Pelanggaran Isi Siaran

Sumber: Seri Buku Lterasi Digital - Pengantar Tata Kelola Internet Edisi Revisi.

Dalam Pasal 4 UU 32/2002 disebutkan, bahwa fungsi penyiaran yang utama ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial (ayat 1), tanpa menghilangkan fungsi ekonomi dan kebudayaannya. Hanya saja sekarang ini, watak industri penyiaran kita semakin tampak komersial ketimbang fungsi sosialnya. Seolah, industri penyiaran kita, khususnya televisi, telah bersalin rupa. Ia berubah dari semula sebagai sebuah kekuatan yang mendukung demokratisasi menjadi sebuah kekuatan yang akhirnya mengancam demokrasi itu sendiri. Selain itu, media massa yang punya irisan kuat dengan ekonomi juga bisa mengorbankan kepentingan publik dalam perilakunya.
Pada awalnya dan kemudian dengan cepat bersalin rupa sebagai entitas econimicus yang meminggirkan hak-hak warga untuk mendapat tontonan yang sehat dan independen. Kita tidak sadar, sesosok “penumpang gelap” telah hadir dalam proses demokratisasi kita. Perkembangan paling mutakhir adalah bersatunya elemen partai politik dengan elemen industri media yang potensial menguasai opini publik menjelang pemilu 2014 (Kustriawan dalam Rianto, dkk, 2012: vii).
Untuk program acara infotainmen misalnya, survey periode bulan pertama tahun 2018 menunjukkan indeks kualitas program infotainmen sebesar 2.35. Indeks ini jauh dibawah standar program infotainmen berkualitas yang ditetapkan KPI. Bila mencermati perbandingan nilai indeks program acara infotainmen antara survei periode 1 dan 2 tahun 2017 dengan periode 1 tahun 2018, menunjukkan fluktuasi yang cukup signifikan. Pada survei periode 1 Tahun 2017, indeks yang diperoleh program infotainmen sebesar 2.36, bergerak naik menjadi 2.51 pada periode 2 tahun 2017 dan kembali turun 0,16 menjadi 2.35 pada periode pertama tahun 2018. Dari perbandingan survei 3 periode, indeks program infotainmen belum pernah mencapai standar program berkualitas yang ditetapkan KPI.
Berdasarkan indikator kualitas program acara infotainmen, hasil survei periode I bulan Januari-Maret tahun 2018 memperlihatkan indikator ‘menghormati kehidupan pribadi’ dinilai sangat tidak berkualitas dengan indeks 2.01 Untuk program infotainmen, tidak ada satupun lembaga penyiaran yang mencapai indeks >= 3. Indeks tertinggi hanya sebesar 2.78 yang diperoleh Trans TV, NET. dengan indeks 2.45 dan RTV dengan indeks 2.41. Bila mencermati indikator kualitas program infotainmen, indikator yang perlu mendapat perhatian beberapa lembaga penyiaran adalah indikator ‘menghormati kehidupan pribadi’ dan ‘informatif’ yang indeksnya < 2.
Data ini menjadi bukti bahwa belum berkualitasnya penyiaran kita, yaitu tayangan televisi kita yang belum menghormati hak privasi. Meskipun mengklaim telah mendapatkan persetujuan dari subjek yang ditayangkan. Namun, tetap saja hal tersebut tidak masuk di akal. Bagaimana mungkin ada orang yang mau mengumbar-umbar aibnya didepan khalayak ramai. Lagipun, tidak ada kepentingan publik didalamnya. Fenomena ini jelas bertentangan dengan norma-norma sosial yang kita anut, dan bertentangan dengan beberapa pasal P3SPS sebagai berikut:
SPS, BAB IXPasal 13 menyebutkan:

  1. Program siaran wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek siaran;
  2. Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik;
  3. Kepentingan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas terkait dengan penggunaan anggaran negara, keamanan negara, dan/atau permasalahan hukum pidana.


SPS, BAB IX, Pasal 14 menyebutkan, Masalah kehidupan pribadi sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 dapat disiarkan dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Tidak berniat merusak reputasi objek yang disiarkan;
  • Tidak memperburuk keadaan objek yang disiarkan;
  • Tidak mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan/atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik;
  • Tidak menimbulkan dampak buruk terhadap keluarga, terutama bagi anak-anak dan remaja;
  • Tidak dilakukan tanpa dasar fakta dan data yang akurat;
  • Menyatakan secara eksplisit jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang lain;
  • Tidak menjadikan kehidupan pribadi objek yang disiarkan sebagai bahan tertawaan dan/atau bahan cercaan; dan
  • Tidak boleh menghakimi objek yang disiarkan.


