BERSAMA MENGAWAL PILGUBSU 2018

Koordinator Bidang Kelembagaan KPID-SU, Muhammad Syahrir memaparkan materi pada rapat koordinasi kampanye dengan tim kampanye paslon dan pemangku kepentingan, di Garuda Plaza Hotel (25/1/2018) (dok. Pribadi).
Oleh: Khairullah, S.Ikom*
“Jangan sampai perbedaan menghancurkan kita. Jadikan perbedaan sebagai warna pelangi di Sumatera Utara. Siapapun pemimpin kita, maka sami’na wa atho’na (kami dengar, dan kami ta’at). Mari memilih pemimpin yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).”
Setidaknya ada tiga prinsip kampanye yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017, yakni: kejujuran, keterbukaan dan dialogis. Artinya, ketiga prinsip kampanye ini menghendaki terselenggaranya pesta pemilu yang profesional dan turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Tesisnya, semakin cerdas masyarakat kita dalam berdemokrasi, maka semakin tinggi pula kesadaran mereka untuk memilih calon pemimpinnya. Sebab, selama ini sangat kita sayangkan, tingkat partisipasi politik masyarakat kita masih sangat rendah.
Jangan Lupa, Media Juga Alat Kampanye
Selain itu, masyarakat kita juga masih awam, bahwa alat kampanye bukan baliho, spanduk ataupun poster saja. Tapi juga media cetak, elektronik ataupun daring turut ambil andil dalam suksesnya penyelenggaraan pemilu. KPID-SU misalnya, punya peran penting dalam upaya menemukan pelanggaran kampanye dalam media elektronik. Sehingga, dapatlah kita simpulkan bahwa media dewasa ini telah bertransformasi menjadi alat kampanye. Yang apabila tidak diawasi dengan baik, bukan tidak mungkin menjadi corong politik salah satu pihak. Sehingga menciptakan instabilitas suatu negara, karena resah dan masyarakatnya terpecah-belah. Padahal, maksud dan tujuan diselenggarakannya pemilu adalah untuk membawa perubahan, dan bukan malah saling gontok-gontokan..
Peran KPI dalam Bidang Pengawasan Isi Siaran
Pertanyaannya adalah dimana peran KPID-SU sendiri dalam pesta demokrasi ini? Jawabannya jelas tertera pada PKPU No. 4 Tahun 2017. Dalam peraturan tersebut dijelaskan, bahwa KPID-SU punya fungsi untuk mengawasi kampanye masing-masing pasangan calon, yang menggunakan media elektronik. Oleh karena itu, tampaknya KPU, Bawaslu, Polda, KPID-SU dan Dewan Pers perlu duduk rembuk, membentuk gugus tugas yang berfungsi untuk mengawal pemilu di Sumatera Utara secara professional dan terstruktur.
Dimana KPU berperan sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai pengawas, Polda sebagai penjaga kekondusifitasan, dan KPI sebagai pengawas isi siaran, serta Dewan Pers sebagai pengawas di media cetak. Setiap lembaga ini punya peran besar untuk menciptakan role model kampanye yang independen, adil dan mengedepankan netralitas, serta kondusif.
Berikut beberapa peraturan yang membuktikan, bahwa KPI punya peran penting dalam Pilgubsu 2018 ini, diantaranya:
1.      P3-SPS, Pasal 71: 1) Program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilu dan/atau Pilkada; 2) Program siaran wajib bersikap adil dan proporsional; 3) Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilu dan/atau Pilkada; 4) Program siaran dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilu dan/atau Pilkada, kecuali dalam bentuk iklan; 5) Program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan serta peraturan dan kebijakan teknis tentang Pemilu dan/atau Pilkada; 6) Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye.
2.      PKPU No. 4 Tahun 2017, Pasal 54: 1) Pemberitaan dan penyiaran kampanye dapat dilakukan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan lembaga penyiaran; 2) Pemberitaan dan penyiaran bertujuan untuk menyampaikan berita kegiatan kampanye parpol atau gabungan parpol, paslon dan/atau tim kampanye kepada masyarakat; 3) Selama masa tenang, media massa cetak, media elektronik, dan lembaga penyiaran, dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak parpol atau gabungan parpol, paslon dan/atau tim kampanye, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
3.      Penayangan iklan kampanye dilaksanakan selama 14 hari sebelum dimulainya masa tenang. Jumlah penayangan iklan kampanye di televisi untuk setiap paslon, paling banyak kumulatif 10 spot, berdurasi paling lama 30 detik, untuk setiap stasiun televisi, setiap hari selama masa penayangan iklan kampanye.
