KUALITAS PENYIARAN TANAH AIR MASIH RENDAH

http://majalahkartini.co.id
Dalam iklim negara yang menganut demokrasi, kedaulatan diukur dari pengakuan negara atas hak asasi rakyatnya dalam menyatakan pendapat serta memperoleh informasi. Artinya, tidak ada lagi pengungkungan terhadap kebebasan berpendapat sebagaimana yang terjadi pada zaman Orde Baru. Walaupun, pada zaman itu kita telah menganut demokrasi. Lebih tepatnya demokrasi dengan umbul-umbul ‘Pancasila’, agar lebih mudah mengkerengkeng kebebasan berpendapat. Alhamdulillah, Orde Baru itu telah lewat. Sejak reformasi bergulir tak ada lagi pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat, pers, juga termasuk didalamnya dunia penyiaran.
Namun, tentu kebebasan itu haruslah disikapi dengan bijak, dengan batasan-batasan yang berlaku. Karena kebebasan di negeri ini harus tetap diarahkan pada upaya menjaga integrasi nasional, menegakkan nilai-nilai agama, kebenaran, keadilan, moral dan tata susila, serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, negara membentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara independen yang mengawal kebebasan penyiaran tersebut. Dalam mengatur penyiaran, KPI memiliki perangkat regulasi berupa Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Tentu, hal ini tidak bertentangan sama sekali dengan amanat UUD 1945. Sebagaimana tertuang pada Pasal 28J ayat (2) yang berbunyi: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis". Jadi, keberadaan KPI jelas dimaksudkan untuk menciptakan tatanan kehidupan penyiaran yang lebih baik, sehat, fair play, tertib dan bertanggung jawab dalam menghasilkan konten-kontennya.
Namun, masih jauh panggang daripada api. Hingga saat ini, kualitas tayangan televisi kita masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari maraknya pelanggaran yang dilakukan. KPID-SU sendiri pada tahun 2016 telah mengeluarkan 12 sanksi administratif berupa teguran tertulis atas konten-konten lembaga penyiaran yang bermasalah. Seperti yang terkait dengan SARA, kata-kata bernada ejekan, adegan berbahaya, pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja, memuat kata-kata kotor/kasar, bullying, menonjolkan unsur kekerasan, pelanggaran atas norma kesopanan, serta pelanggaran terhadap penyamaran identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya.
Hal ini terus-terusan terjadi, bukan hanya karena lemahnya sanksi yang diberikan oleh KPI/KPID (baca: sanksi administratif). Tetapi juga karena lembaga penyiaran itu sendiri yang telah bertransformasi menjadi industri seutuhnya. Sehingga, lembaga penyiaran tidak lagi menghasilkan tayangan yang berkualitas, untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Melainkan, patokan utama dalam menayangkan program siaran lebih didasari atas rating.
Melalui rating, televisi bisa mengetahui seberapa populer tayangan mereka, sekaligus mengetahui karakteristik dari penonton tayangan tersebut. Data penonton ini penting bagi industri periklanan yang hendak memasarkan suatu produk di sebuah tayangan. Dengan demikian, semakin tinggi rating sebuah tayangan dalam demografi penonton tertentu, semakin banyak pengiklan yang tertarik, dan semakin tinggi pula harga yang dapat dipatok industri televisi untuk biaya iklan (Lazarus dan Eriviany, Rambu-Rambu Ambigu hal: 6). Walhasil, kepentingan publik pun tergadaikan demi mengejar keuntungan semata.
Tak dapat dipungkiri memang, bahwa lembaga penyiaran tidak bergerak atas landasan idealitas semata. Tetapi sebagai sebuah perusahaan, ia juga berorientasi pada profit untuk menggaji karyawannya yang berjumlah besar. Namun, yang perlu digaris bawahi di sini adalah dalam mengejar keuntungan tersebut jangan sampai mengabaikan hak publik untuk mendapatkan siaran yang sehat. Bagaimanapun, frekuensi adalah milik negara yang dipinjamkan kepada lembaga penyiaran untuk sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat. Sekian.

Komentar

Postingan Populer