PEREMPUAN DALAM LINGKARAN KORUPSI
http://assets.kompas.com |
Pada era
demokrasi ini, dipimpin oleh seorang perempuan merupakan sebuah keniscayaan.
Karena alam demokrasi menghendaki perempuan memiliki kesempatan yang sama
dengan laki-laki untuk memimpin daerahnya. Sudah banyak pula contoh
keberhasilan daerah-daerah yang dipimpin oleh perempuan. Salah satunya seperti
mantan Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal, yang sukses membangun Aceh
dengan menyertakan peran perempuan didalamnya.
Sayang, pada
Pilkada serentak yang lalu ia kalah, lantaran berhembus isu bahwa perempuan tak
boleh jadi pemimpin. Ya amat-sangat disayangkan memang, politisasi agama masih
saja berhembus di zaman kesetaraan gender saat ini. Padahal, perempuan juga
punya hak untuk menorehkan prestasi terbaiknya bagi nusa dan bangsa.
Tapi dibalik kesuksesan
itu, tidak sedikit juga politisi perempuan yang terjerat kasus korupsi.
Sehingga, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kekuasaan sama-sama
rentan terjerat kasus korupsi. Orang Barat menyebutnya, “Power tends corrupt”.
Baru-baru ini sebagaimana diberitakan VIVA.co.id, Walikota Tegal Siti
Masitha Soeparno dinonaktifkan dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK. Ia terjaring OTT
(Operasi Tangkap Tangan) terkait kasus dugaan suap pembangunan infrastruktur
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah, Kota Tegal.
Namun, Walikota
perempuan pertama di Kota Tegal ini menyebut dirinya adalah korban dari Amir
Mirza –Ketua Partai Nasdem, Kabupaten Brebes yang ikut terjaring OTT. DPP
Partai Nasdem sendiri sudah memecat Amir Mirza terkait penangkapannya itu.
“Tertanggal 30 Agustus 2017, Nasdem mengeluarkan surat pemberhentian bagi
saudara Amir Mirza baik sebagai Ketua DPD Brebes maupun kader,” kata Ketua
Dewan Pengurus Wilayah Nasdem Setyo Maharso (kompas.com). Sebuah langkah
yang bagus untuk tidak memberikan tempat bagi kader atau pengurus partai yang
main-main dengan korupsi. Selain daripada tentunya menunjang citra partai di
mata masyarakat.
Wakil
Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengingatkan atau “warning” para calon kepala
daerah khususnya petahana agar tidak menggunakan cara-cara kotor seperti
korupsi untuk modal pilkada serentak pada 2018 mendatang. Ia memastikan
pihaknya akan mengawasi dan melakukan penangkapan jika hal itu terjadi.
“Calon
petahana pasti sudah berstatus sebagai Penyelenggara Negara. Akan jadi urusan
KPK jika dia ambil dana dari pihak manapun,” tegas Wakil Ketua KPK, Basaria
Panjaitan (tribunnews.com).
Budaya ‘servis’
atasan juga harus diberangus dalam birokrasi pemerintahan kita. Jangan sampai
tindakan ‘menjilat’ ini, semakin membuat Kepala Daerah besar kepala dan berlaku
sewenang-wenang. Masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan tindakan ‘nyeleneh’
itu kepada pihak berwajib untuk diusut tuntas.
Dampak
Penangkapan
Kasus
penangkapan Masitha jelas berdampak kepada perjuangan perempuan. Terutama untuk mendapatkan perannya dalam bidang
politik yang selama ini dianggap tabu. Sebagaimana dikutip dari voaindonesia.com,
Maju Perempuan Indonesia (MPI), sebuah gerakan pemenuhan, perlindungan dan
pemajuan hak-hak politik perempuan, menilai penangkapan atas dugaan melakukan
tindak pidana suap itu akan “menghambat perjuangan untuk meningkatkan peran dan
keterwakilan perempuan di berbagai bidang pengabdian”. Untuk itu, perlu
ditekankan kembali pentingnya Pakta Integritas dalam menjalankan amanah
rakyat.
