KOMUNIKASI NON VERBAL
thewire.in |
Tulisan ini merupakan rangkuman dari slide Komunikasi
AntarBudaya (pasca mid) karya Inon Beydha., Ph.D, yang kemudian dilengkapi
dengan buku Komunikasi Lintas Budaya karya Larry A. Samovar, dkk tahun 2010,
terbitan Salemba Humanika, Jakarta. Berikut rangkumannya dari halaman 291-340;
470:
Komunikasi non verbal adalah pesan yang disampaikan dari tindakan,
tempat waktu dan sikap diam tanpa harus berkata-kata. Leroy Brownlow, pengarang
asal Cooke Country, Texas, Amerika pernah berkata, “Kadang kala, keheningan itu
berteriak lebih kencang”. Sementara, Rene Descartes, Filsuf Perancis yang
dijuluki “Bapak filsafat modern” pernah berkata, “Untuk mengetahui apa yang
dipikirkan seseorang, perhatikan apa yang dikerjakannya, daripada apa yang dikatakannya”.
Kedua pernyataan ini menunjukkan, pentingnya memerhatikan pesan nonverbal
ketimbang verbal. Contoh: ancungan jempol di Irak sama dengan acungan jari
tengah (fuck[1])
di Amerika Serikat.
Salah mengartikan nonverbal merupakan hal yang umum terjadi,
terutama pada mereka yang berbeda budaya dengan kita. Contoh: menggelengkan
kepala pada beberapa negara umumnya menyatakan ‘tidak’, sedangkan di India
sebagai ‘ya’ atau bentuk persetujuan. Atau budaya Barat menyambut dengan
jabatan tangan hangat. Sementara budaya Arab menyambut saudaranya sesama
laki-laki dengan cipika-cipiki, yang kalau di Indonesia bisa disebut
homo (gay).
“Banyak arti penting yang dihasilkan dalam interaksi manusia dapat
diperoleh dari sentuhan, lirikan, nuansa vokal, gerakan atau ekspresi wajah
dengan atau tanpa kata-kata. Mulai dari saat bertemu dan berpisah, orang-orang
saling mengamati dengan semua indera mereka, intonasi, cara berpakaian dan
sikap diri, mengamati lirikan dan ketegangan wajah, juga memilih kata-kata.
Setiap tanda keharmonisan dan ketidakharmonisan mengarah pada interpretasi dari
suasana hati yang ada.” (Barnlund dalam Samovar, dkk, 2010: 292).
A.
Pentingnya Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal merupakan cara dasar untuk menyatakan apa
yang dipikirkan dan dirasa seseorang. Berikut beberapa hal yang menjadikan
komunikasi non verbal itu penting dalam konteks antarbudaya, diantaranya:
1.
Mengartikan
keadaan internal
Manusia
membuat penilaian dan keputusan yang penting mengenai keadaan seseorang –
keadaan yang dinyatakan tanpa kata-kata. Contoh: ekspresi cemberut = tidak
senang; tubuh gemetar = ketakutan/kedinginan. Emosi Anda – baik rasa takut, rasa
senang, marah maupun sedih – tercermin dari postur, wajah, dan mata Anda.
Sehingga Anda dapat menyatakannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Oleh
karena itu, banyak orang yang bergantung pada apa yang mereka pelajari lewat
mata.
Penelitian
membuktikan bahwa Anda biasanya memercayai pesan non verbal dibandingkan dengan
pesan verbal, ketika keduanya saling berlawanan. ”Manusia menggunakan pesan non
verbal untuk menjelaskan keadaan sosial dan emosi dari hubungan dan interaksi.”
(Morreale, Spitzberg dan Barge dalam Samovar, dkk, 2010: 293).
2.
Menciptakan
kesan
Kita
sering menilai orang lain berdasarkan hal-hal seperti warna kulit, usia,
gender, ekspresi wajah, cara berpakaian, aksen dan bahkan cara berjabat tangan.
Hal ini menunjukkan, bahwa melalui perilaku non verbal dapat menciptakan kesan
itu sendiri.
3.
Mengatur
interaksi
Tindakan
non verbal Anda, baik disengaja maupun tidak, memberikan Anda dan lawan bicara
Anda petunjuk mengenai percakapan Anda. “Kapan memulai pembicaraan, giliran
siapa yang berbicara, bagaimana mendapat kesempatan berbicara, bagaimana
memberikan sinyal kepada orang lain untuk berbicara terus, dan bagaimana
mengakhiri pembicaraan”.
4.
