Aturan Standar Program Siaran

http://manageradio.com
Pada Bab XVIII Program Siaran Jurnalistik, Bagian Satu Prinsip-Prinsip Jurnalistik, Pasal 40: a) akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan; b) tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan/atau cabul; c) menerapkan prinsip praduga tak bersalah dalam peliputan dan/atau menyiarkan program siaran jurnalistik dan tidak melakukan penghakiman; dan d) melakukan ralat atas informasi yang tidak akurat dengan cara: 1) disiarkan segera dalam program lain berikutnya dalam jangka waktu kurang dari 24 jam setelah diketahui terdapat kekeliruan, kesalahan, dan/atau terjadi sanggahan atas berita atau isi siaran; 2) mendapatkan perlakuan utama dan setara; dan 3) mengulang menyiarkan ralat tersebut pada kesempatan pertama dalam program yang sama.
Bagian Kedua, Penggambaran Kembali, Pasal 41: a) menyertakan penjelasan yang eksplisit bahwa apa yang disajikan tersebut adalah reka ulang dengan menampilkan keterangan tertulis dan/atau pernyataan verbal di awal dan di akhir siaran; b) dilarang melakukan perubahan atau penyimpangan terhadap fakta atau informasi yang dapat merugikan pihak yang terlibat; c) menyebutkan sumber yang dijadikan rujukan atas reka ulang peristiwa tersebut; dan d) tidak menyajikan reka ulang yang memperlihatkan secara terperinci cara dan langkah kejahatan, serta cara-cara pembuatan alat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan.
Pasal 42: 1) Pemanfaatan gambar dokumentasi peristiwa tertentu wajib mencantumkan tanggal dan lokasi peristiwa; 2) Peristiwa tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas meliputi: kerusuhan, bencana, dan/atau bentrokan. Bab Ketiga, Muatan Kekerasan dan Kejahatan serta Kewajiban Penyamaran, Pasal 43: a) tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak; b) tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian terhadap tersangka tindak kejahatan; c) tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian; d) tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan, meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan; e) tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual; f) menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya; g) menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban, dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya adalah anak di bawah umur; h) tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri, serta menyamarkan identitas pelaku; dan i) tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.
Pasal 44: Program siaran jurnalistik wajib menyamarkan gambar dan identitas orang yang diduga pekerja seks komersial, orang dengan HIV/AIDS, dan pasien dalam kondisi mengenaskan. Bagian Keempat, Peliputan Terorisme, Pasal 45: 1) menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap dan benar; 2) tidak melakukan labelisasi berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antagolongan terhadap pelaku, kerabat, dan/atau kelompok yang diduga terlibat; dan 3) tidak membuka dan/atau mendramatisir identitas kerabat pelaku yang diduga terlibat. Bagian Kelima, Peliputan Sidang Pengadilan, Kasus Hukum, dan Hukuman Mati, Pasal 46: Program siaran langsung atau siaran tidak langsung pada sidang pengadilan wajib mengikuti ketentuan penggolongan program siaran yang ditetapkan dalam peraturan ini.
Pasal 47: Program siaran jurnalistik yang bermuatan wawancara yang dilakukan dengan tersangka, terdakwa, dan/atau terpidana dalam kasus hukum dilarang: a) menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan b) menyebarkan pola dan teknik kejahatan yang dilakukan secara terperinci. Pasal 48: Peliputan pelaksanaan eksekusi hukuman mati dilarang disiarkan. Bagian Keenam, Peliputan Bencana, Pasal 49: Program siaran jurnalistik tentang peliputan bencana atau musibah wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat yang terkena bencana atau musibah.
Pasal 50: Program siaran jurnalistik tentang peliputan bencana atau musibah dilarang: a) menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya; b) menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian; c) mewawancara anak di bawah umur sebagai narasumber; d) menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up; dan/atau e) menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh. Pasal 51: Program siaran jurnalistik tentang bencana wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah.
Bab XXVIII, Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah, Pasal 71: 1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah; 2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah; 3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.; 4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah, kecuali dalam bentuk iklan; 5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang; 6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
-Sekian-

Komentar

Postingan Populer