Memikirkan Tentang Kontinum Realitas-Fantasi

sumber: www.google.co.id

Secara khusus, kemampuan literasi media nantinya akan mengembangkan kesadaran kritis terhada media yang dikonsumsi dalam kehidupannya sehari-hari; mengenali dan mampu menganalisis struktur dan pesan media massa. Oleh karena itu, berikut salah satu kiat yang dapat penulis berikan untuk mereduksi dampak buruk media penyiaran kita, yaitu: 
Memikirkan Tentang Kontinum Realitas-Fantasi.
Tayangan-tayangan seperti Suka-Suka Uya, Masih Dunia Lain, Rumah Uya, Katakan Putus, Termehek-mehek, Kuis Win-HT (tayang beberapa tahun silam ketika masa kampanye) merupakan program settingan meski tidak terlihat begitu jelas. Kebanyakan dari kita baru memahami tayangan-tayangan tersebut merupakan rekayasa setelah adanya kebocoran-kebocoran dari berbagai aspek. Seperti ketika syuting/casting/proses rekrutmen, dan terekam kamera sebagian orang yang kemudian disebarluaskan. Tentu hal ini hanya akan menimbulkan reaksi sinis penonton terhadap perkembangan reality show di Indonesia yang hampir stagnan setiap tahunnya. Sayang disisi lain, masih banyak juga masyarakat yang menyakini, bahwa tayangan tersebut benar adanya. Untuk itu, sudah menjadi tanggungjawab kita bersama yang menempuh pendidikan, yang dibekali kemampuan berpikir kritis untuk turun ke jalan, dan menyampaikan kepada mereka yang masih awam bahwa isi media tidak semata menggambarkan realitas, namun ada konstruksi di dalamnya. Tentu, penyampaian yang kita lakukan itu haruslah sopan dan menyesuaikan dengan keadaaan mereka.
“Menyadari kontinum fantasi-realitas sangat penting dewasa ini, musabab ada begitu banyak program yang mengaku ‘realitas’ di televisi. Meskipun memang benar seluruh program ini memiliki elemen realitas di dalamnya, namun juga mengandung elemen fantasi yang tidak sedikit. Beberapa ‘reality show’ mungkin memiliki campuran elemen yang menjadikannya lebih nyata ketimbang beberapa program yang memang fiktif. Namun, jika kita cukup kritis, maka perbedaan yang tersemat dalam program acara tersebut akan terlihat dengan sangat jelas”.     
Lantas, fantasi dalam media memang ada untuk menghibur para penggunanya, yang suntuk dan terus-menerus dicecoki dengan hal-hal yang berbau serius dalam kehidupannya. Namun, tampaknya perlu ada batasan yang jelas antara dunia nyata dan layar yang menampilkan adegan-adegan imajiner tersebut. Daya tarik program reality show yang kerap menegangkan itu haruslah disikapi secara bijak sebagai suatu hiburan belaka. Sehingga, ‘kelebayan’ tersebut tidak perlu dibawa-bawa sampai ke dunia nyata, tempat kita menjalani kehidupan yang sesungguhnya.

Komentar

Postingan Populer