CONTOH BERITA HOAX DAN UJARAN KEBENCIAN
news.okezone.com |
Pertama, Sebarkan
Berita Hoax, Pemilik Akun Ditahan.
Pemilik akun instagram @medaninfo88
ditetapkan dan ditahan penyidik Unit Tindak Pidana Umum Sat Reskrim Polrestabes
Medan, karena menyebarkan berita bohong. Selain menahan Ji, 35 tahun, warga Jalan
Malaka, Kelurahan Pandau Hilir, Kecamatan Medan Timur, penyidik Sat Reskrim
juga menyita smartphone yang
digunakannya untuk meng-upload informasi
hoax. Sebagaimana diberitakan, Jiwi
menyebarkan informasi hoax yakni
telah terjadi penjambretan di kompleks Perumahan Cemara Asri Medan. Padahal
sebenarnya aksi penjambretan itu terjadi di Penang, Malaysia. Kini tersangka Ji
meringkuk dalam sel, karena dijerat Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang ITE dengan
kurungan 6 tahun penjara.
Kedua, Pelaku Ujaran Kebencian Terhadap Polri
Ditangkap. CH alias Candra, 35,
warga Ujungpadang, Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan digelandang
petugas kepolisian ke Malpores Tapanuli Selatan, karena diduga menebar ujaran
kebencian dan penghinaan terhadap institusi Polri melalui akun facebook dengan akun Candra Miyoshe
(Cambok). Bahkan, dalam postingan itu, pelaku mengancam akan membantai Kapolri.
Penangkapan tersangka merupakan hasil penyelidikan terhadap terduga
pelaku/pendistribusian dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau
dokumen yang memiliki muatan ujaran kebencian dan/atau penghinaan pencemaran
nama baik terhadap institusi Polri, yang diposting pada 12 Juni 2018 serta 18
Oktober 2018. Dari tersangka, polisi mengamankan HP yang digunakan untuk mem-posting
ujaran kebencian tersebut di FB, yang
diakui tersangka sebagai akun miliknya. Alasan tersangka hanya untuk membuat
ricuh di media sosial dan menarik perhatian.
Ketiga, Kasus Ratna
Sarumpaet yang menjadi sorotan karena menciptakan kabar bohong soal
penganiayaan dirinya. Polisi telah menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka
kasus hoax penganiayaan dirinya.
Ratna memicu kehebohan publik setelah mencuat kabar soal penganiayaan terhadap
dirinya. Saat itu, foto wajah Ratna lebam beredar di media sosial. Bahkan,
sejumlah politisi terutama dari kubu oposisi mengabarkan Ratna dianiaya. Hingga
pada akhirnya, Ratna mengaku telah menciptakan kabar bohong alias hoax soal penganiayaan dirinya.
Hoax tersebut sempat
menghebohkan publik dalam skala nasional kala itu. Ratna mengaku dianiaya oleh
sejumlah orang pada 21 September 2018 di Bandung. Kabar tersebut kemudian
tersebar luas ke ruang publik. Sejumlah tokoh politik nasional seperti Prabowo
Subianto dan Amien Rais menjenguknya. Seusai bertemu, Prabowo menyebut apa yang
dialami Ratna adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Namun, keesokan harinya
Ratna tampil dihadapan publik dan mengatakan kepada wartawan, bahwa ia telah
mengabarkan berita bohong soal penganiayaan dirinya. Dia mengaku dia sendiri lah
yang menciptakan kebohongan tersebut.
Namun kala itu, proses hukum tetap berlanjut, dan
sejumlah anggota DPR beserta pimpinan mereka dilaporkan oleh masyarakat ke
Mahkamah Kehormatan Dewan, karena dianggap turut serta dalam menyebarkan
informasi hoax, yang dikarang oleh aktivis perempuan Ratna Sarumpaet. Mereka yang
dilaporkan yaitu Fadli Zon, Fahri Hamzah, Rachel Maryam dan Mardani Ali Sera.
Dengan menyebar hoax, mereka dinilai
tidak mencerminkan perilaku anggota dewan yang terhormat.
Padahal sebagai anggota DPR, seharusnya mereka
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, sebelum mereka menyampaikannya kepada
publik. Sehingga publik tak terkena dampak hoax.
Bukan malah sebaliknya, yaitu bertindak sebagai hakim dan menghakimi. Kala itu,
perwakilan masyarakat meminta Majelis Kehormatan Dewan untuk tidak lama-lama
dalam menyidang dugaan pelanggaran etik tersebut. Kala itu, Polri memang cukup disibukkan oleh
kegiatan masyarakat melaporkan dua kasus ini.
Keempat, DPO Pelaku Ujaran Kebencian Ditangkap. Poldasu menangkap seorang DPO kejaksaan dalam
kasus ujaran kebencian melalui media sosial di Dusun 1A Blok 7 Desa Sei Beras
Sekata, Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Tersangka ditangkap berdasarkan surat
permintaan Kepala Kejaksaan Negeri Medan dengan nomor:
B-2506/N.02.10.3/Ep.2/2017 tanggaal 14 Desember 2017 yang ditujukan kepada
Kapoldasu perihal bantuan pencarian/penangkapan terhadap AHS alias Holan.
Awalnya tersangka diperiksa Poldasu dalam kasus pelanggaran Pasal 27 ayat (3)
jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Setelah
berkasnya dinyatakan kejaksaan lengkap, lalu tersangka diserahkan ke JPU
berikut barang bukti untuk proses persidangan. Namun, pihak kejaksaan tidak
melakukan penahanan. Musabab, ketika hendak disidangkan yang bersangkutan malah
menghilang, sehingga pihak Kejari Medan mengeluarkan DPO dan meminta bantuan
Poldasu untuk menangkap yang bersangkutan.
Komentar
Posting Komentar