KENAPA AKU MEMILIH S2?

dok. pribadi
Siang itu, kulangkahkan kakiku dengan ragu ke ruang kuliah Magister Ilmu Komunikasi USU, Medan. Aku ragu, karena aku takut bila pilihan yang kuambil ini salah. Sebelumnya aku telah lulus CPNS tahap 1, dan harus mengikuti seleksi lanjutan di Aceh Besar. Masalahnya, waktu pelaksanaannya itu yang bentrok dengan hari pertama aku masuk kuliah. Tanggal 11 September 2017. Aku pun dilema. Ibu bilang, semua keputusan terserah padaku. Bapak juga demikian. Tapi aku sebagai anak sulung merasa malu, jika di umurku yang 22 tahun ini masih belum mendapatkan pekerjaan.
Sebenarnya ada beberapa lowongan pekerjaan, dimana aku telah lolos seleksi berkas. Seperti detik.com, aku hanya tinggal wawancara. Tapi aku tidak punya uang untuk ke Jakarta. Ada, tapi pas-pas-an untuk makan dan mengurus tetek bengek wisudaku saat itu. Kala itu aku masih melamar pekerjaan dengan SKTL (Surat Keterangan Telah Lulus). Aku juga lolos seleksi berkas di PDAM TIRTA MUSI – Palembang. Masalahnya juga sama, aku tekor di dana keberangkatan. Bukannya aku tak mau minta uang pada bapak dan ibu, aku hanya tidak ingin merepotkan mereka. Prinsipku dari dulu.
Pernah yang lebih parahnya lagi, aku lulus administrasi di PT. ANTAM (Aneka Tambang). Gajinya itu Rp. 8.750.000; untuk karyawan pertama, dan bisa meningkat hingga Rp. 12.750.000; jika kelak aku menjadi karyawan tetap disana. Kawan-kawanku lantas mencap diriku bodoh, karena tidak mau memanfaatkan peluang tersebut. Padahal, ada dua kendalaku saat itu. Pertama, jelas tak ada biaya transportasi karena lokasi tesnya lagi-lagi di Jakarta. Kenapa segala sesuatu harus ke Jakarta?!!! Kedua, karena bertepatan dengan tanggal dua sahabatku (Hendro dan Reza) merayakan sidang kelulusan mereka. Sebagai sahabat, bukankah kewajibanku untuk datang?
Sangking bingungnya, aku pun memilih bertanya kepada Bang Haris Wijaya, dosenku di S1 dulu via Whatapp, “Assalammualaikum, Bang. Saya mau nanya lah, Bang. Mana yang harus saya ambil: S2 yang uda jelas atau ikut seleksi CPNS yang belum tentu lulus. Soalnya bentrok, Bang, dan takut ketinggalan pelajaran. Mohon pencerahannya, Bang. Terimakasih. Tak lama beliau pun menjawab, “Wa’alaikumsalam, udah shalat istikharah apa belum?”.
“Belum, Bang (Hahaha),” aku tertawa dalam hati.
Kalo abang bilang sih, ikutin aja dulu seleksi CPNS, toh kuliah S2 masih bisa dikejar kok. Kan seleksi CPNS gak terlalu banyak ngabisin waktu. Selain itu, minta doa restu orangtua, karena ridho Allah terletak di ridho orangtua,” terangnya.
“Alhamdulillah, terimakasih banyak, bang ya”.
Tak puas dengan Bang Haris, aku pun kembali bertanya kepada mantan dosen pembimbingku, Pak Pohan dengan pertanyaan yang sama. Beliau pun menjawab diplomatis, “Itu diantara dua pilihan yang ada plus minus-nya. Pilihlah mana yang paling tepat, disesuaikan dengan situasi keuangan yang ada. Kalau orangtua sanggup membiayai S2 tentu ini bagus kedepannya”.
Aku pun bertambah bingung! Ambil S2 tinggalkan CPNS. Ambil CPNS, ambil juga S2. Arrrggghhh! !@#$%^&*()_+
***
dok.pribadi