Menjelaskan
komunikasi verbal
Komunikasi non
verbal juga secara langsung atau tidak langsung, dan menguatkan pesan verbal
yang Anda sampaikan.
Singkatnya, tidak semua orang dalam budaya tertentu melakukan
tindakan non verbal yang sama. Jadi, interpretasi dari komunikasi non verbal
harus dievaluasi secara hati-hati sebelum menyimpulkannya. Banyak klasifikasi
membagi pesan non verbal kedalam dua kategori komprehensif; yang dihasilkan
oleh tubuh (penampilan, gerakan, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan dan
parabahasa), dan hal-hal seperti ruang lingkup (tempat, waktu dan sikap diam).
B.
Perilaku Tubuh
B.1
Pengaruh Penampilan
Begitu gigihnya kemauan kita untuk memengaruhi ‘pesan’, yang kita
kirimkan melalui tubuh kita. Sehingga kita mau menghabiskan ratusan juta untuk
operasi kecantikan. Keating (dalam Samovar, dkk, 2010: 299) mengatakan,
“Kekuatan komunikasi untuk mendekatkan dan menjauhkan orang lain, berasal dari
bagaimana kita berpenampilan juga dari bahasa yang kita pergunakan. Penggunaan
tubuh untuk dekorasi kelihatannya telah ada sejak dulu kala dan bersifat universal.
Seperti yang dinyatakan Antropolog Ferraro (dalam Samovar, dkk,
2010: 301) di Amerika Serikat “orang-orang menghabiskan jutaan dolar setiap
hari untuk membeli sepatu olahraga, mengikuti program diet, membeli penekan
nafsu makan, dan menjadi anggota spa kesehatan supaya mereka dapat menurunkan
berat badan mereka”. Berikut beberapa kata pepatah, yang menunjukkan pentingnya
pengaruh penampilan sebagai komunikasi non verbal, diantaranya:
1.
“Wajah
adalah cerminan jiwa seseorang” – Pepatah Meksiko.
2.
“Rahasia
seseorang dapat dilihat dari wajahnya” – Pepatah Yahudi.
3.
“Mata
mencerminkan jiwa” – Emerson.
4.
“Matamu
mengatakan lebih dari apa yang dapat dikatakan bibirmu” – Bob Dylan, Penyanyi
Amerika dan Penulis lagu.
“Banyak ritual eksotis yang kita lihat dalam film dokumenter PBS
dan dalam majalah National Geographic, seperti memperpanjang leher, melebarkan
bibir, menindik telinga, menambal gigi, dan lain-lain, menunjukkan tindakan
mempercantik diri yang umum di beberapa bagian di dunia ini. tentu saja, sedot lemak,
implantansi rambut, bedah laser, dan lain sebagainya, bukan merupakan hal yang
aneh bagi masyarakat Barat, namun bagi masyarakat di belahan bumi yang lain
merupakan hal yang dibenci.” (Remland dalam Samovar, dkk, 2010: 301).
Ada lima kategori dasar menurut Samovar, dkk (2010: 217) yang
menjadi perilaku menyentuh: 1) Sentuhan profesional, dilakukan oleh orang-orang
seperti dokter, perawat dan penata rambut; 2) Sentuhan kesopanan sosial,
biasanya diasosiasikan dengan cara menyapa dan menyatakan apresiasi; 3) Sentuhan
persahabatan, menunjukkan perhatian diantara anggota keluarga dan teman dekat;
4) Sentuhan keintiman dan kasih sayang, ditunjukkan kepada tipe sentuhan
(belaian, pelukan, rangkulan, ciuman dan sebagainya) yang biasanya terjadi
dalam hubungan romantis; 5) Sentuhan seksual, merupakan sentuhan yang paling
intim, dilakukan untuk membangkitkan gairah seks.
Sementara itu, Samovar, dkk (2010: 320) juga menjelaskan ada tiga
klasifikasi dalam parabahasa, yaitu: 1) Kualitas vokal (volume, nada suara, tempo
dan gema); 2) Karakteristik vokal (tertawa, menangis, merintih, merengek,
menguap); dan 3) Pembeda vokal (“uh-huh”, “shh”, “uh”, “ooh”, “mmh”, “hmmm”).
