POLITAINMENT: POLITIK DAN HIBURAN JADI BURAM
remotivi.or.id |
Dewasa
ini, dalam dunia politik, kita tidak lagi memilih seseorang karena visi dan
kinerjanya. Tetapi, lebih karena kita melihatnya sebagai reinkarnasi dewa.
Tanpa cacat dan cela dalam setiap tindak tanduk kehidupannya. Maka, secara
tidak langsung, kita telah bertransformasi menjadi seorang fans yang begitu
memuja idolanya. P. David Marshall (1997) menyatakan, “Dalam politik, seorang pemimpin harus menjelma
menjadi harapan partai, rakyat dan negara. Dalam ranah hiburan, seorang
selebritis harus menjelma menjadi harapan audiensnya”. Namun, dalam konteks politainment yang kini marak terjadi dalam industri penyiaran kita
menjadikan batasan antara politik dan hiburan menjadi kabur. Lantas, politisi
kita pun menjadi tak berbeda dengan selebritis, yang menjadi perwujudan dari
ekspektasi fans-nya.
Selain
itu, tayangan politainment yang ‘terlalu’ini, apalagi di zaman hingar-bingar kepo yang tak terhindarkan, merugikan
masyarakat maupun politisi itu sendiri. Dimana politisi yang diberitakan tidak
lagi memiliki privatisasi dalam hidupnya. Sehingga, yang tersisa hanyalah ketelanjangan
saja di mata publik, karena sudah terlanjur dilucuti semuanya demi memenuhi
rasa penasaran publik. Sementara, bagi masyarakat sendiri menjadikan mereka
subjektif dalam menilai politisi idolanya. Karena masyarakat sudah terlanjur ‘tertipu’ dengan tampilan semu politisi tersebut, yang
telah dikonstruksi sedemikian rupa oleh media. Sehingga, seolah-olah seorang
politisi yang tampaknya merakyat, gagah, adil dan berbeda dari kebanyakan
politisi busuk memang benar adanya.
Walhasil,
kita tidak lagi memilih politisi yang sesungguhnya. Karena kita telah memilih
berdasarkan kesukaan dan perasaan subjektif belaka, yang terus-menerus digemborkan
oleh media melalui politainment-nya. Sudah
seyogyanya kita memilih politisi secara objektif dan media penyiaran punya
tanggung jawab untuk itu. Sekian.
Komentar
Posting Komentar