Di kuliah S2 ini, aku banyak bertemu dengan mahasiswa/i asal Aceh, kota kelahiranku. Seperti ada yang dari Kota Lhokseumawe, tempat tinggalku, Aceh Singkil, Langsa dan daerah-daerah Aceh lainnya. Tapi kenapa ya, banyaknya masyarakat Aceh yang berstatus mahasiswa S2, dan belajar diluar daerah itu tidak berbanding sama dengan peningkatan kesejahteraan di Aceh? Nyatanya, Aceh begitu-gitu terus setiap kali aku pulang berlibur. Kemana perginya orang-orang Aceh yang pintar ini?? Bukankah sudah tanggungjawab mereka untuk membangun Aceh, dan bukan malah membangun rumah sendiri? Atau karena minimnya apresiasi Pemerintah Aceh tehadap mereka?
Selebihnya ada mahasiswa/i dari Sumatera, Sulawesi dan yang paling jauh dari Papua. Mungkin yang dari Papua itu jodohnya disini. Hehe. Kami semua dibagi kedalam dua kelas: Kominfo dan Reguler. Kelas Kominfo untuk mereka yang beasiswa. Sedangkan kelas Reguler untuk orang seperti Aku, yang harus membayar mahal untuk bisa belajar dan mendapatkan gelar Master. Rata-rata yang mendapatkan beasiswa itu sudah bekerja. Ada dari Badan Pusat Statistik, Polda, Dinas Tanaman dan Pangan bla bla bla, Dinas Kominfo, Kemenag, Kantor Camat, KPI dan karyawan TVRI. Pokoke mereka semua keren-keren, cuma aku yang gembel dan wong ndeso. Kere!     
***
Kedatangan Nadira Utami siang itu, turut membuyarkan lamunanku. Ya, cuma perempuan itu yang dapat membuat suara dosen di depan mendadak samar-samar. Tetapi aku memilih pura-pura tidak melihatnya. Malu aku, jika kuingat masa-masa S1 dulu saat aku suka padanya. Tak pernah kuutarakan memang, sebab aku duluan sadar “siapa aku” dan “siapa dirinya”. Bak bumi dan langit. Kusuka singkong, kau suka keju!
Diam-diam aku senang padanya siang itu, dia tidak hanya cantik dengan balutan baju blus biru dan pipi merah muda, tapi dia juga cerdas. Cepat sekali ia akrab dengan yang lainnya. Tertawa, terkekeh, bertanya ini-itu seperti lazimnya kebanyakan perempuan. Aku sebaliknya, banyaknya teman-teman baru disini pun tidak berkorelasi dengan hobiku menyendiri dalam sepi. Aku tetap saja introvert!
***
Baru seusai shalat istikharah, sebagaimana saran Bang Haris, aku merasa bahwa S2 adalah pilihan terbaikku untuk saat ini. Karena bagaimanapun, cita-citaku adalah menjadi akademisi di bidang media massa. Aku pula bercita-cita menjadi doktor pertama di keluargaku, dan alhamdulillah orangtuaku mendukung. Maka, biarlah untuk sementara waktu ini kufokuskan diri untuk mendapatkan gelar masterku.
Ya, aku hanya perlu fokus, serius dengan apa yang telah kupilih. Karena aku termasuk orang yang meyakini, bahwa kini spesifikasi pendidikan yang tinggi meniscayakan kehidupan yang lebih baik kedepannya. Aku hanya perlu bersabar sementara waktu dari pengaruh teman-temanku yang sudah bekerja, dan telah punya pendapatan sendiri. Aku percaya, aku mundur selangkah untuk melompat lebih tinggi.     
Bak sekumpulan sperma, yang berlomba-lomba mendapatkan indung telurnya untuk dibuahi. Aku pun kini bersaing dengan yang lain untuk mendapatkan gelar masterku, ijazah S2 ku. Sekalipun aku harus bersaing dengan mereka yang lebih pintar dariku, mereka yang telah bekerja, yang paling cantik sampai yang paling tua sekalipun! Insyaallah, aku siap bersaing. Ya, I just need focus on my study, and how the way to get my Master. Bismillah!

Komentar

  1. Kereen...solutif bgt..hhee oh iya..blh lh nulis tntang dilematis antara kuliah kerja dan nikah😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, thank you, okay, i will write it someday maybe. thank you for supported me :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer