PENTINGNYA KOALISI ANTARA TIMNAS DAN WARTAWAN DALAM MENGGAPAI KEMENANGAN

 

sumber: kumparan.com.

Kualitas tim nasional sepak bola Indonesia turut bergantung pada kualitas wartawannya. Jika wartawannya baik, maka kualitas tim nasional sepak bola kita juga akan baik. Pernyataan ini bukanlah candaan. Memang, selama ini yang kita tahu, prestasi tim nasional sepak bola kita ditentukan oleh pembinaan usia muda yang baik, seperti yang telah dicontohkan oleh Indra Sjafri; kompetisi yang berkualitas, serta kondisi fisik dan kemampuan teknis pemain yang oke. Namun agar menjadi sempurna, perlu juga membenahi timnas dilakukan dengan cara memperbaiki wartawan.

Institusi media memiliki peran dalam kehidupan masyarakat. Mengacu pada Pasal 6 dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan bahwa pers nasional Indonesia memiliki peran sebagai berikut: (a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (rights to know); (b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Antara media massa dan olahraga terjalin hubungan saling membutuhkan. Sama seperti tulisan atau podcast saya sebelumnya, yang menyebutkan adanya keterkaitan di antara KPK dan media. Olahraga membutuhkan media massa untuk publikasi. Publisitas memang bisa juga dilakukan di media sosial, hanya saja media massa mampu menjangkau publik secara lebih luas dan serentak, sesuai dengan ciri-ciri dan karakteristiknya. Ya, Kondisi itu bahkan masih berlaku di era sekarang, di mana dengan kemajuan teknologi, olahraga dapat mempublikasikan informasi secara mandiri (berdikari) lewat akun-akun media sosial resmi mereka. Sementara media massa membutuhkan olahraga, untuk meningkatkan jumlah konsumen media (alias komodifikasi isi dalam teori ekonomi media milik Vincent Mosco). Ini karena informasi tentang olahraga termasuk informasi yang menarik, dan banyak dicari khalayak. Bahkan penulis Tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata pernah menuliskannya dalam novel ‘Sebelas Patriot’-nya, yang berbunyi bahwa: “Jika ada hal yang luar biasa selain cinta itu adalah sepak bola”.

Untuk itu, perlu adanya kerja sama di antara manajemen tim nasional sepak bola Indonesia dengan para wartawan. Sebagai contoh, pihak timnas sepak bola yang mudah dijumpai oleh wartawan kita untuk mendapatkan keterangan atau pun klarifikasi. Kebutuhan akan media darling ini perlu, selain daripada konsistensi media di Indonesia sendiri dalam menginformasikan suatu informasi secara berimbang (cover both sides), dan bukan malah meruntuhkan mental tim nasional sepak bola kita. Atau pun terlampau menyangjung beberapa punggawa tim nasional sepak bola kita. Sehingga, akibatnya beberapa punggawa kita tanpa sadar menjadi sedikit jumawa, serta kita takutkan nantinya kehilangan fokus di saat pertandingan sedang berlangsung. Artinya ialah pemberitaan yang kita perlukan atau kita butuhkan saat ini ialah pemberitaan positif, yang membangun optimisme, bukan malah sebaliknya.

Hubungan antara wartawan dengan tim nasional sepak bola kita memang tidak akan selamanya langgeng atau lurus. Bahkan, tak jarang di tengah jalan mengalami apa yang disebut dengan hubungan pasang-surut. Di satu sisi, hal ini bisa terjadi karena pihak manajemen tim nasional sepak bola kita merasa terganggu dengan sorotan media yang terlampau over. Belum lagi dengan pemberitaan-pemberitaan yang kadang kala bias, dan menimbulkan kekeliruan di tengah masyarakat kita. Untuk itu, saran saya ialah wartawan juga harus mengetahui waktu/timing yang pas untuk melakukan wawancara, dan menghasilkan suatu berita dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, yang salah satunya ialah: Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Dengan penafsirannya seperti: menghormati privasi, menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya, serta menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara.

Hubungan pasang surut ini juga dapat terjadi, karena masing-masing pihak memiliki kepentingan. Wartawan membutuhkan informasi yang menarik untuk disajikan kepada khalayak. Selain itu wartawan juga membutuhkan informasi untuk memenuhi prinsip keberimbangan. Namun, ada kalanya kalangan tim nasional sepak bola kita (sebagai narasumber) merasa tidak perlu untuk memberikan informasi kepada wartawan, karena khawatir justru akan menimbulkan polemik, dan merugikan pihak tim nasional sepak bola itu sendiri.

Di Indonesia sendiri memang, media lebih cenderung alias condong memberitakan konflik yang terjadi. Baik itu antara kalangan tim nasional sepak bola kita; entah itu antara pemain dan pelatih, atau antara pelatih dengan PSSI. Selain itu, kalangan organisasi olahraga menilai kemampuan eksplorasi/menggali dari wartawan masih kurang, sehingga pemberitaan yang ada menjadi kurang tajam. Untuk itu, saran saya ialah wartawan olahraga kita tidak hanya dituntut untuk mampu menyajikan konflik ke permukaan, tapi juga mengelola perseteruan itu menjadi keuntungan bagi kemajuan sepak bola kita di mata dunia.

Dalam konteks Indonesia, kita bisa mengacu pada Pasal 4 dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi: Pers nasional berfungsi  untuk memberikan informasi (to inform), pendidikan (to educate), hiburan (to entertain), dan kontrol social (social control). Oleh karenanya ada jaminan hukum terhadap kemerdekaan pers. Pers nasional memiliki hak dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat [3]). Berkaitan dengan berita tim nasional sepak bola kita, fungsi informasi, pendidikan, dan hiburan telah dijalankan. Informasi yang diberikan adalah berita mengenai pertandingan. Adapun fungsi pendidikan dilakukan dengan cara menampilkan informasi mengenai teknik bermain, dan analisa hasil pertandingan berdasarkan statistik pertandingan. Sementara dalam fungsi hiburan, media memberitakan profil pemain, tujuannya agar muncul kedekatan personal di antara para pemain dengan para penggemarnya, seperti yang dilakukan oleh UFC di tvOne (Pramesti, 2014: 78-82).

Yang belum muncul secara maksimal adalah fungsi kontrol sosial. Dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, wartawan berperan dalam mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; melakukanpengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Supaya terwujudnya transparansi dalam pengelolaan sepak bola kita. Sekian.

*) Penulis bernama Muhammad Khadafi. Ia merupakan Mahasiswa Semester V Polimedia PSDKU Medan, dalam salah satu tugas Etika Profesi dan HaKI.

Komentar

Postingan Populer