‘Pagi Pagi Happy’ di Trans TV merupakan tayangan yang kerap mengumbar privasi seseorang. Hampir di setiap paginya tayangan ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa tidak ada lagi penghargaan televisi terhadap privasi seseorang. Melainkan semuanya lembaga penyiaran kuliti demi mengejar rating dan share, serta keuntungan profit yang banyak. Tentu, jika terus dibiarkan, tayangan semacam ini akan berdampak negatif kepada masyarakat, seperti: adanya upaya justifikasi (pembenaran) terhadap tayangan yang mengekspoitasi privasi seseorang, sebagai sebuah kebebasan yang kebablasan; sekaligus membuat resah para orangtua, jika tayangan tersebut ditonton oleh anak-anak diluar pengawasan mereka. Sudah seharusnya, tayangan pada pagi hari merupakan tayangan yang sarat edukasi dan mendidik.
Musabab itu, Komisi Penyiaran Daerah Provinsi Sumatera Utara (KPID-SU) bersepakat memberikan teguran kepada tayangan ‘Pagi Pagi Happy’ dengan catatan tayangan tersebut dihentikan, atau mengubah jadwal tayangnya menjadi tengah malam sesuai dengan peraturan yang berlaku (hasil notulensi FGD). Pemberian sanksi ini, karena program siaran menayangkan permasalahan kehidupan pribadi Lucinta Luna, dan menghadirkan seorang waria teman Lucinta Luna. Program yang tayang pada tanggal 27 Maret 2018, pukul 09.43 wib ini jelas melanggar SPS, BAB IX, Pasal 13, Ayat (1); dan SPS, BAB IX Pasal 14, butir a dan c.
Selain itu, KPID-SU juga sepakat memberikan teguran yang sama kepada tayangan ‘Pagi Pagi Happy’, karena program siaran ini menayangkan tulisan yang mempunyai makna cabul (mesum). Program yang tayang pada tanggal 27 April 2018, pukul 08.38 wib ini jelas melanggar SPS, Bagian Kedua, pasal 24, Ayat (1) yang berbunyi, “Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan”.
Hasil survei periode pertama tahun 2018, indeks kualitas program sinetron menunjukkan angka yang jauh di bawah standar yang ditetapkan KPI, yaitu 2.41. Bila ditelisik perbandingan angka indeks program sinetron antara survei periode 1 dan periode 2 tahun 2017 dengan periode tahun 2018, menunjukkan pergerakan indeksnya cenderung tidak mengalami perubahan signifikan yaitu masih berkisar antara 2.41-2.55. Program sinetron dalam 3 kali survei belum pernah mencapai indeks standar KPI. Indeks program sinetron pada survey periode 1 Tahun 2017 sebesar 2.45, bergerak naik menjadi 2.55 dan pada survei periode I tahun 2018 angka indeksnya mengalami penurunan 0.14 menjadi 2.41.
Bila dicermati berdasarkan indikator kualitas program sinetron, hasil survei periode I tahun 2018 menunjukkan indikator ‘tidak bermuatan kekerasan[1]’ dan ‘kepedulian terhadap orang lain’ memperoleh angka yang rendah dibanding indikator lainnya. Pada survei periode pertama tahun 2018, untuk program sinetron tidak ada satupun lembaga penyiaran yang mencapai standar indeks kualitas yang ditetapkan KPI. Indeks tertinggi diperoleh NET. TV dengan nilai 2.78 dan posisi kedua diperoleh MNC TV dengan nilai indeks 2.59. Beberapa lembaga penyiaran memperoleh nilai indeks dibawah nilai 2.5. Bila dicermati dari indikator-indikator kualitas program sinetron, hampir seluruh lembaga penyiaran memperoleh nilai terendah untuk indikator ‘tidak bermuatan kekerasan’, bahkan ada yang memperoleh nilai < 2.


[1] Dalam Standar Program Siaran (SPS) Pasal 1 ayat (3) disebutkan, “Program kekerasan diartikan sebagai program yang dalam penyajiannya memunculkan efek suara berupa hujatan, kemarahan yang berlebihan, pertengkaran dengan suara seolah orang membanting atau memukul sesuatu, dan/atau visualisasi gambar yang nyata-nyata menampilkan tindakan seperti pemukulan, pengrusakan secara eksplisit dan vulgar. Pasal tentang kekerasan diatur dalam SPS Pasal 15 ayat (1); SPS Pasal 23; SPS Pasal 24; SPS Pasal 25; SPS Pasal 35 ayat (4)/36 ayat (4); dan SPS Pasal 37.

Komentar

Postingan Populer