MPI
juga menghimbau seluruh perempuan yang berada dalam posisi pengambil kebijakan
untuk berhati-hati melaksanakan amanah yang dipercayakan dan tidak terjebak
pada permainan politik kekuasaan yang mencederai perjuangan untuk meningkatkan
peran dan keterwakilan perempuan.
Hal
senada juga disampaikan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI). Ketua Umum
KPPI Dwi Septiawati Djafar mengatakan kasus penangkapan Walikota Tegal itu akan
menjadi bumerang bagi perjuangan untuk mendorong keterlibatan perempuan yang
lebih besar dalam dunia politik (voaindonesia.com).
Sangat
mempengaruhi citra perempuan.
Potret Buram
Kepemimpinan Perempuan
Masitha adalah
potret buram kepemimpinan seorang perempuan, yang bahkan ditentang oleh PNS dan
warganya sendiri. Lantaran suka mencopot mereka yang vokal terhadap
pemerintahan Masitha. Beruntung, mereka yang dicopot akan diangkat kembali dan
menduduki jabatan semula. “Yang nonjob-nonjob itu kembalikan, angkat
lagi, karena sudah ada keputusan pengadilan dan harus dilaksanakan,” kata
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (VIVA.co.id).
Walhasil,
masyarakat Kota Tegal pun bersyukur atas terjaringnya Bunda Siti oleh KPK. Baik
bersuka cita dengan menyalakan kembang api, hingga ada yang memotong rambut.
Hal ini saya kira wajar sebagai representasi kekecewaan masyarakat disana
terhadap pemimpinnya itu. Seperti suka memalak kepala dinas lewat orang
kepercayaannya, kebijakan kontroversial non-job bagi kepala dinas yang lupa
setor, membungkam kekritisan bawahanya dengan dihukum turun jabatan, serta tega
memecat anak buahnya sendiri yang notabene PNS. “Kalau pensiun itu ada
tahapannya. Kalau surat BKN turun, saya masih dapat uang pensiun bulanan. Tapi,
gaji dan tunjangan pensiun saya disetop. Saya ini seperti bukan PNS,” imbuh
Khaerul Huda salah satu koban mutasi (tribunnews.com).
Ada baiknya
tulisan ini ditutup oleh tulisan Mendagri Tjahjo Kumolo, yang semoga bisa
menjadi renungan kita bersama, berikut:
Menginginkan
sesuatu secara berlebihan akan menggendong lupa atau siapa pun yang terlalu
besar melik –bhs Jawa- (keinginan, pamrih) akan sesuatu, ia akan mudah
melanggar tata aturan dan norma.
Melik
berbeda dengan keinginan. Keinginan sama dengan angan-angan, cita-cita. Melik
bersifat lebih keras, lebih parah, dan jika sudah terpaksa, orang yang memiliki
melik akan melakukan cara apapun.
Tidak
heran, jika sudah sampai taraf melik, padahal sesuatu yang dimeliki tersebut
sulit tercapai, orang yang ber-melik akan menganggap tidak ada salahnya untuk
mencuri. Bila terpaksa harus merebut, ia juga akan melakukannya.
Siapapun
yang memiliki melik (keinginan berlebihan), pasti hatinya penuh hawa nafsu.
Nalar macet, akal buntu, rasa kemanusiaan juga lenyap. Yang dikejar cuma satu,
yaitu bagaimana agar yang diinginkan itu secepatnya dapat diraih.
Jika
sudah pada posisi demikian, tidak mengherankan bila ia seolah-olah kerasukan
kojur tenan. Meminta juga tidak merasa malu, mencuri juga boleh. Segala cara
dihalalkan. Toh, yang namanya aturan, batasan, kemanusiaan, hanyalah buatan
manusia.
Semua
bisa diubah, dibuang, diinjak di bawah telapak kaki. Saat itu, semua menjadi
tidak perlu karena yang perlu hanyalah bagaimana melik-nya bisa
tercapai....alias kojuuuuuuur........kojuuuuuuur.... (tribunnews.com).
Mari,
menyelematkan perempuan dari lingkaran korupsi!
Komentar
Posting Komentar