MENDUKUNG PENGUATAN LEMBAGA KPI

www.google.co.id

Setidaknya, ada beberapa isu penting dalam penyiaran kita. Diantaranya adalah tayangan pilkada, religi, anak, dan televisi sebagai media pendidikan. Berikut penjelasannya:
1.      Tayangan Pilkada
Seiring dengan datangnya tahun politik, lembaga penyiaran kita harapkan netral. Dalam artian, siaran politik dalam bentuk pemberitaan maupun iklan kampanye tetap berpihak kepada masyarakat. Sebab, tugas lembaga penyiaran adalah mengedukasi masyarakat terkait Pilkada. Oleh karena itu, media penyiaran kita minta untuk tidak lebay dalam memberitakan suatu pasangan calon. Prinsip-prinsip independensi, netralitas, adil dan proporsional harus dikedepankan oleh lembaga penyiaran. Lagipun, jika lembaga penyiaran bekerja secara tidak professional, maka lembaga tersebutlah yang merugi karena ditinggalkan penontonnya.
Peraturan terkait siaran pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah, telah diatur dengan jelas pada Bab XXVIII Pasal 71 P3SPS sebagai berikut: (1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilu dan/atau Pilkada; (2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional; (3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilu dan/atau Pilkada; (4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilu dan/atau Pilkada, kecuali dalam bentuk iklan; (5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan serta peraturan dan kebijakan teknis tentang Pemilu dan/atau Pilkada; (6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye.
Merujuk pada UU 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, maka tugas pengawasan isi siaran menjadi kewenangan KPI. Karena itu, KPI harus mendapat dukungan yang maksimal dari pemerintah daerah, baik dari sisi anggaran maupun moril sehingga tugas pengawasan tersebut berjalan lancar.
2.      Tayangan Religi
Pada prinsipnya, KPI sangat menghargai konsistensi program siaran televisi dalam menyiarkan program-program religi, yang keberadaannya terus tergerus dari program hiburan. Karena masyarakat masih sangat membutuhkan tayangan tersebut, untuk mencerahkan dan menjadi tuntunan dalam kehidupan. Namun, KPI meminta seluruh stasiun televisi untuk memilih narasumber yang kompeten.
3.      Tayangan Anak
Publik masih berharap adanya tayangan yang aman bagi anak. Aman dalam artian tayangan tersebut berkualitas dan memberikan manfaat. Bisa dalam bentuk tayangan yang menghibur, namun tetap memuat nilai-nilai pendidikan, motivasi, sikap percaya diri anak, dan nilai-nilai positif lainnya. Bukan malah yang secara tidak langsung mengajarkan anak tentang pem-bully-an. Upin-Ipin adalah contoh tayangan anak yang aman. Dengan latar etnis yang heterogen, film Upin-Ipin mengajarkan anak-anak untuk menghargai keberagaman. Apalagi, anak-anak memiliki daya imitasi (meniru) yang sangat kuat. Sudah seyogyanya, Indonesia yang multikultural juga punya tayangan-tayangan kartun tersebut. Selain itu, para orangtua harus tetap mendampingi anak saat menonton televisi.
4.      Televisi Sebagai Media Pendidikan
Televisi harus maksimal dalam memainkan perannya sebagai media pendidikan. Sebagai media pendidikan publik, televisi memiliki tempatnya sendiri dalam jalur pendidikan informal. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang berbunyi, “Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial” (Bab II, Pasal 4, Ayat 1).
Tentu, sebagai lembaga penyiaran swasta, harus mengejar rating dan share dengan tujuan profit. Namun, hal tersebut jangan sampai mengurangi fungsinya sebagai media pendidikan. Harus ada keseimbangan orientasi antara mengejar keuntungan dan sebagai lembaga penyiaran yang meminjam frekuensi publik. Yuliandre Darwis, Ketua KPI Pusat menulis, “Proses pendidikan formal seolah kurang memiliki arti ketika anak didik menonton televisi yang isinya hiburan tidak jelas dan asal joget. Yang penting bisa ketawa-ketawa. Belum lagi bila mereka menonton tayangan menggambarkan realitas sekolah di televisi dipenuhi kisah-kisah ironis; dominasi percintaan remaja, kisah cinta guru dengan murid, guru kurang dihormati muridnya, perkelahian, malas belajar, gaya hidup hedon, budaya instan, perempuan menggunakan rok mini di atas lutut, berpakaian ketat, budaya alay di-booming-kan, dan lain-lain”.
Sejatinya, menjadikan penyiaran Indonesia yang sehat, bermanfaat dan bermartabat tidak hanya menjadi tanggungjawab Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Melainkan tanggungjawab kita bersama, termasuk didalamnya DPR dan masyarakat untuk terus mendukung penguatan kelembagaan ini. DPR dapat mendukung penguatan kelembagaan ini lewat rancangan undang-undangnya. Salah satunya semakin memperkuat posisi KPI sebagai instrument negara, yang bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap kualitas isi siaran, sehingga tidak ada lagi matahari kembar dalam bentuk pengawasannya. Jika pun ada, maka sifatnya mem-back up kinerja KPI agar lebih baik lagi. Selain itu, komitmen pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk menjaga eksistensi KPID. Sebagaimana dicontohkan oleh Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo. Semoga langkah bijak ini menjadi tolok ukur Gubernur lain dalam menyikapi pentingnya Penyiaran yang sehat.
Adapun masyarakat dapat berpartisipasi lewat pengaduan atas tayangan yang bermasalah. Seperti pornografi, kekerasan, mistik dan sebagainya yang berdampak buruk bagi perkembangan anak dan remaja. Untuk daerah Sumut dapat menghubungi melalui email resmi kpid.sumut@yahoo.com, nomor telpon (061) 4520625, atau bisa mendatangi langsung kantor KPID Sumut di Jl. Adinegoro No. 7 Medan. Sudah menjadi kewajiban KPI untuk mendengar dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Karena masyarakat adalah pemilik sah frekuensi. Sekian.[]

Komentar

Postingan Populer