PENTINGNYA KODE ETIK JURNALISTIK

http://yellowcabin.com
Berita bohong atau hoax saat ini memang menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat Indonesia. Berita hoax juga memberikan sekelumit dampak negatif yang besar, beserta polemik yang memicu pada permasalahan-permasalahan baru. Disisi lain, media merupakan arus utama dalam menyampaikan informasi secara benar. Oleh karena itu, hendaknya masyarakat berlaku cerdas dalam menghadapi hoax yang disebarkan oleh media sosial. Sebab menurut riset, mayoritas informasi di media sosial adalah hoax, dan mayoritas penggunanya tidak berdaya dalam meng-counter informasi tersebut. Hoax sebenarnya tidak diciptakan secara individu per individu, melainkan diproduksi secara massal demi menghabisi lawan ataupun mendulang simpati. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah dan presiden, maka akan banyak ditemukan agen-agen cyber yang menawarkan jasa hoax demi kepentingan politis. Biasanya mereka pun memasang tarif mahal jika ada pesanan.
            Padahal, yang ada dalam media sosial itu tergolong kedalam informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Sedangkan sajian media massa (Pers) adalah berita, dengan peran dan fungsinya untuk melayani masyarakat. Hal itu dijabarkan melalui beragam karya jurnalistiknya. Untuk itu, Pers haruslah profesional agar tetap eksis ditengah membanjirnya informasi saat ini. Selain itu, merupakan hal yang prinsip bagi wartawan dan media untuk taat pada Kode Etik Jurnalistik sebagai cerminan pelaksanaan etika tersebut. Apalagi dalam era reformasi sekarang ini, konsistensi pada etika profesi memang sangatlah mutlak. Lagipun, publik yang mulai cerdas juga menginginkan sajian media yang akurat. Tetapi yang utama ialah publik mendambakan Pers yang tidak menyimpang dari kode etik.
Media dan wartawan yang berpedoman pada etika profesi pers, akan menjadi proteksi bagi insan pers sekaligus publik. Jika proteksi ini terwujud, maka sajian media pun akan dapat diterima publik. Begitupula publik yang tidak akan melakukan kriminalisasi terhadap Pers. Parahnya, data hasil survei menunjukkan sebanyak 85 persen media massa termasuk media mainstream ikut-ikutan dalam mengambil informasi dari media sosial sebagai bahan pemberitaannya. Padahal, umumnya pemberitaan di media sosial itu rentan hoax. Tentu ini sangat mengejutkan kita!
Adapun ciri-ciri hoax diantaranya: 1) Judul cenderung bombastis dan didramatisir, sehingga mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan di kalangannya. Masyarakat yang terpapar hoax biasanya akan mudah terpancing perdebatan dan berlanjut dengan konflik yang berkepanjangan. Jika sudah berdebat, mereka akan saling membenci dan memojokkan, sehingga terjadi permusuhan antar sesama; 2) Tidak jelas sumbernya. Umumnya, pemberitaan hoax di media sosial kerap tidak memiliki sumber yang jelas, tidak jelas tautan media pengirimnya, selalu mengutip perkataan orang-orang terkenal, tidak berimbang, menyudutkan dan mendiskreditkan pihak-pihak tertentu, bahkan menjual ayat suci dengan maksud dan tujuan yang salah, agar semakin dipercaya; 3) Info yang dibagikan kerap memperlihatkan permusuhan dan menunjukkan fanatisme buta terhadap suatu ideologi tertentu. Termasuk dengan cara membuat judul dan teras berita yang tendensius, provokatif, menghakimi, serta cenderung menyembunyikan fakta dan data yang sebenarnya. Penyebarannya pun dibuat seluas mungkin sehingga berpotensi viral.   
Untuk itu, Profesionalisme Pers harus terus dioptimalkan, sehingga terus menghasilkan insan pers yang bermutu, berkualitas, mengerti peran, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan Standar Kompetensi Wartawan. Lagipun, Pers sebagai pilar keempat demokrasi mempunyai sejumlah peran penting dalam menjalankan fungsinya. Dimana dalam menjalankan tugasnya wartawan dibekali dengan ilmu jurnalistik yang didalamnya terdapat aturan main terkait etika profesi. Seperti Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, butir c yang berbunyi, “Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang akurat, dan benar”. Poin ini merupakan tugas penting bagi Pers dalam melayani kepentingan umum, dan juga merupakan prinsip yang harus dipegang oleh setiap wartawan.
Oleh karena itu, tugas yang dilakoni para wartawan sejatinya mulia jika dijalankan dengan benar, sesuai dengan koridor hukum dan etika jurnalistik. Luar biasa fungsinya bagi sebuah negara, bagi kemajuan bangsa dan juga masyarakat. Sama dengan profesi guru dan dosen yang mengajarkan masyarakat supaya cerdas, membawa kebaikan dan kedamaian, maka Pers juga berkontribusi positif dalam melawan hoax. Poin etik wajib dipegang sebagai poin terpenting yang harus dipegang kuat setiap wartawan/jurnalis. Karena percuma seorang jurnalis memiliki kemampuan menulis luar biasa, punya ilmu dan referensi yang banyak, punya jejaring tokoh penting di republik ini, namun rusak karena mengabaikan etika. Jadi, poin etika harusnya dinomorsatukan dalam setiap gerak dan gerik wartawan saat bertugas di manapun dan kapanpun juga.
Pers Indonesia sendiri sejauh ini telah bekerjasama dengan Pers di negeri jiran Malaysia dalam menangkal isu hoax. Karena menurut mereka berita hoax merupakan ancaman serius bagi ketahanan masing-masing negara kedepannya, terutama di kawasan ASEAN. Berita hoax akan rentan menjadi komoditas oknum elit untuk berbagai tujuan kebangsaan yang bersifat tendensius. Sebagaimana dikatakan oleh Assoc. Prof. Dr. Baharuddin Aziz, pakar komunikasi internasional yang berkedudukan di Kuala Lumpur, “Hampir seluruh negara, termasuk di kawasan ASEAN akan diserang secara gencar oleh hoax. Ironisnya generasi muda yang cenderung ber-euforia terhadap melejitnya media sosial malah condong terpengaruh pemberitaan hoax. Tentu ini berbahaya, karena dapat merubuhkan sendi-sendi aktual dan faktual dalam sebuah pemberitaan. Begitupula pada aspek lain seperti di bidang kebangsaan, politik, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain,” ujar Guru Besar Universitas Antar Bangsa Malaysia itu. Musabab itu, Pers sebagai komponen strategis bangsa harus bangkit dengan kekuatan penuh melawan serbuan hoax.

Komentar

Postingan Populer