TANGGA BELAJAR KOGNITIF & EMOSIONAL

Sumber: www.google.co.id

Tangga belajar mengingatkan bahwa kita dapat meningkatkan derajat literasi media dalam empat bidang: kognisi, emosi, moralitas, dan estetika. Kemajuan pada setiap tangga ini dicapai dengan menguasai keterampilan utama; analisis, evaluasi, pengelompokkan, induksi, deduksi, sintesis, dan pengabstrakan” (dikutip dari tulisan James W. Potter).
Berikut penjelasan poin per poinnya:
Tangga Kognitif
Dalam mengonsumsi konten media, langkah pertama yang kita alami adalah kesadaran. Tanpa kesadaran, barang tentu kita tidak dapat memahami maksud yang disampaikan oleh media. Setelah melalui tahap kesadaran, maka sampailah kita ke tahap analisis. Tahapan inilah yang menentukan kita menerima atau malah menolak suatu pesan yang disampaikan media. Langkah selanjutnya adalah evaluasi, pada tahap ini, kita akan menjadi lebih lebih kritis dengan coba membandingkan setiap pesan yang didapat. Pada tahapan ini, kita tidak akan mempercayai suatu pemberitaan hanya dari satu sumber. Sehingga, kita dapat lebih menerima suatu isu maupun pemberitaan dari beragam sudutpandangnya. Struktur pengetahuan seperti inilah yang kita butuhkan dalam meningkatkan kemampuan literasi media.
Tangga Emosional
Dalam mengonsumsi konten media, kita tidak hanya berkutat pada tataran kognitif (pikiran), tetapi juga sering menyentuh aspek emosional (perasaan). Sebagaimana orang yang menonton pemberitaan terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 di Tanjung Karawang, jelas menimbulkan berbagai macam perasaan, seperti: sedih, ingin menangis tak sanggup membayangkan jika tragedi tersebut menimpa kita atau salah satu dari keluarga kita.
“Mereka menjadi terpicu dan marah tanpa dapat mengendalikan reaksi tersebut. Mereka mengalami rasa takut yang begitu kuat sehingga tidak mampu melepaskan dirinya. Atau mereka menangis ketika menonton sebuah film dan tidak bisa berhenti merasa haru atas jalannya cerita..” (dikutip dari tulisan James W. Potter).
Kepemilikan kita atas tangga emosi juga tak jarang kita gunakan untuk mengendalikan perasaan kita yang sedang tidak menentu. Misal: Saat Anda baru saja didera depresi akibat kisah percintaan Anda yang menyedihkan, maka Anda pun coba menghindari tayangan ataupun musik yang bernada demikian. Bahkan, Anda mencoba menghindari munculnya perasaan tersebut dengan menonton serial kartun yang lucu, atau tingkah kocak Mr. Bean, yang pada intinya dapat mengenyahkan perasaan buruk Anda (Potts & Sanchez, 1994).
James W. Potter berpendapat, apabila orang-orang sadar akan apa yang mereka perbuat, dan kemudian mampu menggunakan media untuk mengelola suasana hati dan perasaan mereka, maka ini adalah bentuk tingkat kepemilikan literasi media yang tinggi. “Artinya, orang-orang secara sadar menggunakan media sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Sebaliknya, jika orang-orang sedang depresi dan tidak tahu apa yang harus diperbuat, mereka akan menonton televisi dengan sendirinya sampai mereka cukup lelah hingga tertidur. Ini bukan contoh orang-orang yang mengendalikan paparan terhadap mereka. Jadi, ini merupakan bukti tingkat kepemilikan literasi media yang rendah”.
Baru-baru ini kita juga dihebohkan dengan lagu asal Thailand berjudul “Aku Mencintaimu”, yang mendadak viral di kalangan netizen tanah air. Netizen gemes lantaran salah satu bunyi liriknya “Wik Wik Wik Ahh Ahh” lebih menyerupai adegan orang yang sedang bersenggama. Terlepas dari benar tidaknya lirik lagu tersebut memang bernada cabul, sehingga menjadi bahan candaan di Indonesia. Namun demikian, kami menilai melarikan diri dari berbagai masalah dengan menonton video ini, kami nilai kurang tepat. Meski mulanya menonton video ini hanya untuk mengurangi depresi setelah seharian bekerja, namun video ini rentan merangsang seseorang yang menontonnya untuk menonton video yang lebih dari itu. Ujung-ujungnya beralih ke video porno.

Komentar

Postingan Populer