JUJUR AKU BODOH
cdn.brilio.net |
Ya, jujur aku ini adalah mahasiswa bodoh yang ingin gampangnya
saja. Jujur kukatakan di S1 dulu kenapa aku memilih penelitian kualitatif, itu
karena aku bodoh dalam hitung-hitungan. Aku phobia angka, dan terlatih
menyontek sejak sd kelas 3, jika ada tugas tentang pelajaran matematika.
Hahaha. Kebodohan itu terus berlanjut sampai aku smp dan sma. Sialnya, aku
masuk di kelas IPA. Hingga wajar saja, kepalaku kemudian jadi target jotos guru
di sekolah, lantaran aku tak bisa mengerjakan soal fisika dan kimia di papan
tulis. Aku malu, sangat malu, kenapa otakku sebebal ini.
Lucunya, ketika aku merasa senang sekali awal mula masuk kuliah.
Kukira di perkuliahan itu tak bakalan ada lagi hitung-hitungan, apalagi angka.
Ternyata prediksi ku salah, aku kembali harus berhadapan dengan statistika. Itu
ilmu apa lagi itu? Hehehe. Akupun benar-benar meringis ketakutan! Dan,
terbukti, aku terpaksa harus mengulang mata kuliah ini karena mendapatkan nilai
D. Gara-gara itu, ipk ku sempat anjlok 2,83. Akupun terancam tidak cum laude.
Beruntung, ketika aku mengulang, aku diperjumpakan dengan
teman-teman ku yang pintar. Kusebut saja namanya si kacamata dan si bohay
blonde. Hahaha. Yang bohay blonde aku suka ya, hehe :D Dari mereka satu dua
rumus aku mengerti, termasuk cara pengoperasiannya. Selebihnya aku tetap
menyontek. Hehe. Tapi dari dua rumus statistika yang kupahami itu aku jadi
mengerti, bahwa angka itu tidak semenakutkan seperti yang kukira. Engkau hanya
diharuskan menghapal rumus, dan paham cara pengoperasiannya. Insyaallah, kamu
bakal lulus dengan nilai memuaskan. Amin ya Allah, seperti aku yang dapat B,
alhamdulillah.
Namun, ternyata, phobia angka ku kumat lagi menjelang seminar
proposal. Aku bingung harus memberi judul apa pada skripsi ku, yang kalau bisa
tidak bersinggungan sedikit pun dengan angka-angka. Hasilnya aku mendapatkan
keinginan ku dengan melakukan penelitian kualitatif, dan menyelesaikan studiku.
Tapi di S2, tampaknya aku tak bisa lagi bersikap seperti itu, apalagi sebagai
calon akademisi. Secara tidak langsung, aku seperti ditampar dengan perkataan
dosen MPK 1 ku yang mengatakan, "Merupakan suatu kelucuan, jika kemudian
seorang mahasiswa menghindari penelitian kuantitatif, hanya karena alasan takut
angka". Secara tidak langsung, aku benar-benar di-dor siang itu. Aku pun
hanya bisa menelan ludah, "Bagaimana nasib tesisku? Bisa tamatkah aku
nanti? Hiks. Aku benar-benar ketakutan!
Oleh karena itu, aku hanya bisa berdoa, semoga di S2 ini aku
memiliki teman yang mau jadi partner ku dalam belajar. Yang bersedia menjitak
kepalaku kalau aku juga masih bodoh dalam penelitian kuantitatif kedepannya. Aku
juga harus menambah pengetahuan ku sendiri tentang metode penelitian yang ada,
lewat membaca buku-buku. Sungguh tak mau kusia-siakan umurku di S2 ini, hingga
aku bisa melakukan hal yang lain. Andai saja si bohay dan blonde itu mau
membantuku, mengajariku tentang SPSS. Sungguh alangkah senang sekali! Tapi ia
begitu sombong sekarang, seolah-olah tidak pernah mengenaliku lagi. Mungkin
karena baginya aku hanyalah sosok lelaki dekil, kere dan bodoh. Menyedihkan!
Tapi tidak mengapa, setidaknya itu dapat menjadi pelecut bagiku
untuk lebih memahami Hyphotetico deductive method, (metode berpikir secara
deduktif) yakni dari umum ke khusus yang bertujuan untuk menguji suatu
hipotesis. Mungkin aku bisa memulainya dengan membaca penelitian tentang dampak
tayangan kartun terhadap anak-anak. Ataupun Tingkat ketergantungan (Depedensi)
terhadap suatu tayangan media, bla bla bla. Aku yakin ada banyak orang yang
meneliti tentang itu, dan lain sebagainya.
Aku juga harus menepis anggapan bahwa penelitian kuantitatif itu
tidak mendalam. Sekalipun penelitian kuantitatif itu tidak mendalam, tapi ia
bisa lebih objektif dari penelitian kualitatif yang subjektif. Lagipun,
penelitian kuantitatif mampu mengukur suatu ukuran fenomena sosial lewat
indikator dan angka-angka. Seperti ukuran sosial dan ekonomi seseorang, dapat
diukur lewat tingkat pendidikannya, pekerjaannya, pendapatannya dsb. Aku harus
belajar mengurutkan suatu permasalahan dari besar ke kecil.
Last but not least, aku teringat dengan perkataan dosen ku itu,
"Kekuatan kajian kuantitatif terletak pada kemampuan si peneliti sendiri.
Dan, meneliti random atau sampling itu ibarat menyicip gulai ketika sedang
dimasak. Ya, penelitian kuantitatif itu adalah ilmu tentang masak gulai! Dimana
untuk mengetahui suatu hasil, engkau tidak perlu merasai semuanya, melainkan
cukup dengan sample-nya saja," kata dosenku yang berkepala plontos itu. Hehehe.
Peace :)
Komentar
Posting Komentar