Peran KPI dalam Menggalakkan Literasi Media di Indonesia
http://www.kpi.go.id |
Di Kerajaan Inggris dan beberapa negara
Amerika Latin, pemberdayaan konsumen media adalah hal yang terpenting, yang
seringkali berfokus pada kontrol industri melalui korporasi dan hegemoni
pemerintah. Di Indonesia sendiri, lembaga penyiaran diatur oleh Lembaga Negara
Independen bernama KPI. Negara membentuk KPI guna mengawasi pelaksanaan diversity of ownership (pluralitas
kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman
isi siaran) oleh lembaga penyiaran kita. Sehingga benar-benar dipergunakan untuk
kemaslahatan publik. Hanya saja memang dalam
praktiknya masih belum maksimal, dan cenderung menjelma sebagai lembaga
‘malaikat pencabut nyawa’ yang berlomba untuk sebanyak-banyaknya menerbitkan
surat teguran tertulis kepada lembaga penyiaran, dan disisi lain masih sangat
minim memberikan pencerdasan kepada masyarakat terutama di daerah, tentang
lembaga penyiaran sebagai sebuah industri selain daripada sebuah institusi
sosial.
Sebagaimana kembali dikutip dari
makalah Windo Harjoin Sidabutar dan Angga Tinova Yudha berjudul, “Industri
Media Massa” disebutkan, bahwa hampir seluruh media merupakan industri dengan
orientasi memperoleh keuntungan, yang tidak jarang mengabaikan kualitas suatu
konten media. Kecenderungan mereka adalah menarik sejumlah khalayak dalam
jumlah yang besar dan menukarkannya kepada pengiklan. Semestinya hal-hal inilah
yang diketahui oleh masyarakat kita, bahwa media sekali lagi tidak semata-mata
sebagai institusi sosial, namun ia juga merupakan sebuah korporasi besar yang
dalam proses mengejar profit kerap mengabaikan hak-hak publik atas tayangan
yang disajikan. Andaipun ada diajarkan dalam Sekolah P3-SPS misalnya, penulis
menilai hal tersebut belum maksimal sekalipun telah menjawab persoalan, hingga
penulis berharap sekolah tersebut dapat lebih masif dan lebih meluas lagi
proses persebarannya, terutama di daerah-daerah.
Selain itu, KPI di daerah sebagai
bentukan negara masih penulis pertanyakan taji, gigi, dan taringnya untuk
mengawal penyiaran kita. Menurut penulis, KPI di daerah masih terkesan
setengah hati dalam bekerja – Mulai dari sebatas melakukan program kerja dengan
output yang belum maksimal, ‘takut-takut’
dalam memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melanggar, ataupun masih
sebatas menjadikan KPI di daerah sebagai batu loncatan untuk memperoleh jabatan
yang lebih tinggi di tempat lain. Permasalahan semacam inilah yang tercium di
masyarakat, sehingga semakin menyangsikan fungsi dari keberadaan KPID, dan
bahkan mereka cenderung menuntut untuk membubarkannya saja, jika terbukti hanya
menghabiskan anggaran negara secara percuma.
Komentar
Posting Komentar