4.      Media cetak, media elektronik dan lembaga penyiaran dilarang: menjual pem-blocking-an segmen, pem-blocking-an waktu untuk kampanye, dan/atau menerima program sponsor dalam format atau segmen apapun yang dapat dikategorikan sebagai iklan kampanye. Pem-blocking-an segmen adalah kolom pada media cetak, sub-acara pada media elektronik dan lembaga penyiaran yang digunakan untuk pemberitaan bagi publik. Pem-blocking-an waktu adalah hari dan tanggal penerbitan media cetak, elektronik dan jam tayang pada lembaga penyiaran yang digunakan untuk pemberitaan bagi publik.
5.      Penyiaran kampanye dilakukan oleh lembaga penyiaran dalam bentuk siaran monolog: dialog yang melibatkan suara dan/atau gambar, pemirsa atau suara pendengar, dan/atau jajak pendapat. Narasumber penyiaran monolog dan dialog wajib mematuhi kode etik jurnalistik, etika penyiaran dan peraturan perundang-undangan. Siaran monolog dan dialog yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran       dapat melibatkan masyarakat melalui telepon, layanan pesan singkat, surat elektronik, dan/atau faksimil. Tata cara penyelenggaraan siaran monolog dan dialog diatur bersama-sama dengan KPI.
Artinya, dari sekian banyak peraturan ini, keberadaan KPI menjadi sakral untuk mengawasi lembaga penyiaran dalam kontestasi pemilu, sehingga tetap pada jalurnya. Walaupun, peraturan ini merupakan peraturan eksternal (dari KPU). Namun, peraturan ini membuktikan, bahwa ada 20 pasal terkait yang merupakan tugas KPI sebagai lembaga Negara untuk mengawasi penyiaran. KPID-SU sendiri memiliki 30 orang pemantau, yang akan selalu siap sedia memantau penyalahgunaan lembaga penyiaran.
Media Sosial Rentan Hoaks
Tidak dapat dipungkiri pula, bahwa tindakan kriminalitas dalam dunia maya semakin menjadi-jadi. Dimana ‘oknum-oknum’ tersebut memanfaatkan teknologi komputer (termasuk gawai) sebagai alat kejahatan dalam setiap transaksinya. Dalam konteks Pilgubsu, bisa jadi tindakan ini dalam bentuk penyebaran hoaks, ataupun ujaran kebencian terhadap suatu pasangan calon, untuk mengalahkannya secara tidak fair.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sudah diatur dengan sangat jelas, bagaimana seharusnya sikap tim pasangan calon dalam menggunakan media sosial. Seperti pada Pasal 28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Pada Pasal 28J menyebutkan: 1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Artinya, tim pasangan calon berhak untuk memiliki dan menyebarkan konten-konten media sosial yang diinginkannya (hak), namun tentu harus dibarengi dengan kewajiban. Yakni bagi setiap tim pasangan calon, agar lebih bijak dalam mengkampanyekan jagoannya. Sehingga, tidak menyinggung isu-isu SARA yang sensitif, yang kerap memecah belah masyarakat kita (inkondusif).
Ataupun, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, sebagai ganti dari Undang-Undang Nomo 11 Tahun 2008, Pasal 27 yang berbunyi: 1) Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui sistem elektronik, yang menyebabkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.
Ayat 3) Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); dan ayat 4) Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Artinya, menurut pemahaman sederhana, black campaign yang menggunakan media sosial sebagai salurannya merupakan tindak pidana yang dilakukan secara sengaja untuk menjatuhkan lawan politiknya. Tak jarang, buzzer-buzzer akun bodong ini (tidak resmi) merupakan orang-orang bayaran juga.
Pelaku tindak pidana ini jelas harus dihukum dengan hukuman setimpal, karena telah menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat. Terutama ditengah masyarakat kelas bawah, yang memang sangat mudah untuk diprovokasi. Berikut sanksi yang dikutip dari Pasal 28 UU ITE: 1) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dengan dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah; 2) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.   
Last but not least, tampaknya perlu ada komitmen bersama diantara seluruh elemen Sumut. Baik itu KPU sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai lembaga pengawas, KPI sebagai lembaga pengawas media elektronik, Polda, Dewan Pers serta masyarakat. Sehingga, kampanye yang dijalankan masing-masing pasangan calon bisa lebih profesional, independen dan berintegritas. Sehingga, lewat Pilgubsu ini dapat melahirkan pemimpin yang berdaulat dan kuat dalam membawa daerahnya kearah yang lebih baik. Mari-mari sama ikuti peraturan untuk netralitas Pilgubsu. Sekian!

                                                            *Asisten Korbid Kelembagaan KPID-SU

Komentar

Postingan Populer