SOLUSI PERMASALAHAN HOAX & UJARAN KEBENCIAN
sumber: www.google.co.id |
Pertama, Sekolah
berperan dalam mensosialisasikan bahaya ujaran kebencian dan berita bohong di
kalangan pelajar. Seluruh perangkat sekolah agar tidak mudah menerima informasi
buruk atau bernada kebencian. Apalagi ikut menyebarkannya atau membuat status
di media sosial, sebab perbuatan itu akan menjerat pelakunya dengan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 19 Tahun 2016 sebagai
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Begitupula
halnya dengan yang diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun
2017 tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Artinya dunia
akdemis haruslah bekerja lebih keras untuk mengembalikan manusia ke moral yang
lebih baik. Sebuah moral yang penuh etika dan kesopanan, terutama menyangkut
manusia sebagai makhluk sosial yang tentunya tak lepas dari komunikasi. Fakta
hari ini, manusia umumnya telah kehilangan etika berkomunikasi. Pesan-pesan
yang disampaikan tidak lagi didasarkan pada kejujuran dan berkeadilan, tetapi lebih
pada kepentingan sesaat.
Kedua, Perlu
diselenggarakannya kegiatan seminar/workshop
yang mengantisipasi seluruh masyarakat lintas usia, agar bijak menggunakan
media sosial. Sekaligus memperluas wawasan mahasiswa terkait dengan kemajuan
media massa. Sehingga, tidak turut menyebarkan isu hoax apalagi ujaran kebencian. Sosialisasi literasi media digital
sangat dibutuhkan di zaman now,
sehingga masyarakat tidak hanya sebagai korban hoax, tetapi juga bisa melakukan counter propaganda. Artinya menjadi orang cerdas dalam membuat
gerakan kontra-propaganda negatif menjadi kontra-propaganda positif yang
mencerdaskan masyarakat, bangsa dan negara.
Contoh: Deklarasi
Anti-Hoax yang pernah dilaksanakan di
Pesantren Al Kautsar oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia.
Ketiga, Dewan Pers dan
kepolisian harus memberikan efek jera kepada pelaku penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian, sehingga
tidak mengulanginya lagi di kemudian hari. Seperti Kepala Badan Reserse
Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Arief Sulistyanto yang menjelaskan,
pelaku kasus penyebran berita bohong atau hoaks (hoax) mengenai tujuh unit kontainer berisikan surat suara yang
sudah tercoblos akan dijerat pasal berlapis, yaitu mulai dari UU ITE dan UU
Pidana Pemilu.
Keempat, Mengantisipasi
berita hoax mulai dari diri sendiri,
seperti bisa membedakan berita yang mis-informasi dan dis-informasi. Sebab,
salah satu upaya untuk menepis berita hoax
sangat bergantung pada cara seseorang merubah pola pikirnya lebih baik, dan
tidak gampang menerima informasi tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih
dahulu. Ataupun aktif bertanya kepada wartawan, para redaktur di media massa,
ataupun lembaga pemerintahan yang mengurus pemberitaan seperti Dinas Komunikasi
dan Informasi di daerah-daerah.
Komentar
Posting Komentar