawasinya ranah publik tersebut dengan baik
(baca: KPI).
- Menembus Ruang Keluarga Tanpa Diundang (Pervasive Prescence Theory).
Sifatnya yang menembus (pervasive
presence theory) menjelaskan bahwa program siaran media elektronik memasuki
ruang pribadi, meluas, dan tersebar secara cepat ke ruang-ruang keluarga tanpa
diundang. Media juga bisa hadir dimana-mana dalam ruang dan waktu yang tak
ditentukan. Oleh karena itu, perlu ada regulasi untuk media-media yang
menggunakan public domain. Lantas,
dalam konteks penggunaan public sphere,
media selayaknya menjadi the market place
of ideas (tempat penawaran berbagai gagasan). Bukan malah mendahulukan
kepentingan akan pasar dan politik, dengan malah mengeksploitasi penonton
sebagai konsumennya. Tentu peran KPI yang tegas sebagai regulator media
amat-sangat dibutuhkan di sini. Terlebih kepada Lembaga Penyiaran Swasta, yang
persaingan industrinya terjadi secara
free to air, dimana mereka bersaing untuk mendapatkan penonton dan rating yang tinggi serta pemasukan iklan[4]
yang banyak (Nazmuzzaman, 2006).
[1] Adstensity
adalah sebuah platform yang
menghitung intensitas dan nominal iklan yang tampil di stasiun tv.
[2] Pengertian lebih lanjut tentang rating dijelaskan pada lampiran.
[3] Padahal, dalam PKPU batasan durasi iklan
kampanye yang diperbolehkan hanya 30 detik untuk setiap televisi. Sedangkan,
batasan kumulatif iklan kampanye untuk setiap radio adalah 60 detik. Hal ini
berlaku baik pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum/PKPU (turunan UU Pemilu)
sebelumnya, maupun PKPU terkini seperti PKPU No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye
Pemilihan Umum dan PKPU No. 28 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas PKPU No. 23
Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.
[4] Terdapat perbedaan
antara industri media dengan industri lainnya dari ciri-ciri ekonomisnya,
seperti: (1) produk ganda (dual product),
yakni: content product dan audience product, (2) pasar ganda (dual market) yakni: consumer market dan advertiser
market, serta (3) industri media memiliki misi ganda (dual mission) yakni: economic
mission dan non economic atau public mission. Adapun public mission sendiri jarang terpenuhi
(terabaikan –red), karena lebih mengedepankan aspek komersialisme (mengejar
untung secara berlebihan –red).
Komentar
Posting Komentar