Berikut beberapa perbedaan makna suara dengan beberapa nada di
berbagai negara:
Suara kuat (Arab)
|
Kekuatan dan ketulusan
|
Suara keras (Brazil)
|
Ketertarikan dan keterlibatan
|
Suara memerintah (Jerman)
|
Otoritas dan kepercayaan diri
|
Suara lembut (Filipina)
|
Indikasi asuhan yang baik dan berpendidikan
|
Suara pelan (Inggris)
|
|
Suara keras (Thailand)
|
Tidak sopan
|
Suara naik (Jepang)
|
Kurangnya kontrol diri
|
Suara pelan dan lembut (Jepang)
|
Perilaku yang baik dan bantu mempertahankan keharmonisan sosial –
dua nilai penting dalam budaya Jepang
|
C.
Ruang dan Jarak (Proksemik)
C.1 Ruang
gerak pribadi
Antropolog Edward T. Hall (dalam Samovar, dkk, 2010: 322)
mengelompokkan ruang gerak pribadi dengan empat kategori, yaitu: 1) Intim; 2)
Personal-kausal; 3) Sosial; dan 4) Publik. Ruang gerak intim (18 inchi)
biasanya dilakukan dalam hubungan yang sangat dekat. Anda dapat menjangkau dan
menyentuh orang yang berada dalam jarak ini. Dalam gerak personal (18 inchi – 4
kaki), ada sedikit kesempatan untuk melakukan kontak fisik, dan Anda dapat
berbicara dengan suara normal. Ruang gerak sosial (4 - 12 kaki) merupakan jarak
dimana kebanyakan anggota budaya dominan melakukan bisnis. Ruang gerak publik
dapat dilihat ketika melakukan presentasi didepan umum, jaraknya bervariasi;
dekat maupun jauh.
C.2 Monochronic
(M-Time) dan Polychronic (P-Time)
Hall dan Hall (dalam Samovar, dkk, 2010: 335) mengembangkan
klasifikasi waktu dalam 2 cara, yaitu: monochronic (M-Time) dan polychronic
(P-Time). Negara-negara yang termasuk dalam budaya M-Time adalah
Jerman, Austria, Swiss dan budaya dominan di Amerika Serikat. Dimana
masyarakatnya menggunakan waktu dengan bijaksana. Dalam situasi bisnis, budaya M-Time
menjadwalkan janji ketemu sebelumnya, tidak datang terlambat, dan
“cenderung mengikuti rencana awal”. Budaya ini biasanya terdapat pada
masyarakat yang individualistik.
Sementara negara-negara yang termasuk dalam budaya P-Time adalah
Arab, Afrika, India, Amerika Latin, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Dimana
masyarakatnya lebih santai dalam penggunaan waktu. Hal ini terjadi karena
masyarakat negara-negara tersebut, berusaha mempertahankan hubungan yang
harmonis merupakan agenda yang penting. Sehingga, waktu yang digunakan lebih
fleksibel supaya hubungan kita dengan orang lain baik. Budaya ini biasanya
terdapat masyarakat yang kolektivistik.
Perbandingan budaya monochronic dan polychronic
Monochronic
|
Polychronic
|
1.
Mengerjakan
satu hal dalam satu waktu.
|
Melakukan banyak hal dalam satu waktu.
|
2.
Berkosentrasi
terhadap pekerjaan.
|
Mudah terganggu dan diinterupsi.
|
3.
Berkomitmen
terhadap waktu dengan serius (tenggat waktu, jadwal).
|
Mempertimbangkan komitmen waktu tujuan untuk dicapai jika
memungkinkan.
|
4.
Berkonteks
rendah dan memerlukan informasi.
|
Berkonteks tinggi dan sudah memiliki informasi.
|
5.
Terikat
dengan pekerjaan.
|
Terikat pada manusia dan hubungan antar sesama.
|
6.
Mengikuti
rencana.
|
Sering dan mudah mengganti rencana.
|
7.
Peduli
untuk tidak mengganggu orang lain; menghargai privasi.
|
Lebih peduli pada orang yang dekat dengan mereka (keluarga,
teman, rekan bisnis) dibandingkan dengan privasi.
|
8.
Menghargai
hak milik pribadi, jarang meminjam atau meminjamkan.
|
Sering dan mudah meminjam/meminjamkan barang-barang.
|
9.
Menekankan
ketepatan waktu.
|
Ketepatan waktu didasarkan pada hubungan.
|
10.
Terbiasa
dalam hubungan jangka pendek.
|
Terbiasa dalam hubungan jangka panjang.
|
[1] Fuck kkt.
menyetubuhi (informal) k seru. ungkapan kemarahan; brengsek, sialan, bangsat,
bajingan, anjing! – kb. 1. partner bersetubuh 2. persetubuhan, percintaan.
Komentar
Posting Komentar