TWO STEP FLOW COMMUNICATION
http://agso.uni-graz.at |
Tulisan ini merupakan rangkuman dari slide Teori Sosial
Pembangunan (pasca mid) karya Amir Purba., Ph.D, yang kemudian dikembangkan
kembali. Berikut rangkumannya slide per slide:
Struktur solidaritas mekanik dan organik berhubungan erat dengan
model komunikasi. Salah satunya ialah Two Step Flow Communication
(Komunikasi Dua Tahap), milik Paul F. Lazarsfeld, dkk. Model ini muncul pasca
penelitian yang mereka lakukan pada pemilu tahun 1940-an di Amerika Serikat.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengaruh media dalam keputusan menetapkan
pilihan kandidat sebatas menguatkan (reinforcement) predisposisi audiens
saja. Walhasil, sudah sedari dulu, Bullet Theory (Teori Peluru) telah
menuai berbagai kritikan tajam dari para ahli komunikasi.
Sebaliknya, kelompok diskusi kecil malah yang sangat menentukan keputusan
pemilih untuk memilih jagoannya. Walaupun, gaung pencapaian diskusi kecil tidak
sebesar dan seluas media massa. Disinilah peran ‘pemuka pendapat’ (opinion
leader) menjadi sangat penting, sekaligus menjadi landasan terjadinya model
komunikasi dua tahap.
Tahapan pertama, dimana pesan dari media massa diterima oleh opinion
leader; dan tahapan kedua, dimana pesan yang diterima oleh opinion
leader dikirimkan kembali pada khalayak pengikutnya. Opinion leader memiliki
beberapa peranan sebagai berikut: 1) Well informed (kaya akan
informasi). Sehingga menjadi tempat sanduran orang ketika tidak mengerti akan
sesuatu hal; 2) Gate keeper (penyaring informasi). Ia lah yang akan
memilah dan memilih pesan mana yang akan disampaikan atau tidak disampaikan
kepada khalayaknya. Dalam proses penyaringan ini terkadang juga menimbulkan
bias, karena sangat tergantung dengan subyektifitas opinion leader.
Opinion leader juga dibagi
kedalam dua jenis, yaitu: Opinion leader yang polimorphis (tidak
ada spesialisasi), artinya ia menguasai semua pesan yang disampaikan oleh media
massa; dan opinion leader yang monomorphis (memiliki
spesialisasi), artinya menguasai pesan-pesan tertentu yang disampaikan oleh
media massa. Misalnya, pemberitaan-pemberitaan tertentu tentang Mega Korupsi
E-KTP, karena sudah mengikuti informasinya sejak awal bergulir.
Pada intinya, two step flow communication amat sangat
bergantung pada pesan, yang disampaikan kembali oleh opinion leader secara
trickle down effect. Saya yakin, two step flow communication masih
banyak terjadi di masayarakat pedesaan (solidaritas mekanik), yang memang
sangat kolektivistik. Sementara, masyarakat perkotaan yang individualistik
(solidaritas organik) lebih mandiri terhadap pesan media massa yang
diterimanya. Andaipun mereka bertanya, maka mereka pun hanya akan bertanya pada
ahlinya.
Lantas, apa jadinya suatu pesan tanpa adanya peran opinion leader?
Saya pikir ini sungguh pertanyaan yang menggelitik. Untuk menjawabnya, perlu
kita pilah dulu opinion leader di masyarakat mekanik dan opinion
leader di masyarakat organik. Masyarakat mekanik barang tentu amat sangat
membutuhkan opinion leader. Merujuk pada paradigma Thomas Khun, maka tanpa
opinion leader, pesan media massa akan dimaknai secara multitafsir oleh
masyarakat. Tanpa opinion leader akan terjadinya kondisi anomalies ditengah
masyarakat dalam menyikapi suatu pesan. Bukan tidak mungkin, jika terus
dibiarkan hal ini bakal menimbulkan krisis pesan. Tentu berbeda halnya jika opinion
leader tersebut berada di masyarakat yang organik. Keberadaan mereka malah
mulai kabur seiring dengan keberadaan gawai dan kecanggihan internet. Setiap
orang bisa mengakses apapun informasi yang ingin mereka ketahui, dan mengkonfirmasi
kebenaran suatu berita. Bahkan, tanpa harus lagi bertemu secara nyata.
Komentar
Posting Komentar