Memikirkan Tentang Kontinum Realitas-Fantasi
Secara khusus, kemampuan literasi media nantinya akan mengembangkan kesadaran kritis terhada media yang dikonsumsi dalam kehidupannya sehari-hari; mengenali dan mampu menganalisis struktur dan pesan media massa. Oleh karena itu, berikut salah satu kiat yang dapat penulis berikan untuk mereduksi dampak buruk media penyiaran kita, yaitu: Memikirkan Tentang Kontinum Realitas-Fantasi.
Tayangan-tayangan seperti Suka-Suka Uya, Masih Dunia
Lain, Rumah Uya, Katakan Putus, Termehek-mehek, Kuis Win-HT
(tayang beberapa tahun silam ketika masa kampanye) merupakan program settingan meski tidak terlihat begitu
jelas. Kebanyakan dari kita baru memahami tayangan-tayangan tersebut merupakan
rekayasa setelah adanya kebocoran-kebocoran dari berbagai aspek. Seperti ketika
syuting/casting/proses rekrutmen, dan
terekam kamera sebagian orang yang kemudian disebarluaskan. Tentu hal ini hanya
akan menimbulkan reaksi sinis penonton terhadap perkembangan reality show di Indonesia yang hampir
stagnan setiap tahunnya. Sayang disisi lain, masih banyak juga masyarakat yang
menyakini, bahwa tayangan tersebut benar adanya. Untuk itu, sudah menjadi
tanggungjawab kita bersama yang menempuh pendidikan, yang dibekali kemampuan
berpikir kritis untuk turun ke jalan, dan menyampaikan kepada mereka yang masih
awam bahwa isi media tidak semata menggambarkan realitas, namun ada konstruksi
di dalamnya. Tentu, penyampaian yang kita lakukan itu haruslah sopan dan
menyesuaikan dengan keadaaan mereka.
“Menyadari kontinum fantasi-realitas sangat penting
dewasa ini, musabab ada begitu banyak program yang mengaku ‘realitas’ di
televisi. Meskipun memang benar seluruh program ini memiliki elemen realitas di
dalamnya, namun juga mengandung elemen fantasi yang tidak sedikit. Beberapa ‘reality show’ mungkin memiliki campuran
elemen yang menjadikannya lebih nyata ketimbang beberapa program yang memang
fiktif. Namun, jika kita cukup kritis, maka perbedaan yang tersemat dalam
program acara tersebut akan terlihat dengan sangat jelas”.
Lantas, fantasi dalam media memang ada untuk
menghibur para penggunanya, yang suntuk dan terus-menerus dicecoki dengan
hal-hal yang berbau serius dalam kehidupannya. Namun, tampaknya perlu ada
batasan yang jelas antara dunia nyata dan layar yang menampilkan adegan-adegan
imajiner tersebut. Daya tarik program reality
show yang kerap menegangkan itu haruslah disikapi secara bijak sebagai
suatu hiburan belaka. Sehingga, ‘kelebayan’
tersebut tidak perlu dibawa-bawa sampai ke dunia nyata, tempat kita menjalani
kehidupan yang sesungguhnya.
Komentar
Posting Komentar