Keberadaan KPI dan Undang-Undang yang Mengaturnya

TV telah menjadi kebutuhan yang tiada terpisahkan dari keluarga di Indonesia. Walaupun keberadaan televisi perlahan mulai tergerus dengan keberadaan gawai, namun eksistensinya masih diakui sampai dengan saat ini. Sehingga, tidak ada alasan untuk membiarkan televisi tanpa pengawasan. Apalagi, sampai saat ini pemanfaatan televisi sebagai media penyiaran masih belum optimal. Terlihat dari semakin tereduksinya nilai-nilai luhur bangsa baik secara kognitif, afektif dan konatif akibat dari penayangan gaya hidup yang salah. Misalnya, melalui sinetron yang merupakan potret kehidupan yang menyesatkan. Memang tidak dapat digeneralisir, namun hampir rata-rata substansinya cenderung menampilkan kekerasan, bullying, intimidasi, percintaan yang belum saatnya, gaya hedonisme dan perilaku konsumtif.
Begitupula halnya dengan kartun yang ditonton anak-anak saban minggunya. Kartun-kartun yang diproduksi Barat itu masih sarat dengan adegan kekerasan (violence), darah, dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat kita, seperti: kurangnya penghormatan terhadap orangtua, wali dan guru; kurang mencintai keluarga, bersikap individualistis; minimnya pesan moral agama ataupun moral sosial; kurangnya implementasi etika dan akhlak mulia, serta minimnya konten kearifan budaya lokal dalam kartun tersebut. Bila terus dibiarkan, tentu akan semakin menggerus budaya luhur kita. Apalagi, anak-anak adalah peniru yang ulung, memiliki kekuatan imitasi yang luar biasa.
“Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran” (UU No. 32. Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Bab IV Pelaksanaan Siaran, Bagian Pertama Isi Siaran, Pasal 36, Ayat 3).
Maka daripada itu, penanggung jawab atas pemenuhan hak anak untuk mendapatkan tontonan yang baik, diantaranya: orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam hal ini negara mengamanahkannya kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sebagaimana termaktub dalam UU No. 32 Tahun 2002 sebagai berikut: “Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen, yang ada di pusat dan di daerah, yang tugas dan wewenangnya diatur dalam undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran” (Bab I, Pasal 1, Ayat 13); atau “Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran” (Bab III, Pasal 6, Ayat 4). Namun, karena jangkauan media penyiaran di Indonesia sangatlah luas, maka KPI Pusat dibantu oleh KPID di seluruh daerah di Indonesia dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya.
Keberadan KPI diatur dengan jelas pada Bab III, Pasal 7-9 UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, sebagai berikut:
1.      Pasal 7: 1) Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI; 2) KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran; 3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi; 4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
2.      Pasal 8: 1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi, serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran; 2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang: a) menetapkan standar program siaran, b) menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, c) mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, d) memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, e) melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat; 3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban: a) menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang laik dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, b) ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran, c) ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait, d) memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang, e) menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik, dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran, dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
3.      Pasal 9: 1) Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah berjumlah 7 (tujuh) orang; 2) Ketua dan wakil ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota; 3) Masa jabatan ketua, wakil ketua dan Anggota KPI Pusat dan KPI Daerah (3) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya; 4) KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh negara; 5) Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan; 6) Pendanaan KPI Pusat berasal dari Belanja Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Komentar

Postingan Populer